PALU identik dengan kota teluk. Tanpa teluknya yang berlekuk, Palu berarti telah kehilangan salah satu daya tariknya yang paling memikat. Karena merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki kota ini maka Teluk Palu harus dijaga kelestariannya. Dipastikan pemanfaatannya sebesar-besarnya untuk kepentingan bersama. Tidak saja untuk generasi sekarang tetapi untuk generasi yang akan datang. Dipertahankan keberadaannya sebagai ruang publik yang tidak boleh dikapling, dikomersialisasi, dan diprivatisasi.
Oleh karena itu, Pemkot harus kuat memproteksi setiap rencana atau aktivitas yang dapat mengancam eksistensi Teluk Palu sebagai ruang publik. Baik yang dilakukan oleh korporasi atas nama investasi maupun oleh perorongan. Sikap tegas walikota Palu yang menghentikan aktivitas reklamasi yang sudah sempat berjalan merupakan kebijakan yang sangat tepat. Sebab risiko yang bakal muncul di kemudian hari, dengan adanya reklamasi potensial lebih besar dibanding risiko membantalkan sebuah kebijakan yang dicanangkan walikota sebelumnya.
Reklamasi Teluk Palu sudah dibatalkan tapi tidak berarti aktivitas serupa di titik yang lain dalam skala yang lebih kecil sudah berhenti pula. Seperti yang terjadi di Pantai Kelurahan Tondo, sebagai salah satu kawasan yang berada di lingkar Teluk Palu. Ternyata telah berlangsung aktivitas penimbunan laut (reklamasi) di kawasan itu. Alasannya bukan menimbun laut tapi mengembalikan daratan yang tergerus air. Kalau alasan ini dibenarkan maka hampir semua laut bisa ditimbun karena dalam sejarahnya pantai yang ada sekarang sudah mengalami abrasi.
Yang membuat miris karena mereka yang melakukan penimbunan ini bukanlah kalangan pengusaha yang memang selalu memburu lokasi-lokasi yang potensial untuk berinvestasi. Tapi mereka yang melakukan penimbunan (dengan berbagai pembenaran) justeru para pejabat publik yang tersohor di daerah ini. Catatan pemerintah kelurahan Tondo, para pejabat yang melakukan penimbunan antara lain, Amiruddin Rauf (Bupati Buol), Hidayat Lamakarate (Sekdaprov Sulteng), dan Sarifuddin Suding (anggota DPR RI). Sarifuddin Suding, sudah menghentikan aktivitasnya setelah diprotes masyarakat setempat.
Adapun Amiruddin Rauf mengaku sudah mendapat persetujuan dari Pemkot melalui Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan (DPRP). Sekarang dalam proses penyusunan UKL/UPL. Namun menurut Sekretaris DPRP Kota Palu, Aspah belum ada IMB yang dikeluarkan Pemkot. Demikian pula Dinas Lingkungan Hidup Kota Palu mengonfirmasikan belum mengeluarkan izin lingkungan. Artinya pembangunan telah dilakukan mendahului tahapan-tahapan perizinan alias tanpa izin.
Kita berharap agar para pejabat publik memiliki sensivitas yang tinggi ketika bertindak karena akan menjadi contoh bagi masyarakat bawah. Suatu hari bisa saja, ada masyarakat atau pengusaha di Kabupaten Buol yang meniru apa yang dilakukan sang bupati di Kota Palu. Demikian pula Hidayat Lamakarate yang pernah menjabat Walikota Palu, setidaknya punya tanggung jawab moril untuk memastikan bahwa sepanjang pesisir Teluk Palu steril dari aktivitas yang bertentangan dengan hukum. Pada masa Walikota H Baso Lamakarate, justeru beliau yang punya obsesi menciptakan Teluk Palu yang makin indah seperti sekarang dengan merelokasi warga yang bermukim di Pantai Besusu Barat ke Layanan Indah. (**)