PARIMO – Satu rumah milik warga Dusun Trans Nelayan, Desa Kadimbar, Kecamatan Kasimbar, Parimo akhirnya roboh tergerus abrasi dan hantaman gelombang yang cukup keras.

Bukan hanya itu, dampak abrasi ini juga mengancam rumah warga lainnya apabila instansi terkait tidak segera mengantisipasi. Ancaman ombak yang cukup besar kerap menghantam perumahan warga, namun disekitar lokasi tidak ada pemecah ombak ataupun tanggul abrasi pantai yang membentengi.
Akibat kerusakan rumah, saat ini korban dan pemilik rumah lainnya terpaksa harus mengungsi dan mengangkut barang-barang mereka kerumah saudara terdekat, karena takut rumah mereka juga akan roboh diterpa ombak.
“Ada empat rumah yang sangat terancam roboh karena berada didepan dan berhadapan langsung dengan laut tanpa ada tanggul abrasi. Jumlah rumah di Dusun trans nelayan Kasimbar dibagian yang terkena abrasi ada 18 rumah, namun sebagiannya sudah terlindungi tanggul, sembilan rumah lainnya tidak terlindungi,” jelas Endang, salah satu warga yang rumahnya terancam roboh.
Endang, terpaksa memboyong keluarganya meninggalkan rumahnya, dan tinggal sementara waktu di rumah mertuanya akibat abrasi pantai yang merusak beberapa bagian rumahnya.
“Mau bagaimana lagi, sudah tidak bisa ditempati. Kalau hujan disertai angin kencang, rumah saya bisa langsung hancur. Makanya dari pada akan mengorbankan nyawa, saya bawa anak dan istri untuk tinggal sementara dirumah mertua. Sambil mencari rejeki untuk bangun tempat tinggal,” katanya.
Senada denga Rasmu, salah satu pemilik rumah yang juga terkena dampak abrasi pantai mengaku, sangat khawatir dengan kondisi saat ini. Namun, dirinya mengaku pasrah dan tetap saja menempati rumahnya, karena kondisi suaminya yang mengalami kebutaan sejak dua tahun silam.
“Barang sudah kami pindahkan ke Balai desa, tapi mau bagaimana tidak punya keluarga terdekat. Jadi harus tetap disini, karena suami saya sudah dua tahun melami kebutaan,” akunya.
Menurut Rasmu, abrasi pantai yang terjadi saat ini sudah menjadi kekhawatiran warga sejak lama. Bahkan, telah disampaikan kepada pemerintah desa setempat, namun hingga kini tidak mendapatkan tindaklanjut.
Apalagi, mereka menyayangkan pembangunan tanggul yang dibangun tidak sampai pada batas perumahan warga. Sehingga, warga yang tinggal tidak jauh dari muara menjadi korban pengikisan gelombang laut.
Warga hanya bisa berharap, pemerintah daerah dapat memberikan perhatian kepada warga Dusun Trans Nelayan, dengan memberikan bantuan ganti rugi kerusakan bangunan yang dialami dan beberapa warga lain. Serta segera mencarikan solusi bagi kurang lebih 18 kepala keluarga yang terancam akan kehilangan tempat tinggal, jika kembali terjadi gelombang air laut.
Bukan hanya Hamzah warga lainnya mengaku, selain tak adanya tanggul abrasi, di lokasi tersebut juga terdapat tanggul muara Sungai Kasimbar. Apabila air pasang, air sering meluap kerumah warga, karena tanggulnya pendek.
Tanggul muara sungai tersebut katanya, dibangun menggunakan Dana Desa (DD). Hal tersebut sudah di laporkan kepada Pemerintah Desa setempat dengan harapan tanggulnya bisa dipertinggi lagi, namun hingga saat ini belum juga ada solusi yang didapat.
Saat ini katanya, warga Dusun Trans Nelayan sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah setempat untuk bisa segera mengatasi masalah tersebut. Jika tidak diatasi secepatnya, takutnya rumah warga akan roboh satu-persatu, sebab sudah mulai terkikis dan air sudah naik ke pemukiman.
Kemudian, sebelumnya menurut Warga batas bibir pantai dari perumahan warga Dusun Trans Nelayan cukup jauh. Namun karena beberapa tahun lalu di lokasi tersebut pernah dijadikan lokasi penyedotan pasir oleh beberapa oknum, sehingga mengakibatkan abrasi dan merobohkan rumah warga. Untung saja saat kejadian tersebut, tidak mengakibatkan korban jiwa.
“Semoga pemerintah tidak tinggal diam dengan kejadian ini, karena saat ini sudah memasuki musim angin timur yang menyebabkan gelombang air laut keras dan meninggi. Jujur warga disekitar pantai dihantui rasa takut,” harapnya.
Sementara itu, Seksi Pemerintahan Desa Kasimbar Anci Hasyim mengakui, memang hampir sepanjang pesisir pantai Kasimbar selalu terkikis dengan air laut. Sebenarnya, ada perencanan dari Pemprov Sulteng untuk pembangunan Talut sepanjang 30 meter pada bulan April. Namun, entah mengapa perencanaan itu belum dapat direalisasi ditahun 2018 ini.
“Kami maklumi memang anggaran tahun 2018 ini belum bergerak, makanya apa yang sudah direncanakan belum terealisasi bulan April kemarin,” ungkapnya.
Sebagai pemerintah dessa pihaknya juga mengharapkan bantuan dari pemerintah Kabupaten, sebab anggaran Dana Desa tidak akan mencukupi untuk pembangunan lanjutan talut tersebut. Apalagi, ada kurang lebih empat rumah warga yang terancam hancur jika kembali terjadi pengikisan gelombang air laut.
“Empat rumah ini memang kami anggap paling terancam. Posisinya ada diujung talut yang dibangun beberapa waktu lalu. Terhitung ada dua rumah yang sudah mengungsi, satu diantaranya masih tetap tinggal, tapi barangnya sudah diamankan,” jelasnya.(ami)