
PALU – Dampak kebijakan Pemerintah Kota Palu yang melarang adanya pungutan di sekolah termasuk di antaranya adalah uang komite, mulai dirasakan sekolah. Sekolah mulai galau, tak tahu berbuat apa untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang sebelumnya bersumber dari uang komite.
Salah satunya adalah untuk membayar honor tenaga pendidik (guru) maupun tenaga kependidikan (pegawai) yang masih berstatus honorer. Akibatnya, guru dan pegawai harus dirumahkan. Itu kemudian berdampak tidak efektifnya kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah.
Hal itu juga terjadi di SMAN 4 Palu. Sejumlah guru dan pegawai terpaksa dirumahkan, karena sekolah sudah tidak bisa lagi membayar honor mereka.
Amatan Radar Sulteng kemarin (11/1), di kelas IPA I sejak jam pertama masuk kelas tidak ada aktivitas KBM. Padahal seharusnya, siswa yang berjumlah 34 orang tersebut dijadwalkan mengikuti mata pelajaran (mapel) matematika. Tidak adanya KBM berlanjut hingga mapel kedua yakni pendidikan seni musik dan teater. Beberapa siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, ada juga yang tidur-tiduran di kursi kelas. Rupanya mereka merasa bosan dengan tidak adanya guru yang mengajar.
“Bosan juga kalau begini terus, rasanya tidak enak juga,” tutur salah seorang siswa, Keane Athallah, yang disahuti siswa lainnya yang berada di dalam kelas tersebut.
Siswa ini kemudian menuturkan, sejak hari pertama sekolah paska libur natal dan tahun baru (5/1) lalu, aktifitas KBM tidak lagi berjalan. Khususnya di beberapa mapel tertentu, yang diajar oleh guru honorer. Dia dan siswa lainnya berharap permasalahan tidak adanya guru yang mengajar bisa secepatnya teratasi. “Peluang untuk bolos juga ada, karena sudah tidak ada satpam yang jaga,” tambahnya.
Kondisi itu juga dibenarkan Kepala SMAN 4 Palu Syam Zaini SPd MSi. Diterangkannya, dengan adanya surat edaran dari Pemerintah Kota (Pemkot) Palu melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang menjadi Dinas Pendidikan) Kota Palu, yang melarang segala macam pungutan atau sumbangan di sekolah, maka pihak sekolah sudah merumahkan guru, pegawai tata usaha, termasuk satpam yang berstatus honorer.
Kenapa dirumahkan?, imbuh kepsek yang juga menjabat Sekretaris PGRI Sulteng ini, karena selama ini yang membayar honor mereka adalah komite. Sementara kata Syam Zaini, dari pihak Pemkot Palu melarang iuran komite. Ditambah lagi keberadaan tim saber pungli (sapu bersih pungutan liar) Polda, sehingga pihak sekolah tidak berani untuk melanggar aturan itu. “Tentu konsekuensinya, seluruh pembiayaan atau kegiatan yang selama ini dianggarkan melalui komite sekolah, otomatis dihilangkan,” terangnya kepada Radar Sulteng kemarin (11/1).
Sementara dana BOS (bantuan operasional sekolah) yang ada, kata dia, tidak diperbolehkan untuk membiayai para honorer tersebut. Menurutnya, dengan kondisi demikian, secara otomatis tidak ada pilihan lain kecuali merumahkan para guru, satpam, pustakawan, tata usaha honorer yang selama ini sudah mengabdi di SMAN 4 Palu. “Nah, akibat dari dirumahkannya para honorer tadi, dampaknya yang langsung terasa selama satu minggu ini adalah anak-anak tidak belajar untuk mapel tertentu,” kata Syam Zaini.
Khusus di SMAN 4, kata Syam Zaini, mapel yang saat ini kosong dan yang diajarkan guru honor selama ini adalah, matematika 3 orang, pendidikan jasmani 2 orang, pendidikan seni 3 orang. “Kenapa banyak (guru mapel pendidikan seni), karena pendidikan seni di sekolah itu ada tiga macam. Pendidikan seni rupa, seni musik, dan seni teater. Nah pendidikan seni musik dan seni teater inilah yang tidak bisa diampu oleh guru seni rupa. Seni rupa pun hanya satu orang, tidak mungkin 35 rombel (rombongan belajar), akan diajar semua oleh satu orang. Itu kan mustahil,” tuturnya.
Melihat kondisi yang ada, Syam Zaini yang juga Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kota Palu ini berharap ada solusi dari pemerintah, baik Kota Palu maupun Provinsi Sulteng. Dengan telah dialihkannya SMA/SMK ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, regulasi atau aturan harus lebih jelas dan transparan. “Apakah ketika kami sudah dialihkan ke pemerintah provinsi Sulawesi Tengah, apakah kami lantas diperbolehkan untuk meminta sumbangan dari orang tua. Sementara dari tim saber pungli ini, juga tidak memberikan sosialisasi yang jelas apa semua yang dilarang, dan apa semua yang diperbolehkan,” tuturnya.
