BENCANABERITA PILIHANPOSO

Ratusan Rumah di Lore Rusak Akibat Gempa

Dilihat

Warga Masih Trauma dan Tidur di Luar Rumah

Beginilah kondisi SD dan SMP (Satap) di Desa Sedoa Kecamatan Lore Utara yang roboh dan menyebabkan siswa yang akan ujian sekolah dihentikan sementara, Selasa (30/5). (Foto: Mugni Supardi)

POSO – Karena trauma yang cukup besar, warga di desa Sedoa, Watumaeta dan Wuasa hingga Selasa (30/5) sore sebagian masih bertahan di tenda darurat. Untuk tidur mereka lebih memilih di tenda ketimbang di dalam rumah.

Segala aktivitas di dalam rumah dikurangi karena gempa susulan masih terasa. Aliran listrik yang masih bermasalah, warga pun bergelap-gelapan jika di malam hari. Gempa ini termasuk gempa terbesar pertama kalinya dirasakan oleh warga setempat.

Di Sedoa, warga enggan untuk membersihkan rumahnya dari puing-puing reruntuhan yang berserakan. Wilayah Sedoa termasuk mengalami dampak terbesar dari gempa berkekuatan 6,6 Skala Richter (SR) pada Senin (29/5) malam.

“Saya sedang istirahat, tiba-tiba saja rumah bergoyang. Arahnya ke kiri dan kanan lalu seketika berubah naik dan turun, itu berlangsung sekitar satu menit,” kata Gustav Bare, warga Dusun II desa Sedoa, Lore Utara, kepada Radar Sulteng kemarin.

Gustav Bare bersama keluarganya pun memilih untuk mendirikan tenda di halaman rumahnya.

Imran, menunjukkan posisi dimana korban yang mengalami luka berat ditimpa reruntuhan. Butuh waktu hingga dua jam untuk mengevakuasi. (Foto: Mugni Supardi)

“Ada ipar saya anaknya masih bayi, kasian kalau tidur di luar begini, tapi ya mau bagaimana lagi. Gempa susulan masih terasa sampai sekarang,” lanjut Gustav.

Tenda darurat di desa Sedoa sendiri dari pantauan Radar Sulteng kurang lebih tujuh unit, masing-masing tenda dengan jumlah yang beragam, mulai dari 20 orang hingga 30 orang. Mulai dari bayi sampai lansia ditemukan di setiap tenda.

“Di Sedoa ada sebelas rumah warga rusak parah, tiga unit tempat ibadah (Gereja), SD dan SMP serta Polindes kondisinya sama,” kata Yanson, Camat Lore Utara.

Untuk korban di Sedoa ada yang tertimpa bangunan, hingga dirujuk ke Rumah Sakit di Palu.

“Dia cedera di kepala, karena tertimpa dinding sekolah dan bangunan dimana dia tidur. Evakuasi berlangsung kurang lebih 2 jam dengan gotong royong masyarakat,” jelas Imran, guru di SMP Satap Sedoa.

Imran mengemukakan, bangunan sekolah baik SD dan SMP Satap Sedoa rusak parah. Akibatnya, ulangan penaikan kelas yang sudah berlangsung sekali harus dihentikan untuk sementara waktu. Imran mengakui belum menerima laporan kapan dan dimana ulangan harian dilanjutkan kembali. Namun, dari Dinas Pendidikan Kabupaten Poso telah melihat langsung kondisi bangunan sekolah yang ambruk.

“Seharusnya ulangan sampai tanggal 3 Juni, tapi baru sehari sudah ada gempa besar, anak-anak pun diliburkan,” ungkap Imran.

Gempa 6,6 SR itu juga dirasakan di desa Watumaeta. Dari data yang berhasil dikumpulkan Radar Sulteng di Kantor Desa Watumaeta sebanyak 77 rumah warga terdampak kerusakan, 7 gereja, 3 masjid, 2 SD, 1 Polindes dan 1 Balai Seni.

“Ada dua korban tapi luka ringan, sudah dirujuk ke Puskesmas,” kata Haser Golli, Kaur Pemerintahan Watumaeta.

Sama halnya dengan Sedoa, SD di Watumaeta juga berdampak akibat gempa. Alhasil, para siswa pun diliburkan.

“Tadi (kemarin, red) tidak sekolah, padahal sementara ulangan. Ulangannya baru satu kali, hari Senin lalu,” kata Olin, siswa kelas V SD Watumaeta.

