
BANGGA: Rektor Universitas Tadulako, Prof Dr Ir Muhammad Basir Cyio SE MS saat memberikan penghargaan kepada pencipta lagu hymne Untad, Drs Apoly Bala MPd, pada kesempatan wisuda Untad ke 93 beberapa waktu lalu.
“Pada tuhan yang maha pengasih kupanjatkan syukur dan pujian, karena di tanah nusantara Tadulako tumbuh dan bersemi”. Itu lah sepenggal lirik lagu hymne Universitas Tadulako (Untad). Tidak terasa, Hymne Untad ini pun, sudah berumur 35 tahun. Tidak banyak yang tahu pencipta Hymne ini, ternyata warga asal Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Laporan: KARTIKA KUMALA SARI
DARI sederet tamu undangan pada Wisuda ke 93 Untad yang dirangkaikan Dies Natalis Untad ke 37, ada salah satu undangan yang cukup menyita perhatian. Menggunakan topi khas Nusa Tenggara Timur, pria tersebut sudah berada di ruangan, sejak acara belum dimulai.
Banyak yang tidak mengenal pria paruh baya ini. Dosen Untad pun, hampir seluruhnya tidak mengenal sosok pria paruh baya berstelan jas itu, yang saat duduk paling depan. Seluruh undangan maupun wisudawan serta sejumlah dosen Untad, baru tahu setelah namanya dipanggil menerima penghargaan dari Rektor Univesitas Tadulako. Dia adalah Drs Apoly Bala MPd, pencipta lagu hymne Untad.
Pada kesempatan itu Apoly, juga secara simbolis menyerahkan hak cipta lagu hymne Untad, kepada pihak Universitas Tadulako, yang diwakili Rektor Untad, Dr Ir Muhammad Basir Cyio SE MS. Goresan penanya menjadi lirik lagu ini pun, kini juga telah berumur 35 tahun, sama dengan usia kampus Untad saat ini.
Apoly sendiri, mengaku hampir sudah tidak ingat lagi, jika pada 35 tahun silam dirinya sempat mengikuti sayembara cipta lagu hymne Untad. Nanti setelah sang putri, yang menempuh kuliah S2 di Univesitas Indonesia (UI), penasaran mengetik nama sang ayah di mesin pencari ineternet, hingga muncul salah satu link yang menerangkan bahwa nama Apoly ada pada statuta Universitas Tadulako, sebagai pencipta lagu hymne kampus kebanggan Sulawesi Tengah ini. “Jadi anak saya yang sampaikan, ternyata nama saya ditulis sebagai pencipta lagu hymne Untad. Berarti sayembara yang saya ikut 35 tahun lalu menang,” katanya.
Dia kemudian mem-flasback, di mana pada 35 tahun silam, dirinya bisa ikut sayembara cipta lagu hymne Untad. Disampaikan Apoly, bahwa keikutsertaannya dahulu, berawal dari dirinya membaca salah satu surat kabar nasional, adanya pengumuman sayembara. Dia pun mengirimkan lirik lagunya kepada panitia, meski dia belum mengetahui di mana sebenarnya Universitas Tadulako itu. “Sebelumnya saya tidak tahu arti Tadulako itu, tapi saya memahami bahwa hymne adalah lagu pujian, dalam pujian ada juga doa, makanya saya mulai dengan doa, lagu itukan akhirnya menjadi tiga bagian, pertama doa, masing-masing dua baris, bagian ke dua juga dua baris, bagian kedua isinya itu justru menunjukkan pada misi dari lembaga,” ungkap pensiunan PNS di Univesitas Nusa Cendana, Kota Kupang ini.
Pria yang pernah menjadi dosen dan memiliki satu sanggar musik di daerahnya tersebut pun langsung mengirim karyanya melalui kantor pos setempat, naskah dan surat pengantar disimpan rapih dalam satu amplop, sayangnya dia lupa tanggal berapa mengirimkannya. Tidak butuh waktu lama bagi bapak dari tiga orang anak tersebut, menciptakan satu lagu beserta cord yang lahir dari ide-ide cemerlangnya. “Cepat sekali, muncul ide langsung jadi, kalau sudah ada inspirasi yang muncul, cepat ditulis, biar sepotong-sepotong, harus ditulis, nanti dalam proses itu baru ditentukan, ini bagian depan, ini belakang, karena kalau tidak segera ditulis nanti hilang,” kenangnya.
Dalam karier di masa mudanya, Apoly diketahui sangat disibukkan dengan aktifitas akademisinya. Bekerja sambil kuliah membuatnya kemudian tidak mengetahui lagi perkembangan hasil sayembara, setelah pengiriman berkas lagu, Apoly memang sempat menunggu hasil, namun karena lama tidak ada pengumuman, dia merasa tidak memiliki harapan menang. “Setelah saya kirim, saya tunggu, lama tidak ada, saya pikir kan mungkin saya tidak menang, sehingga saya juga tidak tau lagi kabarnya,” ungkapnya
Kisahnya ini membuktikan, bahwa betapapun jauh, jika rezeki atau jodoh akan dipertemukan. Begitupun Apoly Bala dengan perjuangannya 35 tahun silam mengikuti sayembara dari Universitas Tadulako, akhirnya menerima hasil.
“Setelah saya tahu nama saya dicantumkan sebagai pencipta lagu hymne Untad, langsung kami konfirmasi kebenaran dengan mengirim email ke Untad. Cukup lama saya meyakinkan pihak Untad bahwa itu adalah karya saya, hingga akhirnya Rektor mengundang saya langsung,” jelasnya.
Hingga jalan menemukan karya tersebut diketahui melalui statuta Untad yang tertuang dalam Permenristekdikti Nomor 8 tahun 2015 Tertanggal 22 april 2015, yang diundangkan melalui berita Negara RI nomor 602 tanggal 23 April 2015. Rektor Untad, Prof Dr Ir Muhammad Basir Cyio SE MS pun mengundang Apoly dengan dua penawaran waktu, hingga akhirnya moment wisuda ke 93 menjadi momen paling mengharukan bagi Untad dan Apoly khususnya.
Rektor sangat menyesal dengan kealpaan Untad selama 35 tahun, atas karya yang luar biasa, yang terkesan tidak bertuan, namun juga berterima kasih atas kebesaran hati Apoly untuk datang dan menerima penghargaan sekaligus penyerahan hak cipta kepada Universitas Tadulako. Tidak lupa, Untad pun memberikan Royalty sebagai penggati hadiahnya yang sejak 35 tahun lalu, belum diterima Apoly. (**)