Diungkapkan Syam Zaini, di satu sisi ada larangan segala macam pungutan atau sumbangan di sekolah wajib dilakukan sekolah, sementara di sisi lain ada sekolah yang sampai sekarang masih melakukan pungutan iuran komite. Dimana sekolah tersebut merupakan sekolah berstatus negeri dan milik Pemerintah Provinsi Sulteng. “Nah ini kan saya rasa hukum ini tidak berlaku adil,” tekannya.
Untuk itu, selain mengatasnamakan sebagai Kepsek, selaku Ketua MKKS Kota Palu, Syam Zaini meminta kepada pihak-pihak yang berkompoten, dan yang berwenang dapat betul-betul memperlihatkan tugas dan tanggung jawabnya. “Kalau memang tidak diperbolehkan, seperti apa? Apa yang akan kita lakukan? Bagaimana supaya siswa-siswa itu supaya jangan kosong mata pelajarannya. Tolong dicarikan solusinya. Nah sementara kalau memang diperbolehkan, tolong turunkan regulasinya dengan baik, sehingga kita tidak melanggar aturan,” tegasnya.
Syam Zaini mengaku mendukung sepenuhnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Hanya saja perlu ada kepastian hukum yang menjadi landasan sekolah dalam melakukan tindakan. “Hanya itu yang kita inginkan, kita juga tidak harus menginginkan sesuatu yang lebih, atau apa, tetapi paling tidak kita mempunyai dasar hukum ketika bertindak dan berbuat. Sehingga kita tidak dipersalahkan, baik dari orang tua siswa, baik dari aturan pemerintah maupun dari perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya.
Lalu bagaimana dengan SMA lainnya. Di SMAN 7 Palu kondisinya sedikit berbeda. Di sekolah ini tidak sampai merumahkan para pegawai honornya. Menurut Kepala SMAN 7 Palu Drs Edy Siswanto MSi, guru dan pegawai honor di sekolah yang dipimpinnya itu masih tetap melakukan aktifitas seperti biasanya. Meski kata dia, telah disampaikan kondisi sekolah setelah adanya larangan pungutan iuran komite.
“Sudah saya sampaikan bahwa tidak kita rumahkan tetapi cooling down, kalau misalnya merasa tidak mungkin lagi kita mengcover dengan komite, kemungkinan bisa kerja di tempat lain. Tetapi ternyata masih banyak juga yang datang mengajar, karena mereka pikir mungkin tidak ada pekerjaan lain. Tapi mereka sudah paham tentang itu,” kata Edy yang dihubungi melalui kontak udara pagi menjelang siang kemarin.
Edy juga menyatakan, tidak mungkin dipaksakan pembayaran honor para guru dan pegawai tersebut diambil dari dana BOS. Disinggung soal sumber dana untuk membayar honor para guru dan pegawai tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan ke Dinas Pendidikan Provinsi Sulteng, sembari berharap adanya regulasi baru dari pemerintah.
“Tapi untuk saat ini, saya melihat kenyataan di lapangan. Walaupun saya sudah panggil semua mereka, saya sudah berikan penjelasan tapi tetap mereka juga mengajar, karena sebagian besar juga ada K2. Ada juga yang sudah dapat sertifikasi, ada dua orang. Jadi mungkin mereka pikir berada di rumah, tidak ada pekerjaan lain, dia juga mungkin mencintai untuk mengajar, mereka masih ada datang. Faktanya seperti itu,” jelasnya.
Ditegaskannya kembali bahwa sekolah tidak lagi menggaji para guru maupun pegawai honorer yang ada di sekolahnya. “Tidak lagi…tidak lagi, karena kita mau ambil dari mana? Tidak mungkin kita mau paksakan dengan menggunakan dana BOS, itu kita melanggar hukum namanya. Di dalam BOS itu tidak dibolehkan untuk pembiayaan-pembiayaan yang namanya honor,” tegasnya.
Dengan telah dialihkannya satuan pendidikan tingkat SMA ke pemerintah provinsi, dia berharap mutu pendidikan di Kota Palu khususnya dan umumnya di Sulteng, akan lebih baik. prestasi akademik lebih meningkat. “Tentunya kita ini kan “anaknya” wali kota, tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Kondisi-kondisi sekolah tanpa mereka anggap peduli. Jadi harapan kita tentu peran pemerintah juga akan lebih besar terhadap pengembangan pendidikan di Sulawesi Tengah,” tutupnya.
Terpisah, kondisi hampir sama juga terjadi di SMAN 1 Palu. Diakui Kepala SMAN 1 Palu Zulfikar Is Paudi SPd MSi, sebagian guru maupun pegawai honorer telah dirumahkan. Meski demikian proses KBM tetap berjalan lancar. Kendati ada guru mengajar tidak sesuai dengan mapel yang dia ajarkan, untuk mengisi kekosongan. “Untuk honornya, tinggal pintar-pintarnya sekolah untuk memanajemen keuangan sekolah. Ada juga tenaga honor yang suka rela,” sebutnya.
Dia tidak mau berpolemik lebih jauh terkait larangan iuran komite. Dia lebih menyarankan perlu adanya dialog dengan pemerintah, guna mencari solusi jalan keluarnya. “Kita harus duduk bersama, khususnya dalam membicarakan pembiayaan penyelenggaraan pendidikan,” singkatnya. (fdl)