MORUT – Kisruh antara masyarakat lingkar tambang dengan manajemen PT Bukit Makmur Istido Nikeltama (Bumanik) mulai menemukan titik terang. Peluang damai itu menguat pasca mediasi yang dilakukan Wakil Bupati Morowali Utara Moh Asrar Abd Samad, Kamis (19/4).
Wabup Asrar, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon sore kemarin mengatakan mediasi tersebut berlangsung di ruang kerjanya. Pertemuan itu untuk menindaklanjuti pertemuan yang dilakukan di ruang pola kantor Bupati Morut, Rabu (18/4).
“Kemarin ada aksi unjuk rasa masyarakat dari beberapa desa di Petasia Timur. Dari situ Pemkab Morut menerima aspirasi untuk menghadirkan manajemen PT Bumanik. Alhamdulillah, hari ini mereka hadir,” kata Asrar.
Menurut Wabup, pertemuan itu dihadiri perwakilan PT Bumanik, Kepala Desa Molores, Ketua BPD serta perwakilan masyarakat lingkar tambang. Didalamnya menghasilkan beberapa poin, antara lain penyelesaian pokok masalah yang memicu keduabelah pihak tersebut berseteru.
Berdasarkan pernyataan pihak perusahaan, Wabup mengatakan PT Bumanik bersedia menyelesaikan tunggakan ganti rugi lahan masyarakat yang memang masih bermasalah. Penundaan pembayaran itu katanya akibat beberapa hal prinsip yang belum disepakati bersama.
“Manajemen perusahaan akan meninjau kembali lahan warga yang belum diganti rugi. Kata mereka peosesnya akan dituntaskan secepat mungkin,” jelasnya.
Selanjutnya menyoal tudingan pencemaran yang dibeberkan warga saat unjuk rasa. Terkait masalah itu, Dinas Lingkungan Hidup Daerah Morut mulai menyusun tim untuk meninjau aktifitas PT Bumanik yang diduga berdampak lingkungan.
“Jika ditemukan fakta pencemaran lingkungan dan lain sebagainya, tentu Pemkab akan melakukan langkah-langkah lanjutan. Ini pokok penting yang harus diselesaikan demi melindungi hak-hak masyarakat sekitarnya,” tandas Wabup.
Selain mengangkat dua masalah di atas, pertemuan itu juga membicarakan dampak sosial atas kehadiran perusahaan ini. Di poin itu, perwakilan perusahaan menyatakan diri untuk segera membuka ruang untuk masyarakat lokal memperoleh pekerjaan khusunya di lingkar tambang PT Bumanik.
“Sebaiknya PT Bumanik menepati semua kewajibannya kepada masyarakat. Dengan demikian iklim investasi di daerah kita tidak terganggu oleh konflik dua belah pihak tersebut,” harap Asrar.
Terpisah, Kepala Desa Molores Lalu Supardi menguatkan pernyataan Wabup Morut. Menurutnya, pihak perusahaan belum bisa menyanggupi sebagian tuntuntan masyarakat.
“Selain ganti rugi lahan, masyarakat juga menuntut tanggungjawab sosial perusahaan atau CSR,” ujar Lalu, tadi malam.
PT Bumanik, kata Lalu, belum bisa berbuat banyak. Sebab saat ini mereka belum melakukan penambangan. Aktifitas itu kemudian menjadi dasar penghitungan dana konpensasi hasil material yang dihitung per metrik ton.
“Menurut pihak perusahaan, mereka belum mengetahui kadar nikel karena belum menambang. Maka dari itu mereka belum mensosialisasi konpensasi tersebut,” jelasnya.
Saat disinggung soal dana Rp1 miliar yang disuarakan massa aksi, Lalu menegaskan bahwa dana tersebut adalah konpensasi PT Bumanik atas penggunaan lahan rimba mengandung nikel seluas 50 are.
Ia membantah penggunaan dana itu tidak transparan. Lalu menjelaskan, dana itu dibagi rata kepada 314 kepala keluarga dari lima dusun di Molores. Masing-masing menerima Rp2.435.000 atau total sebanyak Rp764.590.000.
“Dana untuk warga itu diterima masing-masing Kepala Dusun. Tanda peneriman dana ditandatangani beserta kwitansinya,” katanya.
Kemudian Rp235.000.000 sisa dananya disalurkan ke lima rumah ibadah masing-masing Rp40.000.000. Sementara Rp35.000.000 sisanya disumbangakan untuk kegiatan Porseni sebesar Rp3.000.000, pembelian umbul-umbul untuk 314 kepala keluarga Rp28.000.000. Sedangkan Rp4.000.000 sisanya untuk lima orang panitia dengan besaran Rp700.000, Rp600.000 dan seterusnya.
“Bukti rincian pembagian dana Rp1 miliar itu saya serahkan ke Wabup. Tidak apa-apa saya dicurigai, yang penting saya punya bukti itu,” imbuh Kades.
Tudingan tersebut, lanjut Lalu, adalah hal mengada-ada. Pasalnya ada desakan agar dirinya meletakan jabatan. Namun dia bersedia mundur jika terbukti melanggar.
“Saya pasrah didesak mundur. Jika ada persyaratan yang memenuhi desakan itu pasti saya jalani. Tapi jika tidak, saya juga siap mempertahankan hak saya sebagai kades,” tandasnya.
Terlepas dari persoalan CSR dan ganti rugi lahan, Kades mengaku kehadiran PT Bumanik justeru memberikan peluang baru untuk masyarakatnya yang kehilangan pekerjaan. Terkait itu, perusahaan sudah berkomtmen untuk membuka lowongan kerja.
“Sampai hari ini, PT Bumanik sudah mempekerjakan 28 orang warga. Mereka itu perwakilan semua desa di lingkar tambangnya,” tukasnya.
Ia menambahkan, Molores merupakan ring satu desa di lingkar perusahaan PT Bumanik. Masih di Petasia Timur ada Desa Keuno, Peboa, Molino, Towara, Bungintimnbe dan Tompira. Sedangkan Desa Solonsa masuk wilayah Kabupaten Morowali.
“Ada delapan desa masuk lingkar tambang Bumanik, satu desanya masuk Morowali,” tutup Lalu.
Seperti diberitakan kemarin, manajemen PT Bumanik kembali didemo warga. Aksi itu untuk mendesak perusahaan penambangan nikel ini menyelesaikan persoalan akibat aktifitasnya di wilayah Kecamatan Petasia Timur. (ham)