TAJUK

TAJUK | Penataan Angkutan di Kota Palu Butuh Dukungan Stakeholders 

Dilihat

UPAYA penataan lalu lintas dan angkutan yang saat ini sedang dilakukan Pemkot butuh dukungan masyarakat. Bila tidak dimulai dari sekarang, ke depan kondisi lalu lintas di kota ini bakal makin sulit untuk dikendalikan. Problemnya sederhana, jumlah kendaraan yang menggunakan jalan terus bertambah sementara lebar dan panjang jalan tidak bertambah secara signifikan. Suatu saat kemacetan akan sulit diatasi dan kenyamanan berkendara akan terus berkurang.

Beberapa waktu lalu rekayasa lalu lintas telah dilakukan. Pada jalur-jalur tertentu diberlakukan sistem satu arah. Jalan-jalan utama telah dipasangi rambu larangan parkir. Upaya penegakan hukum terhadap pelanggar pun sudah diberlakukan. Setelah itu dilakukan larangan bagi kontainer untuk masuk ke dalam kota. Larangan ini meskipun mendapat resistensi ternyata cukup efektif. Kuncinya ada pada konsistensi dan penegakan aturan. Manfaatnya bagi publik pelan-pelan akan dirasakan.

Setelah pelarangan kontainer masuk kota relatif sukses, Pemkot juga telah menetapkan kembali jalur trayek angkutan kota (angkot). Ada enam lintasan trayek yang sudah ditetapkan. Kita harapkan penetapan jalur tersebut telah melalui analisis yang matang sehingga tidak muncul istilah trayek kurus dan trayek gemuk. Trayek kurus berarti potensi penumpangnya rendah dan trayek gemuk berarti potensi penumpangnya tinggi. Kondisi ini memicu rebutan di antara sopir. Tapi sebenarnya bisa diatasi dengan mengatur jumlah armada sesuai dengan potensi penumpangnya.

Penetapan trayek ini sebetulnya bukanlah soal baru. Sudah beberapa kali kepala Dinas Perhubungan berganti tapi aturan yang satu ini termasuk salah satu persoalan di kota ini yang sulit diatasi. Para sopir dan (mungkin) pula penumpang telah terbiasa dan merasa nyaman dengan sistem non trayek seperti yang berlaku sekarang. Di kota-kota lain di Indonesia, angkot beroperasi dengan sistem trayek. Di kota-kota yang menerapkan sistem trayek tersebut, ternyata angkotnya tetap eksis. Tidak seperti di Kota Palu, di mana angkot sudah makin sulit ditemukan.

Bisa jadi, salah satu faktor yang menyebabkan angkot kurang diminati, karena tidak adanya sistem trayek. Penumpang tidak bisa memprediksi waktu perjalanannya untuk sampai pada suatu tujuan. Akibatnya, banyak penumpang beralih menggunakan jenis angkutan yang lain seperti ojek. Ketika penumpang makin berkurang maka secara langsung perusahaan angkot maupun sopir akan berkurang pendapatannya. Dampak lanjutannya,  peremajaan angkot makin sulit dilakukan. Penumpang makin tidak nyaman karena selain waktu yang tidak terprediksi juga kondisi angkot yang tidak nyaman.

Bila Pemkot konsisten memberlakukan kebijakan trayek, kita akan lihat apakah angkot di Kota Palu dapat kembali eksis seperti di kota-kota lain? Selama ini faktor yang dianggap mematikan angkot adalah bertambahnya kendaraan pribadi dan kemunculan ojek. Para pihak sepertinya kurang menyadari bahwa tanpa pengaturan (trayek) secara tidak langsung dapat menjadi penyebab matinya angkot. Karena itu, apa yang telah dilakukan Pemkot saat ini perlu mendapat dukungan dari seluruh stakeholders agar di masa depan angkot kembali eksis. Salah satu indikator kota yang maju adalah tersedianya angkutan publik yang aman, nyaman, dan terjangkau. (**)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.