Tenda darurat yang didirikan warga untuk tempat tinggal sementara menunggu kondisi betul-betul aman. (Foto: Mugni Supardi)

Sedangkan di Wuasa juga hampir sama kerusakannya dengan desa Sedoa. Kepala Desa Wuasa, Johni Pogoa mengatakan sebagian warganya ada yang meninggalkan rumah menuju rumah kerabatnya. Bahkan ada rumah yang di ruang kamar dan halamannya ketika terjadi gempa mengeluarkan lumpur dengan bau belerang yang sangat menyengat. Johni berharap Pemerintah Kabupaten dan Provinsi dapat memberikan bantuan kepada warga yang terdampak. Sementara data kerusakan di Wuasa menurut Johni ada 80 sekian rumah rusak baik berat maupun ringan, 1 gereja dan 1 SD.

“Dusun III paling parah di Wuasa. Untung disini tidak ada lautnya, hanya warga panik sampai tidak bisa tidur,” sebut Johni.

Warga yang rumahnya keluar semburan lumpur, Tjunice Gae menjelaskan tidak terlalu mengamati semburan yang keluar dari dalam tanah, apalagi listrik kondisi padam.

“Saat kita di luar rumah, sudah banyak air berlumpur. Bau belerang pun menyengat,” kata Tjunice.

Sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Poso, Masdian Mentiri merincikan wilayah yang paling terdampak berada di Kecamatan Lore Utara, Lore Timur dan Lore Peore. Di Lore Utara ada 168 rumah rusak berat, 86 rusak ringan, fasilitas umum yang terdiri dari rumah ibadah (gereja dan masjid) dan sekolah 18 rusak berat dan 7 rusak ringan, pengungsi 170 tapi khusus di desa Sedoa, sedangkan korban luka berat 5 orang dan luka ringan 16 orang.

“Ada satu dirujuk ke Palu. Memang gempanya cukup kuat, tapi saya lihat juga pembangunan rumahnya sangat sederhana, tidak mempertimbangkan faktor keamanan,” sebut Masdian.

Untuk Lore Timur, 4 rumah rusak berat dan rusak sedang dan ringan digabung sebanyak 34. Fasilitas umumnya kata Masdian, seperti gereja, pura, masjid dan sekolah mengalami rusak berat tiga buah, sedang dan ringan tujuh buah.

Sementara Lore Peore satu fasilitas umum rusak berat dan 2 rusak ringan, satu rumah warga rusak berat dan 4 rusak ringan, serta satu korban luka ringan.

Masdian menuturkan, Bupati telah mengeluarkan SK bahwa tanggap darurat ditetapkan sepanjang tujuh hari mulai Selasa (30/5). Tanggap darurat ini masih dapat diperpanjang satu minggu lagi kemudian masa pemulihan bisa mencapai tiga puluh hari. Untuk bantuan ke warga, kata Masdian logistik sedang disalurkan baik dari Poso dan Palu.

“Ada tenda dan dapur umum, pada intinya melihat kondisi dilapangan,” ujarnya.

Selain dampaknya ke bangunan, beberapa titik longsor juga terpantau Selasa kemarin. Longsor berupa tanah, batu besar dan kecil hingga pohon tumbang terdapat di Desa Watumeata. Masdian menegaskan sudah menghubungi Kadis Bina Marga Provinsi pada pukul 11 siang untuk dapat menerjunkan alat berat, tapi hingga sore belum terlihat.

“Saya sudah SMS ke Kadis Bina Marga, kan ini jalan Provinsi,” kata Masdian.

Terpisah Kepala BMKG Geofisika Klas I Palu, Petrus Demon Sili mengungkapkan, mulai Selasa dinihari hingga menjelang Rabu gempa dengan kekuatan 3 dan 4 SR masih mengguncang Kabupaten Poso, khususnya wilayah yang berdampak besar dari gempa 6,6 SR.

“Puluhan kali sehari semalam dan kekuatannya relatif mulai berkurang, yang paling besar 4,9 SR sampai dirasakan juga di Palu, sekitar pukul 21.02 Wita,” jelas Petrus.

Dia menambahkan, tim BMKG telah diturunkan untuk melakukan penelitian perekaman gempa susulan di Poso dan Wuasa pada Selasa malam. Hasilnya, setiap 10 menit pasti terjadi gempa susulan sampai dua kali. Kehadiran tim BMKG sangat membantu untuk menenangkan masyarakat.

“Tim juga membawa peralatan 1 set digital portable seismograph, tujuannya untuk mendeteksi getaran tanah untuk menganilis gelombang getarannya,” ungkapnya. (acm)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.