KELAUTAN & PERIKANANPALU KOTA

Respon Cepat Dinas Kelautan Soal Aduan Beroperasinya Bagan di Teluk Palu

Dilihat

PALU – Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, melalui Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP), langsung merespons laporan dari nelayan tradisional Teluk Palu, yang mengeluhkan kembali beroperasinya beberapa bagan di Teluk Palu.

Ilustrasi bagan (dok. Dinas Keluatan dan perikanan Sulteng)

Kepala Bidang Pengawasan SDKP, H Agus Sudaryanto, APi, MM, mengatakan laporan tersebut masuk di Dinas Kelautan pada April oleh salah satu kelompok nelayan tradisional. Laporan tersebut, oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP diminta untuk segera ditindaklanjuti oleh Bidang Pengawasan, yang memiliki Tupoksi menangani masalah tersebut.

Kata Agus, menindaklanjuti perintah Kepala Dinas berdasarkan aduan tersebut, langsung dibentuk tim. Setelah itu, dilakukan identifikasi dan pemetaan masalah. Tim juga mencari referensi ke beberapa instansi, sebab protes nelayan tradisional terhadap keberadaan bagan-bagan tersebut, pernah mencuat beberapa tahun lalu.

“Sayangnya, di beberapa instansi yang pernah menangani masalah tersebut, tidak menyimpan arsip kesepakatan yang pernah dibangun antara nelayan tradisional dengan pemilik bagan. Tapi alhamdulillah, setelah mendatangi beberapa sumber, kami mendapatkan arsip kesepakatan tersebut,”kata Agus ditemui pekan kemarin di ruang kerjanya.

Tim kata Agus, juga melakukan pemetaan dengan mendatangi langsung lokasi bagan. Tim beberapa kali mendatangi bagan yang ada di tengah laut. Juga digelar beberapa kali pertemuan. Baik dengan nelayan tradisional, pemilik bagan, instansi terkait serta para pemangku kepentingan lainnya. Pertemuan digelar di Buluri, Mamboro dan juga di Dinas Perikanan Kota Palu.

Menurut Agus, saat tim melakukan pertemuan dengan Kelompok Nelayan Tradisional, Ikan Marlin Buluri, diungkap beberapa permasalahan. Di antaranya, ada tujuh unit Bagan beroperasi melebihi batas yang telah ditetapkan, dan sebagian beroperasi di wilayah nelayan tradisional. Nelayan tradisional, juga mengungkapkan bahwa pencahayaan Bagan menggunakan lampu Mercury. Hal tersebut, dianggap sangat mengganggu nelayan saat memancing di Rumpon. Juga iInformasi yang berkembang, akibat beroperasi kembali Bagan maka akan ada penambahan Bagan yang akan beroperasi di Teluk Palu.

“Pada 2007, terjadi konflik antara nelayan tradisional Teluk Palu dengan pebagan yang berakibat dua unit Bagan dibakar.  Kemudian difasilitasi pertemuan antara nelayan tradisional Teluk Palu dengan Pemilik Bagan dengan kesepakatan saat itu, bahwa bagan diperbolehkan beroperasi di perairan Teluk Palu dengan ukuran 4 x 6 Meter. Juga hanya boleh menggunakan lampu petromaks dan genset. Kesepakatan lainnya, bahwa bagan yang menggunakan genset, tidak dibolehkan beroperasi pada kedalaman 30 Meter atau dengan jarak 150 – 200 Meter diukur dari garis pantai Kelurahan Mamboro ke arah laut,”ungkap Agus, seraya menambahkan bahwa kesepakatan lainnya, jangkar bagan yang disepakati, yaitu untuk satu Bagan, satu jangkar.

Tim kemudian melakukan pertemuan dengan Pemilik Bagan. Pertemuan itu, dihadiri Ketua LPM Kelurahan Layana Asmir. Dari pertemuan itu, diperoleh informasi bahwa tujuh unit Bagan beroperasi di wilayah Perairan Kelurahan Layana dan beroperasi sejak 2009 pasca konflik Tahun 2007.

Kemudian enam unit bagan memiliki dua jangkar yang masing-masing jangkar ditempatkan pada jarak 100 meter sampai dengan 200 meter dan 500 meter, diukur dari pinggir pantai ke arah laut.

Diketahui pula, kalau tujuh unit Bagan yang beroperasi di wilayah perairan Teluk Palu, ternyata tidak memiliki dokumen Perizinan (SIUP/SIPI). Juga diketahui, kalau ukuran Bagan 15 Meter x 15 Meter, ukuran alat tangkap 13 Meter x 14 Meter x 15 Meter dengan mata jarring 0,1 MM serta lampu Philips 40 Watt delapan buah untuk enam Bagan.

Tim kata H Agus, melakukan peninjauan ke lokasi perairan. Peninjauan, sekaligus verifikasi informasi, baik dari nelayan tradisional maupun informasi pemilik bagan. Tim kemudian menentukan koordinat lokasi penempatan tujuh unit bagan dan jangkar, menggunakan GPS Garmin yang diukur dari tiga sisi jarak. Yakni jarak dari pinggiran pantai kelurahan Layana ke arah pinggiran pantai Watusampu 4 Mil (1 Mil = 1.852 Meter). Jarak dari Pinggiran pantai Talise ke arah perairan Kelurahan Layana dimana lokasi bagan beroperasi sekitar 3,7 Mil.

Dari hasil kerja tim, ada beberapa hal yang menjadi catatan. Menurut H Agus, bahwa mengingat dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 10 tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2017-2037, untuk perairan Teluk Palu dalam peruntukan umum, di antaranya adalah peruntukan untuk kegiatan perikanan tangkap baik demersal maupun pelagis.

Olehnya itu, untuk ketujuh unit bagan dalam penentuan lokasi operasi, mengacu ke Peraturan Menteri Kelautan dan Perikaan nomor 42 tahun 2014 dan nomor 2 tahun 2015 Tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di WPP RI.

“Juga kami meminta, agar ketujuh unit Bagan harus memiliki dokumen Perizinan (SIUP/SIPI), agar tidak melanggar ketentuan UU Perikanan nomor 31 Tahun 2004 pasal 26 ayat (1), pasal 27 ayat (1) jonto pasal 92 dan pasal 93 ayat (1). Kemudian untuk menghidari dampak negatif beroperasinya alat tangkap bagan di sepanjang pesisir Teluk Palu khususnya nelayan tradisional, maka perlu ruang atau waktu untuk mempertemukannya,”tandasnya.(hnf)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.