
PALU – Peristiwa ambruknya tower crane pembangunan tambahan gedung Rumah Sakit Undata yang dikerjakan PT Nindya Karya (Persero) sangat mengejutkan warga sekitar dan pasien serta keluarga pasien di RS Undata.
Peristiwa yang terjadi di sekitar pukul 14.30 WITA, kemarin (17/9) itu disangka warga sebagai gempa bumi saking kuatnya getaran yang dihasilkan crane yang ambruk. Akibat ambruknya tower crane, seorang operator, Rustam (40) meninggal dunia.
Jenazah korban tersangkut di atas tower crane dan hanya ditutupi sebuah sarung hingga Basarnas Kantor SAR Palu, tiba di lokasi pukul 15.35 WITA dan langsung mengevakuasi jenazah korban dari atas tower crane. Evakuasi baru selesai sekitar pukul 16.32 dan jenazah langsung di bawa ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Undata.
Selain Rustam, beberapa orang pekerja lain juga turut menjadi korban dan mengalami luka-luka di bagian kaki, tangan, dan kepala. Iwan, Ibrahim, dan Mahdi mengalami luka-luka dan langsung di bawah ke IGD karena turut bersama Rustam berada di tower crane saat itu.
Sedangkan Amrozi mengalami luka pada bagian tangan dan kaki karena melompat dari lantai 2 Mess buruh di lokasi pembangunan gedung baru RS Undata. Pengerjaan tambahan gedung RS Undata itu, dimulakan 5 Juni 2017 dan akan berakhir Desember tahun ini. Ironis, di sisa 3 bulan pengerjaannya, proyek PT Nindya Karya (Persero) memakan korban jiwa.
Korban selamat, Mahdi kepada Radar Sulteng menuturkan, siang itu, crane sedang tidak beroperasi. Karena ketinggian bangunan sudah melebihi ketinggian tower crane. Agar pembangunan gedung baru bisa dilanjutkan, ketinggian tower crane yang saat itu 24 meter, rencananya akan ditambah menjadi 30 meter. Naasnya, saat section (bagian yang digunakan untuk menambah ketinggian tower crane, red) baru terangkat, sekitar 5 meter, tower crane terasa bergoyang kuat dan ke dua sisi tower crane ambruk.
“Penyebab utamanya saya kurang tahu. Tapi waktu di atas angin agak kencang,” tuturnya.
Informasi yang didapatkan media ini, korban yang saat itu menjadi operator, berada dalam sebuah tempat sejenis keranjang, tempat operator mengoperasikan alat yang digunakan mengangkat section. Saat tower crane ambruk, korban terjepit dan meninggal saat masih berada di atas tower crane.
Pasca ambruknya tower crane, Tidak satu pun pihak PT Nindya Karya yang mau memberikan komentar. Bahkan terkesan tertutup dan merahasiakan. Hal ini dapat dilihat hampir seluruh akses menuju lokasi crane ditutup rapat dan dijaga ketat sehingga awak media tidak diizinkan masuk ke dalam lokasi.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan RSUD Undata Palu, dr Amsyar Praja SpA ditemui di lokasi kejadian mengatakan bahwa peristiwa ambruknya crane pembangunan gedung tambahan dari rumah sakit memang di luar dugaan dan betul-betul sebuah kecelakaan kerja. Terkait penyebabnya secara pasti dia belum banyak memberikan komentar.
“Yang bisa menjelaskan secara rinci bagaimana bisa terjadi pihak yang ada di sekitar lokasi pekerjaan, orang teknisnya lah. Akan tetapi yang saya dengar sesaat sebelum terjadi angin bertiup kencang,” kata Amsyar kepada media ini.
Atas kejadian tersebut Amsyar menyebutkan terdapat lima korban, satu meninggal dunia dan empat lainnya mengalami luka ringan di bagian tangan dan kepala. Evakuasi korban meninggal sendiri kata Amsyar dilakukan oleh tim resquer dari Basarnas Kantor SAR Palu. Sedangkan untuk empat korban luka ringan sedang menjalani perawatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Kondisi keempatnya baik, hanya luka-luka ringan saja,” terangnya.
Proses pembangunan gedung rumah sakit ini kata Amsyar merupakan penambahan dari ruang perawatan dengan empat lantai dan kapasitas sekitar 80 kamar. Direncanakan akan rampung pada akhir tahun ini.
“Dimulai akhir bulan Juli 2017, sekitar tiga bulan lah sudah berjalan pembangunannya. Yang kerjakan ini perusahaan BUMN,” sebutnya.
Basarnas Kantor SAR Palu sendiri menurunkan tim ke TKP dengan jumlah personil 6 orang dengan menggunakan 1 unit resque truk dan 1 unit resque car. (acm/saf)