PRAKTIK wartawan abal-abal masih menjadi fenomena di masyarakat. Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo mengatakan praktik demikian ini, hampir terjadi di seluruh Indonesia. Citra wartawan profesional yang bekerja berdasarkan kode etik junalistik dan patuh terhadap undang-undang pers pun menjadi rusak dan ikut terciderai.
Penertiban praktik jurnalistik yang menyimpang sebenarnya sudah diupayakan dengan berbagai cara oleh Dewan Pers. Salah satunya adalah melakukan uji kompetensi wartawan (UKW) dan verifikasi perusahaan pers. Dengan UKW akan tersaring mana wartawan profesional dan mana yang tidak. Melalui verifikasi akan terdeteksi mana perusahaan pers yang memenuhi syarat undang-undang dan mana yang belum.
UKW dan verifikasi perusahaan pers pun sebenarnya tidak mutlak. Dari wartawan pemegang sertifikat dan perusahaan yang terverifikasi pun masih terbuka peluang untuk menyimpang. Tapi setidaknya dengan adanya instrumen tersebut akan membantu meminimalkan tindakan-tindakan penyimpangan yang berlindung di balik kebebasan pers dan profesi jurnalistik.
Apa yang dilakukan Dewan Pers dengan dukungan penuh organisasi profesi wartawan seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Ikatakan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) diharapkan secara pelan akan meningkatkan profesionalitas wartawan Indonesia. Wartawan yang profesional akan mendorong kebebasan pers yang berkualitas dan melahirkan demokrasi yang bermutu.
Tapi masalah ini tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada Dewan Pers maupun organisasi pers yang ada. Peran pemerintah dan masyarakat sangat menentukan. Sebab pers tidak bekerja di ruang hampa. Ia bekerja dan berinteraksi dengan dunia luar. Negara tentu tidak boleh membatasi kebebasan pers. Sebaliknya pemerintah dan masyarakat harus ikut mendorong pers yang sehat.
Negara dan pemerintah melalui aparaturnya dituntut memainkan peran yang tepat dan proporsional dalam upaya menjaga kebebasan dan profesionalitas pers. Peran yang dimaksud adalah mendukung upaya Dewan Pers untuk menegakkan profesionalitas wartawan. Sudah saatnya pemerintah dan pemerintah daerah bersikap kritis terhadap aktivitas wartawan maupun perusahaan media yang tidak memenuhi syarat undang-undang.
Masyarakat pun harus terus menerus diedukasi untuk mengenali dan membedakan, antara praktik jurnalistik profesional dan abal-abal. Dengan pengetahuan yang cukup maka masyarakat akan menolak dan melawan praktik-praktik pemerasan yang dilakukan oknum-oknum tertentu dengan menggunakan profesi wartawan sebagai tameng. Hanya dengan peran pemerintah dan partisipasi masyarakat maka apa yang sedang menjadi konsen Dewan Pers saat ini akan terwujud. (**)