Modernitas dan globalisasi dengan berbagai macam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah banyak mengubah jalan hidup banyak orang, khususnya para generasi muda dalam berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Penggunaan Bahasa daerah di tengah-tengah masyarakat semakin berkurang bahkan tidak jarang penggunaan bahasa daerah semakin tidak ada lagi kita dengar dalam percakapan sehari-hari, terlebih oleh generasi muda.
Laporan : MOH SALAM

PENGGUNAAN bahasa daerah untuk melakukan komunikasi belakangan ini semakin kurang didapati yang masih konsisten menggunakannya, sehingga beberapa Bahasa Daerah yang ada di Sulawesi Tengah terancam akan punah.
Balai Bahasa Sulawesi Tengah sendiri sudah banyak melakukan kegiatan-kegiatan dan tindakan agar bahasa daerah yang ada di Sulteng tidak punah. Sebab bahasa daerah sendiri merupakan jati diri sebuah identitas kedaerahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Balai Bahasa Sulteng di beberapa kabupaten di Sulteng, menemukan ada beberapa bahasa lokal yang kini terancam punah dan bahkan besar kemungkinan telah punah akibat minimnya penutur bahasa lokal tersebut.
Siti Fatinah, salah satu Peneliti Muda di Balai Bahasa Sulteng mengungkapkan, ada satu bahasa lokal yang sudah punah yaitu bahasa Kaili Njedu yang merupakan sub bahasa Kaili yang ditemukan beberapa tahun yang lalu di Desa Enu Kabupaten Donggala, tepatnya pada 2007 silam.
Punahnya bahasa lokal tersebut lantaran hingga tahun 2007 tersebut hanya ada satu keluarga yang menjadi penuturnya atau yang sangat menguasai bahasa lokal tersebut.
“Pada saat itu memang tinggal satu keluaraga jadi tidak ada lagi pilihan lain, Saya ambil penuturnya itu Kepala Keluarganya yang sudah tidak ada Istrinya ditambah lagi tidak semua anak-anaknya bisa berbahasa Njedu,” ungkap Fatinah.
Selain bahasa Njedu ada juga beberapa bahasa terancam akan mengalami hal yang serupa, seperti adanya Bahasa Mori yang ada di Kabupaten Morowali. Menurutnya, di Morowali sendiri banyak penutur bahasa tersebut. Namun di Kabupaten itu tidak didukung upaya pelestarian dari dinas terkait, maka dikhawatirkan bahasa lokal Mori tersebut akan dilupakan oleh generasi mudanya di masa mendatang.
“Diharapkan Pemerintah Daerah termasuk di Kabupaten untuk lebih pro aktif lagi dalam upaya pelestarian bahasa daerah salah satunya dengan menjadikan sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler di SD dan SMP,” sebutnya.
Sementara itu Drs Adri MPd selaku Kepala Balai Bahasa Sulteng merasa sangat bertanggung jawab dengan upaya pelestarian bahasa lokal yang ada di Sulteng, hingga tidak punah. Dan generasi mendatang tetap mengetahui bahasa-bahasa daerah dan menggunakannya dalam komunikasinya sehari-hari.
Adri mengatakan, banyaknya generasi pemuda yang sudah tidak peduli dan tidak lagi menggunakan bahasa daerah salah satunya disebabkan karena nilai ekonomi bahasa daerah memang tidak ada. Ditambah lagi fenomena anak-anak yang sudah tidak kenal lagi dan tidak bisa menggunakan bahasa daerah tersebut.
“Bahasa Daerah itu kalau sudah generasi mudanya sudah tidak menggunakan itu kemungkinan besar akan punah,” ungkap Adri.
Menurutnya Bahasa daerah itu merupakan sumber identitas bagi seseorang seperti layak dan tidaknya kita menyebut sebagai orang asli daerah tersebut dari penguasaanya dalam sebuah bahasa daerah tersebut.
“Generasi Muda itu harus menguasai bahasa daerahnya, karena jangan sampai kita mengaku orang Kaili tetapi tidak bisa berbahasa Kaili. Berarti identitas saya bukan lagi orang Kaili karena itulah sumber identitas asli kita selaku orang daerah,” tuturnya.
Terakhir Adri menjelaskan, di dalam penggunaan bahasa daerah terdapat dan tertanam kearifan lokal tentang budaya lokal, karena tidak semua bahasa daerah itu bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia diakibatkan adanya beberapa kata-kata tertentu yang tidak ada konsepnya di dalam Bahasa Indonesia.
“Kami sangat berharap Dinas Pendidikan bisa merancang dan merumuskan mata pelajaran muatan lokal bahasa daerah di sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama agar bahasa daerah yang ada di Sulawesi Tengah tidak punah. Sebab jika tidak dibuat hal demikian yakin dan percaya 10 tahun mendatang bahasa daerah akan perlahan punah,” harapnya. (**)