
PALU-Teater Spontan SMAN 1 Palu sukses mengelar Gebyar Spontan 16-17, yang dilaksanakan pada 28 April lalu di Gedung Olah Seni (Golni), Taman Budaya Palu. Kesuksesan event bertema Berkarya dalam paradigma Spontanitas itu ditandai dengan keberhasilan event wajib tahunan, teater pelajar yang terkenal aktif itu.
Ada beberapa catatan penting yang menjadi indikator keberhasilannya loh guys. Pertama, para aktor mampu bermain di atas panggung dalam durasi yang panjang yakni kurang lebih 80 menit. Padahal, biasanya teater pelajar kebanyakan hanya memainkan naskah teater dengan durasi 20-30 menit.
Kedua, Gebyar Spontan tidak hanya diisi oleh kolaborasi seni dari Kota Palu saja, tapi juga dari Jepang! Yup, kamu tidak salah dengar (baca, red) kok. Ada dua seniman Jepang yang ingin memeriahkan panggung Gebyar Spontan dengan bermainan musik.
Ketiga, Gebyar Spontan juga memberikan ruang kolaborasi kepada teman-teman sanggar seni sekolahan lainnya dalam sesi opening art. Seperti, Sanggar Seni Narangguni SMA Al Azhar Mandiri Palu dan Sinjaleva Palu Perkusi. Bentuk seni yang ditampilkan beragam mulai dari tari tradisional, baca puisi, hingga monolog.
Sementara untuk penampilan utama, diisi oleh pentunjukkan teater berjudul RT Nol RW Nol karya Iwan Simatupang. Naskah ini dimainkan oleh Teater Spontan, yang terdiri dari Moh. Yusfauzan P, Affan Gaffar, Moh. Rifqi Wardana, Krisna Puspita, Iqa Konanti Nandakasih, dan Asyifa Warahma.
Nebukad Nezhar, sang sutradara, mengungkapkan naskah RT Nol RW Nol dimainkan secara utuh sesuai dengan aslinya. Naskah sama sekali tidak diubah atau diadaptasi dengan situasi sosial Sulawesi Tengah. Keputusan cukup berani tersebut diambil oleh Nezhar.
“Saya pilih naskah ini karena belum ada yang pentaskan dan saya ingin mencoba hal-hal yang baru. Selain itu, saya ingin menghadirkan kehidupan para gelandangan di atas panggung,” jelas Nezhar.
Naskah RT Nol RW Nol mengisahkan kehidupan kolong jembatan kota metropolitan. Di mana dikisahkan sekelumit penghuni kolong jembatan yang berjuang hidup. Ada para gelandangan, pengangguran, hingga pekerja seks komersil.
Nezhar mengungkapkan untuk menghadirkan suasana kolong jembatan, para pemain dituntut untuk lebih mengeksplorasi gerak mereka, seperti melihat ke atas saat mengucapkan kata kolong jembatan. Sebab secara tampilan, panggung cukup minimalis dengan properti sentral sebatang tiang penyangga fly over (jembatan, red).
“Suasana yang perlu dibangun bahwa mereka hidup betul-betul hidup seperti gelandangan,”jelasnya.
Dirinya pun berterima kasih kepada segenap kru yang turut mewujudkan Gebyar Spontan. Total sekitar 21 orang kru dan pemain berusia 16-17 tahun yang turut serta dalam produksi. Nezhar pun punya harapan bahwa kerja keras mereka terbayar dengan apresiasi dari masyarakat Kota Palu. Khususnya kalangan pelajar.
“Saya berharap masyarakat mau menonton teater. Bahwa mereka menganggapp teater itu penting ditonton,” ungkapnya.(uq)