BAGAIMANA gurih dan nikmatnya kue tetu-tetu daun pandan disantap saat santai bersama keluarga di rumah. Apalagi kue tetu-tetu itu berisikan gula merah. Sudah pasti nyumi, dan sensasinya tidak akan hilang begitu saja di lidah anda. Nah, kita harus tau dulu bagaimana gula merah itu diproses. Gula merah dari Buol, katanya paling top.
MUCHSIN SIRADJUDIN/BUOL
KABUPATEN Buol Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa. Memiliki wilayah yang cukup luas 4.043,57 km bujur sangkar dan berpenduduk sebanyak 145.254 jiwa (data BPS tahun 2020), dengan kepadatan penduduk sebanyak 36,49 jiwa per km bujur sangkar.
Kabupaten Buol diperkuat 11 kecamatan, memiliki 108 desa dan tujuh kelurahan. Terbentang dari Desa Lakea Kecamatan Lakea di bagian selatannya, yang berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli hingga ke Desa Umu Kecamatan Paleleh di bagian utaranya, berbatasan langsung dengan Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo.
Sebaran pohon aren sebagai bahan dasar pembuatan gula merah tersebar di hampir seluruh wilayah Kabupaten Buol. Tetapi di beberapa tempat ada produksi khusus gula merahnya. Sebut saja misalnya Desa Busak di Kecamatan Busak, sudah terkenal. Kemudian di Desa Mangubi Kecamatan Momunu. Dan jangan dilewati pula Desa Talau di Kecamatan Paleleh.
Salah satu desa yang akan kita ceritakan ini adalah Desa Busak Kecamatan Busak yang memiliki produksi gula merah terkenal, dan bahkan hasil produksinya diminati warga masyarakat dari daerah lain. Misalnya warga Gorontalo membeli sendiri atau dikirim keluarga yang ada di Buol ke Gorontalo.
Begitu juga dikirim ke Tolitoli, Kota Palu, dan Makassar (Sulawesi Selatan), serta Kendari (Sulawesi Tenggara). Ke utara, dikirim pula ke Bolaang Mongondouw, Manado, dan Singir Talaud di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Hasil produksi meski bersifat tradisional pengolahannya, tetapi gula merah atau gula aren (terbuat dari air nira, pohon aren) dari Desa Busak tidak pernah dilupakan oleh pelanggannya. Gula merah ini massif dijual oleh masyarakat Desa Busak, di depan rumah warga dengan cara digantung atau diletakkan di kursi. Hanya hitungan jam, jualan gula merah ini ludes dibeli atau diborong pembeli yang menyinggahi rumah-rumah warga sebagai buah tangan atau oleh-oleh setibanya kembali di tempatnya masing-masing.
Praktis, kalau ke Buol belum menyinggahi Desa Busak untuk membeli gula merah, berarti belum pernah ke Buol. Salah satu tanda bahwa kita pernah ke Buol harus bawa tanda mata (oleh-oleh) khas yaitu gula merah.
Gula merah yang sudah jadi ini dikemas dalam sebuah bungkusan daun woka (sebutan masyarakat setempat) kering. Membuat mata memandang jadi terangsang dan tergoda untuk membeli, yang memang rasanya enak.
“ Kalau kemasan dengan daun woka itu dari Buol punya. Tidak ada di tempat lain. Ini sudah trade mark-nya gula merah Buol, menggunakan daun woka,“ tutur Arhayani Nurdin, salah seorang warga Kota Palu, yang sering memborong gula merah untuk oleh-oleh bila dia menjalankan tugas perjalanan dinas ke Kabupaten Buol.
Lantas bagaimana cara pengolahan gula merah ini. Menurut Ahmad Rahman, salah seorang pengolah gula merah tradisional Desa Busak. Pertama-tama dirinya melakukan proses pengambilan air nira dari pohon aren, dengan memanjat pohon itu melalui tangga bambu yang dibuatnya sendiri. Setelah menyiapkan wadah penampung (jeriken), dia membiarkan air nira menetas hingga beberapa hari.
