KEKERASAN terhadap pekerja seks komersial (PSK) masih terus terjadi di eks Lokalisasi Tondo. Hal itu menandakan bahwa praktik prostitusi masih ada dan berlangsung di sana. Namanya saja eks lokalisasi tapi salah satu wilayah permukiman di Kelurahan Tondo tersebut selama ini masih menjadi tempat prostitusi yang aktif. Yang memprihatinkan karena di tempat tersebut kerap terjadi kasus-kasus kriminal, baik yang menimpa PSK maupun pengunjung yang datang.
Secara legal mestinya tidak ada lagi lokalisasi PSK di Kota Palu. Tapi sekali lagi fakta berbicara lain. Yang lebih memprihatinkan lagi karena situasi ini seperti dibiarkan oleh Pemkot. Sejauh ini belum ada upaya yang dilakukan untuk benar-benar membersihkan wilayah itu dari praktik prostitusi yang terlarang. Kalau pun ada razia hanya bersifat insidentil tapi tidak menjadi suatu program yang memiliki target waktu yang jelas.
Implementasi visi-misi walikota untuk merespons eks Lokalisasi sebagai fakta sosial yang perlu ditangani sejauh ini belum tersosialisasi ke publik secara luas. Padahal selalu digaungkan di mana-mana bahwa kota ini harus dibangun di atas fondasi nilai-nilai religius dan adat istiadat. Dengan kasus-kasus yang ada sekarang, publik butuh jawaban ril yang mengimplementasikan pidato-pidato di atas podium menjadi suatu tindakan ril di lapangan.
Kalau kos-kosan di berbagai tempat bisa dirazia dan mereka yang kedapatan melanggar harus disanksi, mengapa eks Lokalisasi Tondo tidak disterilkan dari aktivitas prostitusi? Ada kecenderungan Pemkot tidak mau ambil risiko untuk masalah ini dengan cara tidak menyentuhnya secara dalam. Seolah-olah ingin menghindar dari persoalan yang ada di depan mata sambil mencari soal-soal lain yang lebih sensasional tapi dengan tingkat risiko yang rendah.
Menggerebek pasangan muda-mudi di tempat kos nyaris tidak ada risikonya tapi sensasinya luar biasa. Beda kalau menertibkan PSK di lokalisasi. Mungkin ada penolakan dan perlawanan. Mungkin pula ada kaitannya dengan politik elektoral jika di lokasi tersebut terdapat masyarakat yang memiliki hak pilih pada Pemilukada dalam jumlah yang cukup. Tapi semua ini tidak boleh menjadi alasan bagi Pemkot untuk tidak bertindak.
Bertindak tidak selalu harus dalam makna mengusir para PSK. Sekiranya disepakati bahwa lokalisasi tidak terhindarkan dan itu jauh lebih baik setelah dikaji dari berbagai aspek maka Pemkot sebaiknya melegalkan saja aktivitas prostitusi di tempat tersebut. Mungkin akan kontroversial tapi akan jauh lebih baik karena PSK yang ada di sana bisa diawasi dan diedukasi.
Pilihan itu akan jauh lebih bertanggung jawab dibandingkan membiarkan statusnya ambigu seperti sekarang. Dilarang tapi tetap ada. Akan dibiarkan tapi Pemkot juga tidak mungkin melawan arus penolakan yang pasti sangat kuat di masyarakat. Akhirnya dibiarkan begitu saja tapi korban terus berjatuhan.
Seorang pemimpin daerah dituntut berkeputusan dan bertindak di antara pilihan-pilihan yang sulit sekalipun. (**)