TAJUK

TAJUK | Ketika Warga Mulai Membandingkan Hidayat Dengan Cudy

Dilihat

MASA kepemimpinan Walikota Hidayat dengan Wakil Walikota Sigit Purnomo Said sudah menjelang dua tahun, sejak dilantik pertengahan Februari 2016 lalu. Kurun waktu hampir dua tahun merupakan fase konsolidasi yang penting dan menentukan. Baik antara walikota dengan wakil walikota maupun antara walikota dan wakil walikota dengan jajaran birokrasi. Termasuk konsolidasi eksekutif dengan legislatif sebagai unsur pemerintahan daerah.

Bila tahun-tahun pertama, program-program yang dilaksanakan masih merupakan warisan walikota sebelumnya tapi pada tahun kedua, apa yang dilaksanakan sudah murni apa yang direncanakan sendiri. Program dan kegiatan Pemkot pada fase ini merupakan penjabaran visi misi yang disampaikan Hidayat dan Sigit dalam kampanye Pemilukada. Demikian pula para pejabat birokrasi yang menjadi ujung tombak pelaksanaan program dan kegiatan Pemkot, sepenuhnya hasil seleksi Walikota Hidayat.

Artinya, pada fase jelang dua tahun ini,  perencanaan dan kendali Pemkot Palu sepenuhnya ada di tangan Hidayat sebagai walikota. Sudah mulai terasa apa yang membedakan dengan pemerintahan sebelumnya. Pendekatan pembangunan ala Walikota Hidayat dengan pendekatan pembangunan ala Rusdy Mastuara alias Cudy, walikota sebelumnya, sudah makin kontras perbedaannya. Warga sudah mulai merasakan sentuhan yang berbeda dari kedua pemimpin tersebut.

Konsekuensi logis dari semua itu adalah warga Kota Palu mulai memberi penilaian dengan cara membandingkan antara walikota sekarang dengan walikota sebelumnya. Cara warga membandingkan bukan dengan indikator-indikator yang berbasis angka-angka statistik tapi lebih pada persepsi mereka terhadap suatu keadaan. Refleksi mereka tentang program-program pemerintahan yang dinilai memberi manfaat. Seperti terungkap dalam reses yang dilakukan salah seorang anggota DPRD Kota Palu dari daerah pemilihan Palu Timur dan Mantikulore.

Warga mulai mempertanyakan kelanjutan pembagian tanah. Tiga tahun yang lalu warga di Kelurahan Talise pernah dijanjikan pembagian tanah oleh Pemkot. Pembagian tanah kepada warga merupakan bagian dari program Zero Poverty yang digagas Walikota Rusdy Mastura kala itu. Meskipun sudah dikeluarkan dana ratusan juta untuk kepentingan Amdal, program ini belum sempat dieksekusi tapi pergantian kepemimpinan sudah terjadi. Bagi warga pembagian tanah adalah program Pemkot sehingga siapa pun walikotanya berkewajiban mewujudkannya.

Demikian halnya dengan program pada karya. Meski sudah sempat berjalan beberapa tahun tapi setelah pergantian walikota, program ini diamputasi secara pelan. Kini, warga mulai membandingkannya dengan program K5 yang dicanangkan Walikota Hidayat. Warga menilai hasil padat karya lebih ril dan bermanfaat dibanding K5. Persepsi warga terhadap manfaat suatu program akan berbanding lurus dengan tingkat kepuasan terhadap seorang pemimpin. Tingkat kepuasaan, pada saatnya akan memengaruhi pilihan warga untuk menentukan, apakah seorang pemimpin layak untuk dipilih kembali atau harus diakhiri satu periode saja. (**)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.