PALU – Sebagai sebuah langkah untuk memperkuat bagaimana mengawal isu-isu kepemiluan dan demokrasi ke depan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah bersama Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu melakukan penandatanganan MoU di AULA Dakwah UIN Datokarama Palu, Senin (10/10). Penandatanganan itu juga dilanjutkan dengan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilu di Perguruan Tinggi dengan mengangkat tema ‘Pemilu 2024, Politik Identitas dan Moderasi Beragama’.
Kegiatan yang dihadiri langsung oleh Ketua KPU Sulteng Dr Nisbah ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga Prof Abidin Djafar, yang mewakili Rektor UIN Datokarama Palu.Dalam sambutannya, Ketua KPU Sulteng Nisbah mengatakan penandatanganan kerjasama ini sebelumnya sudah diawali dengan penjajakan atau bagaimana KPU membangun kerjasama ini untuk kegiatan-kegiatan penguatan terkait pelaksanaan Pemilu pada tahun 2024. KPU Sulteng juga kata Nisbah mengucapkan terima kasih kepada UIN Datokarama Palu sebagai Perguruan Tinggi, yang sudah merespon secara baik apa yang KPU Sulteng lakukan ke depan dalam penyelenggaraan Pemilu.
“Dukungan dan kerjasama yang ditampilkan hari ini tentu akan sangat banyak membantu proses yang kami lakukan, khususnya untuk meningkatkan partisipasi Pemilu dan bagaimana menambah wawasan kita dalam proses kepemiluan dan demokrasi. Mudah-mudahan kerjasama yang kita lakukan ini akan berlanjut terus ke depan, khususnya ketika berada pada posisi mengawal Pemilu yang kita laksanakan di 2024,” kata Nisbah.
Sejauh ini KPU sebagai penyelenggara Pemilu lanjut Nisbah, telah memulai tahapan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 yang terdiri dari beberapa rangkain kegiatan. Kemudian ada satu kegiatan yang dikelola secara khusus oleh Koordinator Devisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam rangka memberikan literasi edukasi dan pendidikan, agar komponen-komponen masyarakat itu memahami secara baik bagaimana tujuan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu. “Dan bagaimana pentingnya Pemilu sebagai sebuah langkah atau sarana demokrasi di dalam pemahaman dan penguatan politik masyarakat,” jelasnya.
Devisi sosialisasi sejauh ini kata Nisbah, telah menjajaki berbagai peluang dan kerjasama diberbagai dan komponen masyarakat, yang dimungkinkan untuk memberi dukungan terhadap bagaimana peningkatan partisipasi masyarakat di dalam Pemilu. Mahasiswa atau perguruan tinggi menjadi sebuah pilihan, kemudian oleh KPU diberikan sarana untuk bagaimana mahasiswa atau perguruan tinggi terlibat di dalam melakukan penguatan terhadap proses edukasi mengenai Pemilu dan demokrasi.
“Poin yang diambil oleh KPU pada kegiatan ini bagaimana memberi pemahaman kepada masyarakat, khususnya kalau di Perguruan Tinggi itu adalah mahasiswa dan komponen lain di dalamnya, untuk memahami apa yang dilaksanakan KPU sebagai penyelenggara Pemilu, dan bagaimana KPU mengelaborasi sejauh mungkin, itu isu demokrasi dalam kegiatan yang prosedural teknis, misalnya ada tahapan-tahapan yang kami laksanakan,” sebutnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga Prof Abidin Djafar menambahkan niat dari KPU pada kegiatan ini ada dua, yang pertama adalah sosialisasi dan pendidikan pemilih, yang kedua keinginan dari KPU adalah melakukan MoU. Dua agenda besar ini dikemas dalam sebuah tema pertemuan yakni pemilu 2024, politik identitas dan moderasi beragama. Terkait hal itu, Abidin Djafar menjelaskan di UIN Datokarama Palu ini sedang mengembangkan kampusnya dengan sebuah visi besar, yakni mengembangkan Islam moderat berbasis integrasi ilmu, spiritualitas dan kearifan lokal. “Jadi memang sudah di sini kita ingin menanam Islam moderat. Sekarang ini kita lagi membuat roadmap untuk menuju 2039 UIN Palu menjadi contoh peradaban moderasi Islam, sekarang prosesnya sementara berjalan,” terangnya.
Dia juga mengungkapkan, yang dikembangkan di UIN Datokarama Palu adalah identitas politik atau political identity, bukan political of identity. Menurutnya, setelah menelusuri ternyata identitas politik itu orientasinya kepada politik kewarganegaraan, sifatnya semua warga negara boleh. Tetapi ketika politik identitas maka orientasinya kepada sekat-sekat, bukan kewarganegaraan, bisa orientasinya kepada keturunan, orientasinya kepada wilayah, dan kepada kelompok-kelompok tertentu.
“Saya karena lahir di sini maka saya yang berhak, saya karena berada di wilayah ini maka saya yang berhak, itu politik identitas. Setelah dilihat maslahat dan mufradatnya, maka yang lebih banyak saya lihat maslahatnya itu politik kewarganegaraan, siapa saja warga negara bisa masuk di dunia itu dengan konsep syarat-syarat yang sifatnya Universal,” sebut Prof Abidin Djafar.
Sedangkan jika dikaitkan dengan moderasi beragama, Abidin Djafar mengakui metodologi atau pesan-pesan yang dibawah moderasi beragama dengan kaitannya politik di Indonesia itu adalah politik memahami, menghargai atau menghormati, bahkan tidak cukup hanya memahami tetapi akhir yang dibawah moderasi beragama ingin bekerjasama.
“Sehingga hemat saya yang cocok dengan moderasi beragama adalah identitas politik yang mengandung ruh-ruh yang sifatnya ke universal, bukan politik identitas. UIN Palu tidak ingin seperti politik identitas,
kita berharap humanis, damai, jangan sampai berbeda pilihan membuat tidak mau bicara-bicara,” tutupnya.(acm)