MOROWALI- Dalam rangka menjaga kelestarian kawasan hutan lindung (KHL) di Kabupaten Morowali, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulteng melaksanakan penertiban dengan teman operasi khusus jaga bumi. Dalam giat penertiban ini, Kementerian LHK dan Dishut Sulteng menggandeng beberapa institusi seperti Satpol PP, aparat TNI, Polri, Polhut, Kejari serta Kesbangpol baik yang bertugas di Provinsi Sulteng ataupun di Kabupaten Morowali
Dari beberapa Desa yang masuk dalam KHL tersebut, salah satu Desa yang menjadi sasaran penertiban yakni Desa Tangofa, Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali.
Di Desa ini, puluhan masyarakat lokal memanfaatkan lahan hutan lindung dengan bercocok tanam beberapa jenis tanaman hasil bumi seperti pohon cengkeh, merica, kelapa dan jambu mente.
Warga di Desa Tangofa sendiri telah membuka lahan perkebunan sejak 2007 silam, sebelum areal itu ditetapkan sebagai KHL. Kemudian, mereka juga mendapat kebijakan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali pada masa kepemimpinan sebelumnya untuk menggunakan KHL itu sebagai tempat mata pencaharian agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun pasca kegiatan penertiban ini, harapan beberapa petani yang berkebun di KHL itu agar bisa mendapat keuntungan untuk membiayai kelangsungan hidupnya kini telah sirna. Sebab, beberapa tumbuhan yang mereka tanam selama bertahun-tahun habis ditebas oleh aparat gabungan yang dikomandoi oleh pegawai Dishut Provinsi Sulteng tersebut.
Seperti yang dipantau langsung oleh Radar Sulteng Senin belum lama ini (10/12). Terlihat, ada tiga areal perkebunan di KHL milik warga Desa Tangofa hancur hingga tak berbentuk seperti kebun lagi. Pasalnya, hampir semua tumbuhan yang mereka tanam seperti cengkeh, kelapa, merica dan jambu mente habis ditebas oleh para petugas gabungan tersebut.
Selain itu, gubuk yang mereka bangun untuk tempat berteduh atau beristirahat pasca mengurus perkebunan mereka, juga habis dihancurkan oleh para tim gabungan itu. Ada yang dirubuhkan, dan ada pula yang dibakar. Hal ini membuat para pemilik kebun merasa dirugikan, karena tumbuhan yang mereka tanam tidak bisa lagi diharapkan hasil panennya akibat ulah tim gabungan itu.
Salah satu pemilik kebun yang menjadi korban Nursalim saat ditemui di kediamannya belum lama ini, mengaku sangat kaget ketika melihat beberapa buah-buahan yang ia tanam rubuh akibat ditebas oleh para tim gabungan.
“Tanpa ada pemberitahuan ke saya, tanaman saya seperti jambu mente dan pohon durian ditebas oleh mereka. Selain itu, gubuk saya juga dibakar. Saya sebenarnya salah apa, sampai tanaman yang saya belum sempat panen dibuat hancur begini?. Saya sudah tidak tahu lagi mau berbuat apa, karena hasil panen dari apa yang saya tanam itu yang saya sangat harapkan untuk kebutuhan biaya hidup keluarga saya,”ungkap Nursalim dengan nada sedih.
Nursalim menjelaskan, dalam penertiban ini dirinya sangat kecewa dengan tingkah laku aparat gabungan. Sebab, saat melaksanakan penertiban personel operasi jaga bumi tersebut selain bertindak anarkis, juga tak berkoordinasi dengan pemilik tanaman. Bahkan sepertinya pilih kasih karena tidak menertibkan semua perkebunan milik petani yang masuk dalam KHL. “Kalau memang dalam surat perintah itu diperintahkan untuk tertibkan kawasan hutan lindung yang digunakan warga untuk mencari nafkah, harusnya petugas tertibkan secara merata. Masa ada pembedaan, sementara kebun kami sama-sama masuk dalam kawasan hutang lindung. Dimana letak keadilan dalam aksi ini? Saya tanam durian dan jambu mente ini dari tahun 2015, dan tidak lama lagi panen. Kasihan anak isteri saya yang sudah mengharap hasilnya. Saya sudah tidak tahu lagi mau meminta tolong sama siapa, atas kerusakan tanaman saya ini,”keluh Nursalim.
Sementara itu, salah satu saksi mata bernama Suardi yang juga petani yang melihat langsung aksi membabi buta para personel gabungan operasi jaga bumi dalam menertibkan KHL tersebut mengatakan bahwa dirinya sangat kaget ketika melihat puluhan personel merubuhkan dan membakar gubuk milik petani serta mencincang tanaman para petani di Desa Tangofa itu.
“Mereka (personel gabungan,red) saya lihat memakai gergaji, palu dan parang dalam menebas tanaman milik petani. Saya juga melihat mereka membakar rumah pondok para petani yang ada di dalam kebun. Setelah saya tanya kepada salah satu petugas, katanya mereka melakukan itu atas perintah pak Gubernur Sulteng dan pak Presiden. Syukurnya saya cepat datang, kalau tidak saya sudah tidak tahu tanamanku di kebun mau jadi apa juga. Untuk di Desa Tangofa, saya lihat ada tiga kebun petani yang dihancurkan tanaman dan gubuknya,”ungkap Suardi saat ditemui di kediamannya belum lama ini.
Ditanyai terkait aksi penertiban di KHL tersebut, Kepala Desa Tangofa Jumaldin Ahmad menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak menerima surat atau pemberitahuan dari siapapun bahwa akan dilaksanakannya aksi penertiban KHL dalam rangka operasi jaga bumi ini.
“Saya tidak tahu kalau ada aksi itu. Saya baru tahu, setelah pak Camat telepon saya dan memberitahukan kalau ada aksi penertiban itu. Sedangkan pak Camat kasih tahu sama saya, kalau ia tidak menerima informasi bahwa telah dilaksanakannya penertiban di wilayah perkebunan di Desa Tangofa. Intinya, tidak ada seorangpun yang berkoordinasi dengan saya atau sosialisasi kepada pemilik tanaman sebelum melaksanakan kegiatan penertiban ini. Nanti sudah terjadi baru kami tahu,”tegasnya.
Selain itu, pihak Polsek Bungku Pesisir saat ditanyai terkait adanya aksi penertiban di wilayah hukumnya tersebut pihaknya tidak mengetahuinya. Menurut keterangan dari salah satu anggota Polsek Bungku Pesisir yang enggan disebutkan namanya, mereka sama sekali tidak menerima informasi terkait aksi operasi gabungan dalam rangka menjaga bumi itu.
“Jangankan surat pemberitahuan, sms pun kami tidak terima. Nanti sudah terjadi baru kami tahu,”singkat anggota Polsek Bungku Pesisir yang menolak namanya di korankan ini.(fcb)