PALU – Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bakal calon anggota DPR RI periode 2019-2023 dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Tengah (Sulteng), Ahmad Hi Ali, diduga bermasalah. Di dalam SKCK tersebut, tidak mencantumkan bahwa Bendahara Umum Partai Nasdem memiliki catatan kriminal.
Padahal, sebagaimana diketahui publik, Ahmad Hi Ali pernah divonis penjara selama 6 bulan penjara, atas kasus kepemilikan narkotika. Radar Sulteng pun, mencoba menelusuri dari mana SKCK tersebut berasal. Pihak Polda Sulteng sendiri yang dikonfirmasi perihal terbitnya SKCK tersebut, membantah jika SKCK terebut dikeluarkan Ditintelkan Polda Sulteng.
Menurut Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hery Murwono, anggota DPR RI tersebut, sempat ingin mengurus SKCK di Ditintelkam Polda Sulteng, namun sesuai aturan Peraturan Kapolri khusus pengurusan SKCK untuk kepentingan pencalonan anggota DPR RI, maka harus diurus di Baintelkam Mabes Polri. “Ditintelkam Polda Sulteng pun mengarahkan untuk pengurusan SKCK beliau harus di Baintelkam Mabes Polri,” terang Hery.
Hery menjelaskan, bahwa sudah jelas, terkait pemberian SKCK kepada Bacaleg DPR RI, ketentuan pemberian SKCK diatur didalam Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SKCK. Akan tetapi untuk menyikapi beberapa keluhan anggota DPR RI terkait sempitnya waktu pendaftaran caleg yang berpotensi menimbulkan permasalahan dalam proses pencalegkan DPR RI dan DPD RI, maka ada kebijakan agar memperbolehkan pengurusan SKCK di Polda untuk warga yang ingin mengurus pencalegkan sebagai anggota DPR RI dan DPD RI cukup di Polres atau Polda, sesuai domisili pemohon SKCK. “Tapi untuk yang bersangkutan (Ahmad Ali) bukan Polda Sulteng yang keluarkan SKCK-nya,” tandas Hery.
Diketahui pula ternyata SKCK tersebut diajukan sebagai syarat diterbitkannya surat tidak pernah dipidana oleh pengadilan. Untuk memastikan hal tersebut, wartawan Radar Sulteng melakukan penelusuran dan mendapatkan arsip data di Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri Palu. Ternyata SKCK tersebut diterbitkan oleh Direktorat Intelijen dan Keamanan (Ditintelkam) Polda Metro Jaya, dengan Nomor SKCK/YANMAS/5995/VI/YAN 2.3/2018/DIT.INTELKAM yang dikeluarkan pada 25 Juni 2018. Di dalam surat tersebut, nyatanya memang tidak mencantumkan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki catatan atau keterlibatan dalam kegiatan kriminal apapun.
Padahal, sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Palu, dengan nomor :371/PID.B/2004/PN.PL tertanggal 5 September 2005, Ahmad Hi Ali dijatuhi pidana hukuman penjara selama 6 bulan, dengan denda Rp1.000.000 subsidair 1 bulan penjara, atas dakwaan pasal 14 ayat 3, pasal 14 ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. Hukuman tersebut diputuskan hakim ketua Achmad Iswandi SH dengan hakim anggota Hastopo SH dan Ibrahim Palino SH.
Namun putusan itu tidak terupdate di data base register perkara di PN Palu, yang baru diberlakukan tahun 2014. Sehingga pihak PN Palu, hanya berpatokan di SKCK yang diterbitkan oleh Ditintelkam Polda Metro Jaya serta Surat Pernyataan yang dibuat oleh Ahmad Hi Ali yang menyatakan bahwa dirinya tidak pernah dipidana. Hingga akhirnya terbitlah surat keterangan tidak pernah dipidana atas nama Ahmad Hi Ali, dengan nomor :408/SK/HK/6/2018/PN.Pal, tertanggal 29 Juni 2018.
Dikonfirmasi terkait terbitnya surat keterangan tidak pernah dipidana tersebut, Humas PN Palu, Lilik Sugihartono SH, mengatakan surat tersebut, diterbitkan pengadilan berdasarkan permohonan yang diajukan Ahmad Hi Ali. Dia juga menjelaskan, permohonan memang harus dilengkapi dokumen persyaratan, mulai dari melampirkan SKCK, KTP, KK, Ijazah foto copy maupun asli. Kemudian surat pernyataan tidak pernah dipidana yang dibuat sebenar-benarnya oleh pemohon. Namun belakangan diketahui kalau surat keterangan tidak pernah dipidana itu terbit berdasarkan data surat pernyataan yang dibuat dengan keterangan yang tidak sebenar-benarnya dari pemohon. “Dalam surat pernyataan yang dibuat dan ditandatanganinya Ahmad Hi Ali SE, memberikan keterangan kalau dia tidak pernah dipidana atau tidak sedang menjalani pidana,” ujar Lilik Sugihartono.
Surat pernyataan itu, memang menjadi salah satu yang harus dipenuhi, dalam memohonkan surat keterangan tidak pernah dipidana dari ketua pengadilan. Namun sejatinya haruslah dibuat dengan pernyataan yang sebenar-benarnya. Jika tidak, konsekwensinya akan berdampak kepada pemohon sendiri.
