MOROWALI UTARA

Tim Satgas Baintelkam Polri: Aktivitas Ponpes di Morut Kurang Perhatian Pemda

Dilihat

MORUT  – Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Anshor Putra, mendapat perhatian khusus Satuan Tugas (Satgas) Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Mabes Polri. Di Ponpes yang berada di Desa Panca Makmur, Kecamatan Soyojaya Malino, Kabupaten Morut, beberapa tahun lalu menjadi salah satu basis pergerakan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Tim Satgas Baintelkam Mabes Polri saat melakukan dialog dengan warga di sekitar Ponpes Darul Anshor Putra, yang berada di Desa Panca Makmur, Kecamatan Soyojaya Malino, Kabupaten Morut, beberapa waktu lalu. (Foto: Istimewa)

Kunjungan Tim Satgas ini sendiri, dalam rangka melihat dari dekat aktifitas terakhir di Ponpes yang berjarak sekitar 3 jam perjalanan dari Kota Poso.

Analis Kebijakan Madya Baintelkan Polri, Kombes Pol Arif Rahman SH, kepada Radar Sulteng mengungkapkan, dari hasil penelusuran Satgas Baintelkam, Ponpes sendiri memang kurang mendapat perhatian dari instansi terkait. Terbukti dari kondisi Ponpes yang memprihatinkan dan juga minimnya pengawasan terhadap aktifitas yang ada di dalam Ponpes.

“Ponpes ini masih kami curigai turut serta mengembangkan paham radikal terhadap santri-santrinya, untuk itu kami coba dekati lagi,” tutur mantan Direktur Intelkam Polda Sulteng ini.

Disampaikan Arif, pada medio 2015 silam, di Ponpes ini ditangkap salah satu tokoh yang berperan dalam membantu pergerakan MIT yang saat itu dipimpin oleh Santoso. Tokoh berinisial S alias MT ini pun kini sudah menjalani masa hukuman di Lapas Klas II B Ampana. “Di Ponpes ini kami lakukan pertemuan dan dialog dengan beberapa warga sekitar lingkungan Ponpes, informasinya Ponpes masih beroperasi dan menerima santri laki-laki dari sejumlah daerah di Sulawesi,” tuturnya.

Kondisi di dalam Ponpes Darul Anshor Putra. (Foto:Istimewa)

Bukan tidak mungkin kata Arif, kurangnya perhatian dan juga pengawasan pemerintah daerah terkait keberadaan Ponpes ini, paham-paham radikalisme kembali ditanamkan kepada para santri di Ponpes tersebut.

Lebih jauh dijelaskan Arif, dari hasil evaluasi pihak Baintelkam, penyebaran paham radilakalisme memliki pola dan sasaran yang memang merambah ke dunia pendidikan. Indikasi ini terbukti dengan adanya anak-anak usia sekolah/remaja yang terlibat dalam aksi terorisme. Baik dunia pendidikan formal seperti di Universitas ataupun lembaga pendidikan khusus keagamaan di Pondok Pesantren. “Untuk mencegah merambahnya pengaruh radikalisme ke lingkungan lembaga pendidikan maupun anak-anak usia sekolah, maka perlu dilakukan penelusuran maupun analisa tentang latar belakang berkembangnya paham radikalisme dimaksud, guna menentukan langkah kebijakan dalam mengantisipasi berkembangnya paham radikalisme di Indonesia,” jelasnya.

Salah satu program Polri dalam mencegah berkembangnya paham radikalisme ini, kata dia, lewat kontra radikalisme dan deradikalisme yang dilaksanakan oleh Satgas Baintelkam Polri. Sasarannya,  kata dia, lembaga pendidikan khusus keagamaan dalam hal ini adalah pondok pesantren, narapidana (napi) teroris dan mantan napi teroris. “Kontra radikalisme merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme,” terangnya.

Sedangkan deradikalisasi, merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal terorisme yang telah terjadi.

“Oleh karena itu, terkait masalah kontra radikalisme dan deradikalisme tidak akan berhasil, tanpa ada campur tangan dari pemerintah daerah. Contohnya keberadaan Ponpes ini yang seolah tanpa ada perhatian dari pemerintah setempat,” tandasnya. (agg)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.