TAJUK

Uji Kompetensi Wartawan di Simpang Jalan

Dilihat

Dr. RAHMAT BAKRI, S.H., M.H.  *)

Rahmat Bakri

UKW (Uji Kompetensi Wartawan) awalnya dipercaya sebagai instrumen yang efektif untuk memisahkan wartawan profesional dengan yang tidak profesional. Maka terbitlah Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan. Sebagaimana ekspektasi masyarakat pers yang memandang pentingnya perumusan standar kompetensi wartawan, saya pun meyakini bahwa UKW penting sebagai ikhtiar agar kebebasan pers tidak bersalah guna.

Enam tahun telah berjalan sejak ditetapkan peraturan Dewan Pers dan ribuan wartawan telah lulus UKW dan sekarang memegang SKKW (Sertifikat dan Kartu Kompetensi Wartawan) pada jenjang utama, madya, dan muda. Namun benarkah UKW efektif memisahkan wartawan profesional dengan yang tidak profesional? Dalam perbincangan di salah satu WAG (WhatsApp Group) yang beranggota peneliti IKP (Indeks Kemerdekaan Pers) Indonesia 2016,  pertanyaan ini menjadi salah satu topik diskusi yang menarik.

Banyak kritik atas penyelenggaraan dan hasil UKW.  Ada pandangan dan kekhawatiran bahwa UKW yang sudah berjalan telah menyimpang dari tujuan awal. Gagal memisahkan wartawan profesional dengan yang abal-abal. Mulai dari keterlibatan sponsor,  perusahaan maupun pemerintah daerah dalam penyelenggaraan UKW yang dinilai potensial menimbulkan conflict of interest.  Hingga temuan adanya oknum-oknum yang sebenarnya tidak berprofesi sebagai wartawan tapi dapat mengikuti UKW dan dinyatakan lulus.

Termasuk ketidakselektifan Dewan Pers memberikan SKKW kepada individu yang direkomendasikan sebagai tokoh pers.  Dewan Pers diberi wewenang menetapkan tokoh pers nasional yang sudah berusia 50 tahun untuk memperoleh SKKW tanpa proses ujian.  Tapi dikhususkan untuk tokoh pers nasional yang reputasi dan karyanya diakui masyarakat. Namun saat ini, diduga ada individu yang memanfaatkan jalur khusus ini, padahal yang bersangkutan bukan tokoh pers yang bereputasi. Bahkan nama, karya, dan rekam jejaknya di dunia jurnalistik masih disangsikan.

Sebenarnya sejak tahun 2015 Dewan Pers mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/VII/2015 tentang Peserta Uji Kompetensi Wartawan. Tujuannya menetapkan syarat dan kriteria siapa saja yang dapat mengikuti UKW. Selain itu, ada Peraturan Dewan Pers Nomor: 3/Peraturan-DP/VII/2015 tentang Pencabutan Sertifikat dan Kartu Kompetensi Wartawan. Dua regulasi ini intinya ingin menyeleksi secara ketat siapa yang dapat mengikuti UKW dan memungkinkan pencabutan SKKW bila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pemegangnya.

Namun dua regulasi di atas belum cukup sepanjang instrumen pengujian tidak ikut direvisi. Diperlukan uji publik sebelum seseorang diberikan SKKW.  Uji publik dapat berupa tanggapan dari rekan sejawat maupun keberatan dari masyarakat yang merasa pernah dirugikan atau diperlakukan tidak profesional oleh wartawan calon penerima SKKW.  Tanggapan dan masukan dari sejawat maupun masyarakat menjadi bagian tidak terpisahkan dari penilaian untuk menentukan kelayakan lulus UKW.

Uji publik semacam ini diharapkan sebagai alat deteksi dini, apakah yang bersangkutan benar-benar wartawan yang masih aktif melakukan tugas jurnalistik atau tidak.  Uji publik juga akan mencegah agar Dewan Pers tidak serampangan mengeluarkan SKKW bagi seseorang hanya karena usulan dari salah satu organisasi stakeholder Dewan Pers tanpa proses verifikasi yang ketat dan dapat dipertanggungjawabkan. Penting untuk menjaga kredibilitas Dewan Pers dan marwah profesi wartawan itu sendiri.

*) Penulis adalah Wartawan Harian Radar Sulteng

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.