FOTOTAJUK

TAJUK | DPRD Palu Makin Maksimal  dalam Fungsi Pengawasan

Ilustrasi aksi teaterikal oleh seniman di Kantor DPRD Palu beberapa waktu lalu. (Foto: bmzIMAGES)
Dilihat

PENGAWASAN merupakan salah satu fungsi lembaga perwakilan. Fungsi ini menentukan dua fungsi yang lain, yakni fungsi legislasi dan fungsi anggaran. Sebaik apa pun substansi peraturan daerah yang disusun bersama dengan eksekutif tanpa disertai pengawasan, hasilnya tidak akan sesuai harapan. Demikian pula dalam pelaksanaan fungsi anggaran. Tanpa disertai dengan pengawasan setelah anggaran ditetapkan, peluang terjadinya penyimpangan sangat terbuka.

Maka fungsi pengawasan dapat dikatakan sebagai fungsi yang menentukan keberhasilan fungsi yang lainnya. Warga Kota Palu patut bersyukur karena sejauh ini, DPRD Kota Palu relatif menjalankan fungsi pengawasannya dengan sangat baik. Berbagai program Pemkot dikritisi dengan tajam dan tetap objektif. Seperti pergeseran anggaran untuk pembangunan kantor organisasi perangkat daerah (OPD) yang sempat menjadi polemik beberapa waktu lalu.  Apa pun penjelasan Pemkot dan hasil akhir dari proses yang berjalan, DPRD Palu telah menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.

Sebelum itu, ada program Palu Nomoni yang juga mendapat kritik keras dari DPRD. Bagi wakil rakyat, sebuah kegiatan dengan dana yang cukup besar mestinya punya pengaruh dan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Sikap kritis DPRD Palu ini sangat rasional sebab saat ini masih banyak persoalan-persoalan ril yang sebetulnya dihadapi masyarakat.  Seperti masalah kebersihan kota, drainase yang tersumbat,  dan jalan-jalan di perumahan warga yang rusak.

Kini, DPRD Palu kembali mempersoalkan pembiayaan guru pendidikan seni yang dikerjasamakan dengan Dewan Kesenian Palu (DKP). Muhammad Iqbal Andi Magga, anggota DPRD Palu dari Fraksi Partai Golkar, menemukan adanya penyimpangan di lapangan. Dalam rapat antara Komisi A dengan Dinas Pendidikan, mantan Ketua DPRD Palu ini mengatakan tidak ada pengajar seni yang dikirim oleh DKP ke 26 SMP yang ada di Kota Palu.

Ironisnya karena pihak sekolah tetap mengeluarkan dana dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai kegiatan dimaksud. Iqbal meminta agar Walikota mencabut instruksi yang menjadi dasar bagi pihak sekolah untuk mengeluarkan dana kepada DKP. Sebaliknya pihak DKP diminta mengembalikan dana yang diterima dari sekolah karena tidak pernah melaksanakan kewajibannya.

Tanpa sikap kritis anggota dewan, rasanya hal-hal seperti ini tidak akan terungkap ke publik. Padahal di satu sisi, sekolah sudah memiliki keterbatasan dana untuk berbagai pembiayaan. Dari dana yang terbatas itu pun,  dialokasikan lagi untuk sesuatu yang kurang jelas manfaatnya. Kita berharap agar Dinas Pendidikan respons dan serius menangani masalah seperti ini. Lebih baik ditata dari sekarang daripada bertumpuk menjadi temuan yang potensial menjadi pelanggaran hukum di kemudian hari.

Lain pula kritik yang disampaikan Ridwan Alimuda selaku juru bicara Fraksi Restorasi dalam penyampaian nota pengantar Raperda tentang Pertanggungjawaban APBN Tahun 2017. Ia menyoroti kinerja tim ahli Pemkot yang dinilai tidak mampu melakukan sinkronisasi program OPD. Hal lain yang menjadi sorotan adalah Silpa yang masih terlalu besar. Berbagai kritikan yang disampaikan anggota DPRD sekiranya dapat menjadi perhatian walikota dan jajarannya. Pemkot tidak boleh alergi dan resisten terhadap kritik dari wakil rakyat maupun dari rakyat itu sendiri. (**)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.