Uncategorized

Sembilan Caleg di Balut Palsukan Ijazah

Dilihat
ILUSTRASI IJAZAH PALSU/JAWAPOS.COM

PALU – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banggai Laut (Balut) baru saja melakukan penindakan hukum terhadap terduga ijazah palsu yang digunakan oleh para calon anggota legislative (Caleg) di wilayah hukum Kabupaten Balut.

Ada Sembilan orang caleg sudah diproses di pengadilan, delapan dihukum, dan satu orang caleg dinyatakan tidak terbukti. Tetapi satu tidak terbukti itu, menjadi bahan naik banding bagi Bawaslu Balut.

“Yah kami kini sedang melakukan upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan yang mengadili, telah membebaskan satu orang caleg yang terindikasi berijazah palsu dari Partai Gerindra, dan sekarang berposisi sebagai Wakil Ketua DPRD Banggai Laut,” terang Ketua Bawaslu Balut, Suparto Bungalo SH.

Dalam keterangannya kepada Radar Sulteng, Senin (3/12) kemarin, Suparto Bungalo mengatakan, penanganan kasus ijazah palsu caleg Kabupaten Balut sudah sesuai arahan dari pimpinan Bawaslu Sulteng, Jamrin Zainas SH MH, selaku koordinator Penindakan Pelanggaran Bawaslu Sulteng.

Diungkapkan Suparto bagaimana proses penanganan ijazah palsu itu dilakukan hingga diadili di Pengadilan Negeri (PN) Balut. Kasus ijazah palsu yang melilit caleg dan diantaranya anggota DPRD Balut saat ini, ditangani langsung oleh Bawaslu Balut, lalu dinaikan ke Gakumdu. “Gakumdu itu ada tiga unsur, ada Bawaslu, ada penyidik dan penuntut umum. Kemudian dalam rapat pleno Gakumdu itu, kita membahas kasus memalukan ini, dan dikatakan boleh dinaikan statusnya di Gakumdu, “ kata Suparto.

Di Gakumdu katanya dilakukan pembahasan awal, bahwa ternyata kasus ini harus dilakukan penyidikan lebih awal. “ Makanya dalam rangka penyidikan kita melakukan klarifikasi dan sebagainya ke berbagai pihak. Klarifikasi dilakukan didampingi oleh penuntut umum dan teman-teman penyidik. Klarifikasi itu dilakukan ke Dinas Pendidikan, Kopertis, Kementerian, Podik, dan perguruan tinggi yang bersangkutan, “ paparnya.

Dari hasil klarifikasi itu, tambahnya, dinaikan ke penyidikan. Prosesnya di penyidikan pada 15 Oktober 2018, penerusan tindak pidana Pemilu. Karena dalam Undang-undang menegaskan dikatakan 1×24 jam itu dilaporkan ke penyidik. “ Setelah laporan teman-teman penyidik menindaklanjuti apakah kasus yang dinaikan itu telah memenuhi unsur atau tidak. Teman-teman juga lakukan hal yang sama menemui pihak-pihak terkait di Kementerian, Dapodik, Kopertis, dan lembaga-lembaga lainnya, “ ungkapnya.

Menurutnya, ada beberapa perguruan tinggi menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah sekolah. Kopertis menyatakan kalau tidak sekolah itu tidak absah, atau tidak sah. Makanya Bawaslu bersama penyidik menindaklanjutinya. “ Dari Sembilan kasus itu delapan kasus kita naikan ke pidana Pemilu dan satu kasus kita naikan ke pidana umum, “ sebutnya.
“Mengapa berbeda, karena delapan kasus ini dipakai di pendaftaran di KPU.

Sedangkan satu kasus ini yang bermasalah yaitu ijazah di tingkat bawahnya. Satu orang ini ijazah SD dan SMP nya tidak ada. Tetapi Paket C SMA sederajatnya ada. Makanya itu di tingkat pidana umum, “ imbuhnya.
Sedangkan delapan caleg lainnya diproses, terindikasi menggunakan ijazah palsu SMA dan sederajat, paket C, dan yang menggunakan ijazah sarjana. “Yang menggunakan Paket C itu ada empat orang, pada 13 Oktober melakukan pendaftaran dan 21 Oktober ijazah Paket C nya keluar. Makanya kami menduga ini ada masalah, karena ijazah keluar tidak lama setelah mendaftar, “ ujar Suparto.

