PENANAMAN pohon peneduh di atas trotoar di Jalan Abdul Rahman Saleh Kecamatan Palu Selatan, menjadi sorotan anggota DPRD Kota Palu. Proyek Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tersebut dinilai oleh Ketua Komisi C DPRD Palu, Sophian R Aswin telah mengambil hak pejalan kaki.
Trotoar dibangun sebagai bagian dari fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas yang secara khusus diperuntukkan untuk pejalan kaki. Karena itu, troator harus dibebaskan dari aktivitas atau keberadaan benda yang dapat mengurangi kenyamanan atau bahkan menghambat lalu lintas para pejalan kaki.
Tidak sama dengan di kota-kota besar di Indonesia, keberadaan trotoar di Kota Palu belum dianggap sebagai sesuatu yang vital. Tidak semua ruas jalan dilengkapi dengan fasilitas pedestrian ini. Untuk jalan yang sudah memiliki trotoar pun kerap disalahfungsikan. Seperti penggunaan trotoar untuk tempat parkir hingga pemasangan baliho oleh warga. Aktivitas semacam ini jelas mengganggu fungsi trotoar yang dimaksudkan sebagai fasilitas khusus bagi para pejalan kaki.
Pemkot sendiri sepertinya kurang memberi perhatian untuk soal ini. Terbukti dengan tidak selarasnya pembangunan trotoar dengan penanaman pohon peneduh sebagaimana yang telah dikritik anggota DPRD. Padahal antara trotoar dengan pohon peneduh sebetulnya bersifat saling komplementer. Pejalan kaki akan nyaman menggunakan trotoar jika di sepanjang troator tumbuh pohon peneduh yang dapat melindungi dari sengatan panas matahari.
Karena keberadaannya yang saling melengkapi maka konsep pembangunan trotoar dengan penanaman pohon peneduh harus disinergikan sejak tahap perencanaan. Munculnya kritik dari anggota DPRD berkenaan penanaman pohon peneduh yang menggunakan troator disebabkan tidak terkoordinasinya program masing-masing organisasi perangkat daerah. Kesan yang muncul kemudian, karena program penghijauan di jalan raya sudah dianggarkan maka bibit-bibit pohon yang ada harus segera ditanam tanpa memperhitungkan lagi aspek-aspek yang lain.
Kondisi semacam ini tidak saja terjadi di Kota Palu. Di berbagai daerah, fasilitas-fasilitas jalan seperti trotoar dan drainase yang dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum rusak terbongkar oleh akar-akar pohon yang ditanam DLH. Sebaliknya, pohon yang ditanam dengan proyek DLH harus ditumbangkan ketika berhadapan dengan proyek Dinas Pekerjaan Umum untuk kepentingan pelebaran jalan maupun pembangunan drainase.
Agar masalah-masalah seperti ini tidak terus berlanjut dan terkesan dipelihara maka dibutuhkan keterpaduan dalam perencanaan. Membangun trotoar dan menanam pohon peneduh, bukan sekadar urusan Dinas PU dan DLH. Instansi terkait lainnya seperti Dinas Perhubungan dan Dinas Penataan Ruang harus pula dilibatkan. Supaya kita bisa keluar dari lingkaran setan, antara proyek di satu instansi dengan instansi lainnya tidak saling mendukung. Akhirnya rakyat tidak mendapat manfaat dari proyek-proyek yang dananya bersumber dari pajaknya sendiri. (**)