
BAGAI TIKUS DI LUMBUNG PADI: Rumah sederhana milik Karuania Pendewana, warga Desa Kuku, Poso, tanpa aliran litrik.
POSO- Nasib memperihatinkan dialami Karunia Pedawana (60), warga desa Kuku kecamatan Pamona Utara kabupaten Poso. Sudah sejak 50 tahun silam, dia dan keluarganya hidup tanpa aliran lampu listrik. Padahal di desa yang menjadi tempat domisilinya ini, sekarang telah berdiri megah perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro (PLTM) PT Arkora Indonesia. Tak cuma itu, sekitar 10 km dari Desa Kuku, yakni desa Sulewanana, bahkan sudah lama beroparasi PLTA Poso dengan produkasi listriknya yang mencapai mega watt.
Apa yang dialami keluarga Karunia ini sangat tak wajar terjadi. Feriawan (42), warga Pamona, mengatakan, dengan di apit dua perusahaan listrik yang sangat besar, warga Poso termasuk Kuku, seharusnya makmur listrik. Bahkan sangat wajar, jika warga miskin di Poso bisa mwnikmati liatrik gratis. Sebab, sumber produksi liatrik berasal dari aliran air sungai yang notabene sumberdaya alamnya Poso. “Apa yang dialami keluarga Bapak Karunia ini ibarat tikus lapar di lumbung padi. Bagaimana tidak, ada dua produksi listrik yang besar disekitar desanya, tapi rumahnya gelap gulita tak berlistrik,” tukas tokoh pemuda ini.
Kepada wartawan, Karunia mengaku sudah lama menginginkan memiliki listrik. Tapi dia tak punya cukup uang biaya pemasangannya. Walaupun terdaftar sebagai rakyat miskin, Karunia juga tak kunjung menerima bantuan listrik gratis dari pemerintah. “Sudah beberapa kali saya di data untuk mendapatkan listrik gratis, namun sampai saat ini, belum ada terwujud,” aku Karunia.
Karunia yang dikampungnya akrab di sapa Papa Yani itu, hidup sebagai duda dengan empat anak perempuan. Anak pertama sudah menikah dan hidup bersama suami, dan anak kedua tinggal di rumah keluarganya. Sementara anak ketiga dan ke empat yang masih duduk di SMP dan SD tinggal dirumah bersamany.
Untuk menerangi rumah agar kedua anaknya dapat belajar, Karunia hanya menggunakan lampu lentera berbahan bakar minyak tanah. “Dulu saya pernah memyambung kabel listrik dari tetangga. Namun karena terkendala isi pulsa listrik Rp25 ribu dalam sebulan, terpaksa saya putus lagi,” sebutnya. Memutus aliran listrik dari tetangga dilakukan Karunia demi untuk mengurangi beban biaya hidupnya. “Kalau tidak punya minyak tanah, rumah saya gelap lagi sampai ada uangku untuk membeli minyak tanah,” ucapnya.
Untuk membiayai hidup sehari -hari dan biaya sekolah kedua anaknya, Karunia terpaksa harus meninggalkan pekerjaan kebunnya untuk mencari pekerjaan lain yang bisa menghasilkan uang dengan cepat.
Menurut Kurnia, rumah dengan tembok setengah dan beratap seng yang sekarang sitinggali merupakan bantuan dari program beda rumah pemerintah. Meskipun demikian, keluarga Karunia ini masih tergolong sangat miskin. Karena rumah masih berlantai tanah dan hanya mempunyai empat buah kursi plastik dan satu meja denan hanya satu ruang kamar tidur.
Ditengah kondisi ekonomi kehidupannya yang memperihatinkan, Karunia tak henti berharap agar suatu saat ada bantuan listrik dari pemerintah dan bisa mendapat pekerjaan yang layak guna memboayai hidup keluarganua. (bud)