
PALU – Tiga terdakwa oknum anggota Kepolisian Polres Poso yang terjerat perkara dugaan tindak pidana narkotika jenis sabu, saling bersaksi (Saksi Mahkota) di dalam persidangan pada Pengadilan Negeri (PN) Klas IA/PHI/Tipikor Palu, kemarin.
Ketiga terdakwa itu yakni Bripda Muhammad Aditya Nugraha, Briptu Herman dan Briptu Meiksen. Sidang ketiga terdakwa yang diperiksa dengan berkas terpisah ini dipimpin H Aisa H Mahmud SH MH.
Ketiga terdakwa didampingi masing-masing kuasa hukumnya. Dipersidangan ketiganya saling menguraikan dan membenarkan serangkaian terjadinya dugaan kejahatan narkotika yang dilakukan ketiganya terdakwa.
Tidak lain, ketika mereka menjawab pertanyaan majelis hakim, jaksa penuntut umum, maupun pertanyaan dari kuasa mereka masing-masing. Dihadapan majelis hakim Briptu Meiksen mengatakan, awalnya mereka bertiga bersepakat untuk jalan-jalan ke Kota Palu. Rencana itupun terlaksana mereka ke Palu menggunakan mobil Toyota Rush. “Mobil itu mobil orang tua saya yang mulia,” kata terdakwa Meiksen yang saat itu bersaksi untuk terdakwa Herman.
Lanjut Meiksen, saat masih di perjalanan dan memasuki wilayah Kebun Kopi (Jalan Kebun Kopi), Briptu Herman yang berada semobil dengannya menerima telepon dari Dede yang merupakan Danton mereka di Polres Poso. Dede ini menelepon Herman untuk menyuruh membeli barang haram tersebut (sabu) seharga Rp 10 juta. “Saat itu saya mengemudikan mobil,” kata Meiksen lagi.
Dia terdakwa Meiksen yang mengetahui Dede memesan barang melalui terdakwa Herman, juga tak mengurungkan niatnya. Malah terdakwa Meiksen yang memberitahukan Herman tempat penjualan sabu di Kota Palu. “Saya tahu tempatnya, sebelumnya pernah beli,” kata Meiksen lagi.
Setibanya di Kota Palu, terdakwa lebih dulu menuju ke Jalan Ramba Palu Selatan, di sana mereka bertemu dengan Nining, perempuan kenalan para terdakwa yang diduga turut membantu melakukan aksi tersebut.
Setelah ada kesepakatan dengan penjual sabu-sabu di jalan Anoa, lalu mereka berempat pergi ke salah satu ATM di Kota Palu. Yang turun menarik uang, yakni terdakwa Herman sebesar Rp 10 juta. Total uang pembelian sabu malam itu Rp 11 juta. Sejuta ditambahkan terdakwa Meiksen. “Yang mengambil saya sama Nining yang mulia, Herman dan Aditya, kembali ke kos,” tutur Meiksen lagi.
Setelah barang diterima, Meiksen mengaku bersama Nining balik ke kos di Jalan Ramba. Di Kost itulah sabu tersebut di bagi dalam empat paket. Sebagian digunakan bersama-sama. Hanya dalam menggunakan barang haram tersebut terdakwa Muhammad Aditya saja yang tidak memakai. “Yang memakai empat orang yang mulia. Saya, Herman, Nining dan pacar Nining,” kata Meiksen lagi.
Aditya sendiri dalam pengakuannya, di persidangan hanya dia yang tidak menggunakan. Bahkan hasil tes urine terdakwa ini diketahui negatif. Setelah dirasa cukup, merekapun lalu membubarkan diri, Muhammad Aditya lalu diantar ke asrama Poboya. Hanya Aditya ikut terjerat karena terdakwa Herman menitip sebagian paket sabu miliknya dalam tas Muhammad Aditya.
“Ia yang menitip terdakwa Herman. Ia saya terima titipannya yang mulia, hanya titipannya itu terbungkus tisu. Tapi apakah itu sabu saat itu saya tidak tahu,” tutur Aditya.
Aditya terjerat perkara ini karena saat ketiganya diciduk di Jalan Karumba, atau saat akan balik ke Kabupaten Poso, tim buser menemukan babuk sabu di tas terdakwa Moh Aditya dan di dasbor mobil Meiksen. Total babuk yang diamankan dari ketiga terdakwa ini beratnya kurang lebih 4 gram. Babuk yang ditemukan itu rencananya akan diantarkan kepada Dede, senior mereka yang memesan barang itu dari terdakwa Herman.
“Ia yang mulia saya titip kepada Aditya, bukan karena paksaan, tapi hanya untuk amannya saja barang itu,” kata terdakwa Herman ketika sebaliknya bersama Meiksen bersaksi untuk terdakwa Moh Aditya.
Penangkapan ketinganya terjadi pada 9 Juni 2017 lalu di wilayah Desa Nupabomba.
Perbuatan ketiga terdakwa diancam dakwaan ke satu Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) atau kedua Pasal 112 ayat (1) atau ketiga Herman dan Mieksen diancam pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan Muhammad Aditya Pasal 131 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (cdy)