PALU – Terkait kasus prostitusi online yang beberapa waktu lalu mencuat ke publik, Manager Area Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Sulawesi Tengah (Sulteng) Muh Bagdad angkat bicara. Ia mengemukakan bahwa prostitusi online bukan hal baru di Kota Palu.
“Kami pernah dengar kasus disampaikan oleh Irmayanti (Sekda Kota Palu, red) yang saat itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), mengatakan bahwa ada kasus prostitusi anak ini masih kelas enam SD,” ungkapnya dalam Podcast Show Radar Sulteng, Senin (28/3).
Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan anak-anak bisa terjerumus ke dunia prostitusi. Dalam penelitian PKPA sendiri, anak-anak merupakan kelompok rentan pada nilai ekonomi, pergaulan bebas serta frustasi. Tiga hal ini lanjut Bagdad, menjadi pintu masuk bagi para mucikari untuk mengimingi-imingi anak-anak, untuk memenuhi dorongan kepuasan dengan menggunakan uang.
“Anak-anak ini masuk ke dalam dunia prostitusi karena mereka ini butuh uang, bukan karena mereka orang miskin atau kaya, tetapi karena mengikuti trend,” terangnya.
Kurang kasih sayang dan perhatian orang juga ditengarai menjadi penyebab anak-anak terjerumus ke dalam dunia prostitusi online. “Saat anak-anak butuh perhatian lebih dari orang, namun di rumah anak-anak tidak mendapatkan itu, sehingga mereka mencari tempat yang baru untuk memenuhi itu, akhirnya mudah teriming-iming dengan hal negatif,” sebutnya.
Olehnya itu Bagdad meminta, para orang tua untuk terus mengawasi anaknya, agar tidak terkontaminasi dalam dunia prostitusi online. Tidak hanya orang tua, peran serta masyarakat juga menjadi hal yang urgent dalam mengawasi para generasi penurus bangsa, agar tidak masuk dalam jeratan mucikari.
Dalam kesempatan itu, Bagdad juga berpesan khususnya kepada para orang tua untuk memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak serta memenuhi hak-hak anak. “Jangan sampai kita kecewanya di belakang, ketika kita mengetahui bahwa anak kita sudah terjerumus kepada hal-hal yang negatif,” tutupnya.(ril)