KETUA DPRD Morowali Utara (Morut) Syarifuddin Madjid mendapat fasilitas mobil dinas (mobnas) yang terbilang mewah. Mobil jenis Jeep Wrangler tipe Sport 4 Door Platinum Diesel yang dibanderol dengan harga sekitar Rp1,3 miliar. Harga mobnas ketua DPRD Morut ini melebihi harga mobnas untuk bupati Morut. Mungkin inilah mobnas termewah untuk ukuran ketua-ketua DPRD di Sulteng.
Harga sebetulnya relatif. Jika untuk kepentingan rakyat yang diwakili, tidak arti uang Rp1,3 miliar. Tapi seandainya fasilitas itu tidak kontributif bagi rakyat, keberadaannya layak disoal. Mengapa Pemkab mesti menggelontorkan anggaran daerah yang cukup besar untuk sesuatu yang belum terlalu urgen dan masih bisa ditunda? Apakah tidak ada program yang lebih mendesak dan dibutuhkan?
Sepanjang telah melalui prosedur penganggaran yang benar maka tidak ada yang salah dari aspek yuridis. Persoalannya, karena tindakan pemerintah tidak hanya diukur dari aspek legal semata tapi harus pula mempertimbangkan akuntabilitas publik. Selain benar secara hukum, ada aspek-aspek sosiologis yang perlu diperhatikan. Ini soal kepekaan dan kepatutan seorang pejabat publik.
Tentu tidak fair jika menyalahkan Ketua DPRD Morut secara pribadi. Sebab ketersediaan anggaran untuk pengadaan mobnas tentu atas persetujuan bersama antara Pemkab dengan DPRD. Maka publik perlu tahu, ide ini lahir atas inisiatif siapa? Pihak mana yang lebih aktif untuk menggolkan rencana ini? Apa rasionalisasinya sehingga lolos dalam pembahasan di DPRD?
Deretan pertanyaan ini di atas penting diterangkan agar publik tahu hal-ikhwal berkaitan dengan pengadaan mobnas mewah ini. Agar jangan ada pihak yang mengambil untung dari proses pengadaannya sambil menimpakan seluruh akibat dan kritik kepada yang lain. Agar jangan ada pihak yang sedang melakukan pencitraan sambil berusaha merusak citra pihak yang lain.
Kalau inisiatifnya dari DPRD, mestinya Pemkab yang lebih kritis dan menawarkan alternatif-alternatif yang lebih rasional. Bahkan harus menolak sekiranya anggarannya terlalu fantastis. Sebaliknya, jika Pemkab yang mengajukan proposal, mestinya dewan juga kritis tentang motif semua ini. Jangan sampai ini servis yang berlebihan yang justeru bisa mendegradasi legitimasi wakil rakyat di mata rakyat.
Apa pun motif dan latar belakangnya, saat ini barangnya sudah ada. Maka barang yang sudah ada itu harus benar-benar dimanfaatkan untuk menunjang aktivitas jajaran pimpinan DPRD Morut. Kritik pasti akan muncul dari berbagai penjuru atas keberadaan mobnas. Tapi jangan sampai karena terus menerus dikritik justeru Ketua DPRD Morut tersandera dengan masalah ini.
Terima saja mobnas ini dengan segala kemewahan dan kritik yang menyertainya. Mobnas mewah ini harus menjadi simbol perjuangan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Jangan sampai “pemberian” mobnas mewah justeru mengamputasi sikap kritis DPRD sebagai mitra pemerintah daerah. Jika itu terjadi maka rakyat rugi dua kali.
Rugi karena anggaran pengadaan mobnas terlalu besar. Rugi pula karena dengan keberadaan mobnas tersebut, wakil rakyat justeru kehilangan sikap kritisnya terhadap eksekutif. Makin mewah fasilitas yang diberikan maka seharusnya seorang wakil rakyat makin berpihak pada kepentingan rakyat. Bukan justeru bertukar tambah kepentingan dengan pimpinan eksekutif. (**)