“Surat pernyataan Ahmad Hi Ali SE dibuat dan ditandatangani di atas materai 6000. Tanpa tanggal, tetapi hanya menerangkan bulan dan tahun pembuatan,” sebut Lilik lagi sembari menunjukan surat pernyataan yang dibuat dan dijadikan Ahmad Hi Ali sebagai lampiran dalam berkas permohonannya.
Isi keterangan Ahmad Hi Ali dalam surat pernyataan itulah yang kemudian menurut Lilik tidak berdasarkan kenyataan dan fakta yang sebenarnya. Sementara PN Klas IA/PHI/Tipikor Palu, masih menyimpan fakta data arsip bahwa di tahun 2004 hingga 2005 silam, Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem tersebut pernah berperkara dan dipidana penjara karena kasus dugaan psikotropika, yakni kepemilikan sabu-sabu.
“Keterangan yang diberikan dalam surat pernyataan itu bukan keterangan yang sebenarnya. Dia menyatakan tidak pernah dipidana sementara faktanya yang bersangkutan pernah dipidana,” sebut Lilik lagi.
Fakta itulah yang bertentangan dengan surat pernyataan yang dilampirkan Ahmad Hi Ali SE dalam memohonkan surat keterangan tidak pernah dipidana untuk pileg 2019. “Lamanya pidana itu mungkin tidak menjadi permasalahan. Tetapi memberikan keterangan yang tidak benar, itulah masalahnya. Karena pada akhirnya menyebabkan pengadilan mengeluarkan surat tidak pernah dipidana tidak berdasarkan data sebenarnya pula,” jelasnya.
Lilik juga mengakui terkait hal ini termasuk kecolongan. Apalagi saat itu memang pemohon surat keterangan tidak pernah dipidana membludak. Padahal kejujuran dalam memberikan keterangan itu lebih baik. Sehingga pengadilan juga akan menerbitkan surat keterangan tidak pernah dipidana sesuai fakta yang sebenarnya.
“Kan ada template atau formatnya tersendiri. Jika dia pernah berperkara pidana kita akan tuliskan demikian sesuai fakta. Mulai dari putusan pengadilannya nomor perkara berapa. Dituntut berapa, kemudian divonis berapa, kemudian keterangan lainnya,” tutup Lilik.
Sama halnya dengan surat permohonan tidak pernah dipidana, di dalam SKCK juga harus disampaikan keterangan yang sebenar-benarnya. Dijelaskan sumber di Ditintelkan Polda Sulteng, bahwa seharusnya apa yang disampaikan itu lah yang dituangkan ke dalam SKCK. “Apa yang dia sampaikan misalnya dia tidak pernah terlibat tindakan kriminal apapun, juga harus disampaikan sejujur-jujurnya,” kata sumber yang meminta namanya tidak dikorankan tersebut.
Dikonfirmasi terpisah terkait SKCK-nya yang diduga bermasalah, Ahmad Hi Ali menanggapi dingin soal tudingan tersebut. “Sejauh ini SKCK mana yang dimaksud saya belum pernah baca, “ kata Ahmad M Ali, Rabu (19/9) kemarin.
Intinya, tambah Ahmad Hi Ali, di surat keterangan tidak pernah dihukum oleh pengadilan. Substansinya adalah bahwa dirinya benar tidak pernah dihukum dan tidak pernah menjalani hukuman, dan tidak pernah dihukum dengan ancaman maksimal 5 tahun ke atas. “Kalau ada tuduhan menyatakan saya melakukan pembohongan publik. Loh, yang buat SKCK itu saya atau polisi, “ sergahnya.
Menurut Ahmad, pernyataan di pengadilan (surat PN Palu, red) disebutkan yang bersangkutan tidak sedang menjalani hukuman. Kedua, yang bersangkutan tidak pernah dipidana dengan ancaman penjara di atas 5 tahun. “Nah, saya pernah dipenjara seperti saya bilang. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 pasal 14 ayat 3 dan 4 itu dituntut atau diancam pidana 3 tahun atau denda 60 juta. Apa yang salah dari situ, saya tidak salah. Kan tidak kena,” tandasnya.
Bendahara Umum DPP Partai NasDem ini pun mengatakan, kalau dirinya melakukan perbuatan yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara, itu baru kena, dan bisa dituduh melakukan pembohongan publik terkait SKCK dia di Polda Metro Jaya Jakarta itu. “Kalau saya misalnya dipenjara 6 tahun itu baru kena,” sebutnya.
Diakuinya, dirinya di masa lalu pernah dihukum dengan perkara narkoba, apa bedanya dengan pejabat yang lain di Sulawesi Tengah. “Saya tidak menyangkal dan mengingkari itu, dan saya sudah sampaikan di facebook. Saya kira tidak ada lagi masalah, yang dipermasalahkan ini, “ ujarnya.
Namun demikian, diakhir konfirmasi, Ahmad Ali menyatakan yang mengetahui SKCK dirinya adalah kepolisian. “Karena yang menyidik saya adalah polisi. Seharusnya ketika saya bermohon SKCK mereka menyelidiki rekam jejak saya dong. Kan mereka yang mengeluarkan SKCK kok, “ cetusnya.
Dikatakannya, bila dikemudian hari ada yang keliru, yah diperbaiki. “Kalau kemudian kalian tanya apakah saya memenuhi syarat untuk menjadi Caleg, yah tanyakan ke KPU dan Bawaslu. Kemudian kalau saya terpilih, yah tanyakan ke masyarakat. Jangan Tanya sama saya,” tandasnya. (cdy/who/mch)