Setelah berhitung beberapa waktu lamanya, biasanya tiga hari bahkan seminggu lebih, tiba saatnya melihat keadaan wadah penampung untuk mengecek. Ada dua wadah yang disiapkan, satu untuk uapan (jadi minuman keras cap tikus), dan wadah yang menampung khusus air nira. Setelah dipisahkan, lalu air nira tersebut juga cap tikus-nya dibawa turun.
Ahmad Rahman memiliki gubuk untuk memproses air nira menjadi gula merah seperti yang kita kenal dan dijual di pasar-pasar. Gubuknya berjarak sekitar 10 meter dari pohon aren. Disitu dia membuat gula merah dengan caranya sendiri, yaitu merebus air nira hingga pekat dan menebal berwarna kecoklat-coklatan, hingga masak. Lalu gula merah cair tadi dituangkan ke tempurung kelapa yang sudah didesain dan dibersihkan sedemikian rupa untuk membentuk gula merah siap dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual.
“ Yah beginilah kami di sini membuat gula merah dengan cara seperti ini. Batok tempurung kelapa menjadi tempat terbaik untuk mencetak gula merah yang baru dan gurih seperti ini. Silakan dicoba, pokoknya enak, “ ujarnya berpromosi.
Gula merah yang sudah dicetak dalam tempurung tadi lalu dibungkus dengan daun woka kering. Jumlahnya kalau jadi cukup banyak hingga 30 atau 40 bungkus, tergantung dari kesiapan stok air niranya. Kalau banyak (air niranya), tentu jumlah gula merah yang sudah jadi juga banyak.
Usai mengemas gula merah siap jual, Ahmad Rahman lalu memisahkan gula merahnya yang mana mau dijual di pasar dan mana yang mau dijual di rumahnya, digantung di rumahnya. Biasanya, kalau banyak tamu-tamu daerah atau orang lagi pulang kampung dan mau balik lagi ke daerahnya masing-masing di tempat kerjanya mencari nafkah, gula merah miliknya tidak sempat lagi ke pasar, sudah habis diborong orang.
Usaha Ahmad Rahman ini termasuk dalam usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Oleh pemerintah, usaha Ahmad Rahman menjadi target untuk dikembangkan dan dibantu usahanya melalui bantuan pemerintah sebagai stimulus atau perangsang usaha.
Dengan bantuan tersebut, diharapkan UMKM dapat mengembangkan dirinya menjadi sebuah usaha andalan warga desa. Mampu mandiri, memberi kesejahteraan ekonomi untuk dikelola sebagai ladang usaha masyarakat.
Apa saja kegunaan gula merah ini ? Gula merah ini sebagai pelengkap untuk membuat kue atau penganan lanjutan yang enak. Ibu-ibu rumah tangga sudah tau itu, adonan kombinasi gula merah ini dibuat antara lain menjadi kue cucur, kue tetu-tetu, kue halua, kue srikaya nasi pulut, dll. Kemudian, dibuat untuk es kopyor, es oyen, es teler, es dawet, es doger, es pisang ijo, es tape, es cendol, es brenebon, es teh sarang semut, dll.
Dalam sebuah kesempatan kunjungannya di Kabupaten Buol, Wakil Gubernur (Wagub) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) H. Ma’mun Amir pernah mengunjungi sekaligus menyerahkan bantuan alat pengelolaan gula aren atau gula merah kepada kelompok binaan di Desa Mangubi Kecamatan Momunu (1/12/2021) yang lalu.
Pada kesempatan itu, Wagub Sulteng H. Ma’mun Amir didampingi Bupati Buol Amirudin Rauf serta pejabat pendamping dari OPD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, dan beberapa kepala OPD Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buol, dan KPH.
Pada kesempatan itu, Wagub Ma’mun Amir mengatakan, pemberian alat pengolahan itu untuk memberdayakan masyarakat supaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Dikatakan Wagub, saat ini Sulteng masuk dalam jajaran daerah dengan kemiskinan esktrim sehingga perlu kerja keras dan kerjasama semua pihak.
Selain itu, ia berpesan ke masyarakat desa supaya menghidupkan sektor UMKM, misalnya usaha gula aren. “ Karena sektor UMKM ini terbukti paling mampu menghadapi resesi ekonomi, “ pungkas Wagub.(***)