Tugas pemadam kebakaran tidaklah mudah. “Penakluk api” ini, harus cepat dan gesit berada di lokasi kebakaran jika tidak ingin diamuk massa. Bisa jadi pahlawan, bisa juga jadi bulan-bulanan. Meski punya tugas yang berat, harapan untuk memiliki penghasilan yang cukup, masih sebatas harapan. Jauh panggang daripada api. Itulah peribahasa yang cocok menggambarkan kondisi petugas pemadam kebakaran di Parigi yang harus selalu siaga, namun jauh dari sejahtera.
LAPORAN : SAFRUDIN/PARIGI MOUTONG

KANTORNYA masih “numpang” di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Parimo. Bersebelahan dengan kantor PDAM Parimo. Terpisah jauh dari kantor Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran, di pusat perkantoran di Jalan Kampali, Kelurahan Kampal yang merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tempat menempel pemadam kebakaran. Beberapa kali wartawan media ini usai salat zuhur ingin bertemu petugas pemadam kebakaran di ruangan kecil samping kantor PDAM itu, hampil seluruh hasilnya nihil. Ternyata memang tidak ada petugas yang bertahan di kantor itu saat siang hari karena tidak ada jatah makan bagi petugas yang piket.
“Kalau siang kami pulang semua. Tidak ada yang mau di sini. Kami pulang makan,” kata salah satu petugas pemadam, yang ditemani dua rekannya yang ditemui beberapa waktu lalu di pagi hari.
Dari petugas pemadam yang tidak ingin disebutkan namanya inilah, terkuak berbagai informasi. Alasannya tidak ingin menyebutkan nama, klasik, tidak ingin pimpinan tahu. Dan menjadi objek semprotan pimpinan.
“Takutnya pimpinan marah dan kita yang kena marah,” kata pria yang mengaku masih bujang itu.
Di ruangan kecil itu, ada ranjang kayu bersusun. Ada 4 ranjang kayu. Juga ada 3 ranjang besi. Semuanya tidak memiliki alas. Tidak ada yang nyaman. Juga ada sebuah televisi kecil dan tiga kursi yang untuk tempat petugas pemadam, sekaligus untuk tamu ketika ada yang berkunjung.
“Telefon ada, tapi ini sudah tidak berfungsi lagi. Kalau kebakaran dulu orang tinggal menelfon di 0450 22057 nomor kantor ini. Tapi sekarang sudah tidak bisa, harus datang memberi tahu ke sini atau menelfon kenalan yang petugas pemadam,” lanjut petugas itu.
Kebersihan, tidak ada yang mengurus. Pasir memenuhi lantai ruangan. Sampah juga terlihat di beberapa sudut ruangan itu. Petugas itu mengungkapkan ruangan yang mereka tempati ini dulunya merupakan ruangan mereka saat masih melekat di Dinas Pekerjaan Umum Parimo. Namun sejak akhir 2016, pemadam kebakaran dipindahkan bergabung dengan Satpol PP, dan sejak saat itu, kondisi petugas pemadam kebakaran makin tak terurus.
“Dulu waktu masih di PU, honor Rp550 ribu. Tanggap Rp100 ribu. Jaga Rp300 ribu. Makan 2 kali, siang dan malam. Juga ada snak diberikan. Pas gabung di Satpol PP, waktu 2017, kita terima gaji hanya 9 bulan. Tanggap dihilangkan. Jaga dikurangi jadi Rp150 ribu. Makan hanya malam, dan tidak ada lagi snak diberikan,” ucapnya merinci.
“Kita ini juga tinggal tunggu diusir. Karena atribut-atribut bertuliskan pemadam kebakaran sudah dicat semua. Sudah direnovasi juga ini gedung. Mau pindah tapi tidak tahu kemana. Di Satpol PP, mau di ruangan mana kita di situ. Teman-teman sempat bilang kalau sudah ke sini orangnya PU, kita mau ke alun-alun saja. Bawa mobil. Sisa duduk-duduk di kafe karena tidak ada kantor,” tambahnya.
Kondisi memprihatinkan pemadam kebakaran tidak hanya pada petugas dan ruangan yang masih numpang. Kendaraan pamungkas pemadam juga tidak dalam kondisi fit. Selangnya banyak yang bocor. Bahkan menurut petugas pemadam, lebih banyak air yang tumpah daripada yang tersemprot ke objek kebakaran.
“Yah begitulah sudah. Kita sudah sering melaporkan ke pimpinan, tapi tidak pernah diperbaiki,” sebutnya.
Ada 4 kendaraan pemadam. 1 rusak total. 3 nya “batuk-batuk”. Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Pemadam Kebakaran juga sudah melihatnya. Sudah tahu kerusakannya. Tahu bahwa kendaraan itu sedang “sakit”. Tapi tidak ada tindakan apa-apa untuk memperbaikinya.
“Mungkin karena tidak ada anggaran,” ucap petugas pemadam itu sambil tersenyum tipis.
“Kita juga tetap harus gunakan biar tidak bagus. Karena mau bagaimana lagi. Dulu waktu masih di PU, kita bisa bawa ke mekaniknya PU untuk diperbaiki karena masih satu dinas. Sekarang kita juga sudah segan. Mau minta perbaiki tentu harus membayar,” tambahnya.
Lalu, bagaimana dengan Kepala Satpol PP dan Pemadam Kebakaran, Joni Tagunu?
Joni yang ditemui juga mengeluh dengan kondisi ini. Anggaran yang tidak cukup, serta ditambah dengan melekatnya pemadam kebakaran di Satpol PP membuat keadaan makin runyam. Joni mengakui saat masuk akhir 2016, kondisi anggaran Satpol PP sangat tidak memungkinkan. Ditambah ada pemangkasan anggaran yang dilakukan untuk OPD yang dipimpinnya itu.
“Dulu honorer Satpol PP cuma terima gaji 6 bulan. Sekarang, pemadam terima full 1 tahun. Satpol PP cuma 9 bulan,” jelasnya.
Joni membandingkan, honorer pemadam berjumlah 40 orang, Satpol PP 250 orang.
Honorer pemadam kata dia lebih besar yakni Rp550 ribu. Sedangkan Satpol PP ada yang hanya menerima Rp250 ribu.
Joni menyebutkan, pihaknya juga sudah melakukan protes dan meminta penambahan anggaran. Bahkan kata dia, pihaknya sempat demo di DPRD Kabupaten Parimo agar ditambahkan penganggaran.
“Kalau sudah ada kamu lalu di sini, kita sempat demo di DPRD situ karena anggaran ini,” tambahnya.
Untuk ruangan pemadam, Joni menjelaskan memang saat ini tidak ada ruangan untuk pemadam di kantor Satpol PP. Yang saat ini ditempati pemadam pun tidak pasti apakah aset PU atau pemadam.
“Tapi sudah mereka (PU) cat tulisan pemadam di kantor itu. Makanya saya mau ketemu Kadis PU untuk perjelas itu aset,” pungkasnya. (*)