TAJUK

TAJUK | Sekolah Madani dan Spirit Awal Pendiriannya

Dilihat

KASUS dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum guru di SD Negeri Model Terpadu Madani terhadap rekannya sendiri, jelas tidak bisa ditoleransi. Selain berimplikasi hukum pidana, tindakan demikian merupakan pelanggaran etik yang dilakukan seorang pendidik. Maka dengan dilaporkannya kasusnya ini ke Polres Palu, menjadi dasar bagi aparat untuk segera bertindak. Memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti dan petunjuk yang relevan.

Sementara dari aspek etik dan kebijakan, Dinas Pendidikan Sulteng seyogianya segera memproses pelaku dan menjatuhkan sanksi yang sesuai. Disayangkan karena keresahan warga sekolah dan orang tua siswa terhadap keberadaan salah seorang oknum guru sebenarnya sudah lama terjadi. Tapi keadaan ini seolah berjalan tanpa penyelesaian. Klimaksnya adalah terjadinya dugaan penganiayaan di lingkungan sekolah yang menyebabkan suasana menjadi tidak kondusif.

Keresahan ini mendasar. Sebab mana mungkin orang tua akan menitip anaknya di sebuah institusi pendidikan yang di dalamnya bercokol oknum guru yang lebih mengedepankan otot daripada otak. Bagi orang tua, keamanan dan rasa nyaman adalah pertimbangan pertama ketika memilih sekolah. Bagaimana anak-anak dibiasakan dalam suatu lingkungan sosial yang sehat dan kondusif bagi perkembangan mentalnya. Soal proses pembelajaran dan sarana prasarana yang berkaitan dengan prestasi adalah hal kedua.

SD Negeri Model Terpadu Madani merupakan sekolah di bawah binaan Pemprov Sulteng. Berdiri di atas lahan yang cukup luas. Satu kompleks dengan TK, SMP, dan SMA. Pada masanya dibangun dengan harapan  besar agar Sulteng memiliki satu sekolah unggulan. Bukan hanya kelas unggulan. Di sekolah ini, siswanya direkrut dari siswa-siswa terbaik dari seluruh kabupaten/kota. Gurunya pun harus merepresentasikan guru-guru terbaik yang ada di Sulteng.

Bahkan kalau perlu, pengelola kantinnya pun diseleksi secara ketat. Dicari yang bisa berbahasa Inggris agar anak-anak di sekolah itu terbiasa menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Itu ekspektasi yang sangat ideal. Namun berbagai regulasi terkait pengelolaan institusi pendidikan dasar dan menengah yang berubah-ubah menjadi hambatan tersendiri. Tapi dampak perubahan regulasi sebetulnya bisa diminimalkan sepanjang pengambil kebijakan punya komitmen kuat.

Komitmen yang berakar pada spirit awal bahwa sekolah-sekolah madani memang dimaksudkan untuk “berbeda” dengan sekolah yang lain. Tidak bermaksud untuk melakukan diskriminasi tapi memberi peluang bagi anak-anak maupun pendidik dengan kecerdasan di atas rata-rata. Namun sepertinya spirit ini yang hilang kurun waktu terakhir. Akibatnya pihak sekolah sendiri kesulitan dalam banyak hal. Ekspektasi dari luar sangat tinggi berhadapan dengan keterbatasan pendanaan, sekadar untuk menggaji security maupun guru-guru bantu (honorer).

Peristiwa dugaan penganiayaan yang terjadi pekan lalu sebetulnya tidak perlu terjadi bila spirit awal itu dipegang dan dipahami. Kalau sekolah madani diproyeksikan sebagai sekolah unggulan maka guru-guru yang ditempatkan di sekolah itu harusnya yang memiliki nilai plus pula. Plus dalam kompetensi akademik dan kompetensi sosial. Guru yang ditempatkan adalah mereka yang memiliki profil dan rekam jejak yang baik di sekolah sebelumnya. Kasus dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oknum guru terjadi karena tidak terpenuhinya syarat rekam jejak bagi tenaga pendidik. (**)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.