Dr. Rahmat Bakri, S.H., M.H.
BEBERAPA waktu lalu diberitakan sekelompok mahasiswa melakukan demonstrasi di rumah pribadi Susilo Bambang Yudhoyono (presiden ke-6 R.I.) di Jakarta Selatan. Aksi ini menjadi kontroversial, baik dari sisi hukum maupun politik.
Dari sisi hukum, aksi yang dilakukan mahasiswa tidak prosedural karena tidak didahului dengan pemberitahuan kepada aparat keamanan. Dari sisi politik, aksi mahasiswa dikaitkan dengan kontestasi politik yang sedang berlangsung saat ini.
Tulisan ini hendak melihat peristiwa tersebut dari pendekatan hak atas privasi sebagai bagian dari hak dasar setiap warga negara yang harus dijamin oleh negara serta dihormati oleh sesama individu warga negara. Penghormatan terhadap nilai-nilai kebebasan informasi, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berbicara tidak boleh menegasikan hak individu atas privasi sebagai nilai kunci yang menyokong martabat manusia.
Hakim Agung Amerika Serikat Louis Brandeis mendefinisikan privasi sebagai right to be left alone. Brandeis berpendapat bahwa privasi adalah hak yang paling dihargai dalam kebebasan demokrasi dan itu harus terefleksi dalam konstitusi. Dalam hukum nasional kita, privasi diatur dalam Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUDNRI 1945 serta Pasal 21 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Hak atas privasi dan hak atas keamanan pribadi bahkan telah dirumuskan dalam UUD Sementara 1950 yang pernah berlaku.
Pentingnya perlindungan atas privasi diilustrasikan dengan sangat baik oleh seorang anggota parlemen Inggris, William Pitt. Privasi diibaratkan rumah milik seorang miskin. Atapnya boleh rapuh dan terguncang sehingga angin, badai, dan hujan bisa masuk. Tapi Raja Inggris tidak bisa masuk dan semua pasukannya tidak akan berani melintasi batas rumah tersebut (dapat dilihat dalam Global Internet Liberty Campaign).
Ilustrasi ini mendeskripsikan betapa hukum di suatu negara harus menghargai privasi dan menjamin keamanan milik pribadi setiap orang.
Kalau Raja Inggris dan pasukannya saja tidak dibenarkan masuk ke rumah seorang miskin tanpa izin, maka melakukan aksi unjuk rasa di rumah pribadi seorang warga negara yang pernah menjadi presiden, juga merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan secara hukum dan tidak patut secara moral. Negara modern dibangun dengan semangat menjadikan warganya sebagai manusia beradab yang dicirikan oleh ketaatan terhadap hukum dan kepatuhan terhadap nilai-nilai kebajikan universal. Demonstrasi mahasiswa di ruang-ruang privat terkesan sebagai tindakan asal pukul yang merupakan ciri atau karakter manusia yang mengalami kemerosotan keberadabannya.
Pada titik inilah pentingnya keadaban publik hadir sebagai kesadaran bersama setiap individu bernegara. Agar ruang-ruang kompetisi antara hak-hak dasar warga negara yang kabur atau beririsan dari perspektif legal dapat disempurnakan dalam praktik manusia bernegara. Misalnya, antara kebebasan informasi di satu sisi dengan hak atas privasi dan data pribadi pada sisi yang lain. Antara kebebasan berekspresi dan kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum dengan hak atas privasi dan hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaan setiap orang.
(Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Tadulako)