Setelah semua berkas dilimpahkan, penuntut umum mengingatkan perlu ada kesaksian ahli atau pakar hukum, sehingga digunakanlah jasa ahli hukum pidana dari Universitas Tadulako, Dr Abd Wahid. Dari keterangan ahli hukum inilah diketahui telah terjadi pemalsuan ijazah. Setelah diproses dinaikkan ke tingkat pengadilan, selama tujuh hari kerja. “ Kami berterima kasih kepada penyidik, penuntut umum, dan majelis hakim. Karena hakim mengejar waktu, untuk memenuhi waktu tujuh hari kerja itu, “ sebutnya.

Akhirnya setelah bekerja secara marathon, hakim yang mengadili kasus ini memvonis para terdakwa, dua orang dihukum satu bulan, empat orang dihukum 6 bulan percobaan dan denda Rp 2 juta. Sementara, satu orang divonis bebas.

“Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut para terdakwa ini paling rendah 6 bulan penjara. Sebenarnya hukuman maksimalnya 6 tahun, sebagai efek jera , makanya tuntutannya hanya 6 bulan, “ terangnya.

Terkait adanya vonis bebas, mengherankan Bawaslu, kasus yang sama tetapi hukumannya berbeda, divonis bebas yaitu Ketua Gerindra Balut yang juga Wakil Ketua DPRD Balut. “ Kami dari Bawaslu melakukan upaya banding, “ tegasnya, setelah pihaknya melakukan rapat untuk menentukan sikap selanjutnya menghadapi vonis bebas ini.

Menjadi pertanyaan Bawaslu Balut kini, tambah Suprapto, apakah karena si terdakwa itu ketua Gerindra sehingga lolos dari jeratan hukum. Mestinya, dengan tuntutan yang sama, hukumannya pun harus sama. Minimal satu bulan penjara. Yang penting ada hukuman untuknya.

Sidang Banding, kata Suprapto akan digelar pada hari Rabu pekan ini, sesuai dengan undang-undang upaya banding dalam perkara pidana pemilu itu hanya tiga hari kerja.

Berikut ini nama-nama anggota DPRD Balut yang diduga ijazah palsu, seperti yang disampaikan Ketua Bawaslu Bangkep, Suparto yang kasusnya masuk dipidana umum yakni Ramalan dari PAN (ijazah SD dan SMP tidak ada), Kepala sekolah mengatakan yang bersangkutan tidak pernah sekolah di SD dan SMP, tetapi ijazah paket C nya ada.

Kemudian Suryanto Tanos, Bendahara NasDem, terbukti ijazahnya meragukan. Selanjutnya Erlina Yakum, Ketua Perindo Balut, diduga memalsukan ijazah paket C. Setelah itu Irwadi Lapala, dari PPP, diduga memalsukan ijazah paket C. Berikutnya Irnawati Huluan, dari Perindo, terbukti memalsukan paket C nya. Selanjutnya, Pinsilas dari PDIP, terbukti memalsukan ijazah S1 nya. Kemudian Daeng Abd Majid, dari Partai Demokrat terbukti ijazahnya palsu.

Ada juga dari Partai NasDem, namanya Muh Tanjung Dg Pallawara, diproses tetapi berakhir sampai di penyidik, bahwa kasus ini sudah kedaluarsa. Karena sudah lewat satu hari.

“Tetapi kami melihat ini deskresi, tidak dipakai kedaluarsanya. Mengapa kita pakai deskresi, karena waktu itu penyidik yang bersangkutan berada di Jakarta. Ketika pulang dan singgah di Luwuk, tidak ada kapal, maka dia bertahan di Luwuk. Besoknya sampai di Balut sudah dinyatakan kedaluarsa. Tetapi bagi kita itu harus ada deskresi. Sekarang kasusnya masih tertahan di penyidik. Tinggal melihat kedepannya apakah diproses atau tidak, “ pungkasnya. (mch

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.