Nama Pulau Sombori pelan tapi pasti mulai dikenal wisatawan. Baik dalam maupun luar negeri. Secara administratif, pulau yang disebut miniatur Raja Ampat Papua ini, berada di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Namun sayang, wisatawan yang datang justru kebanyakan masuk melalui Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Agung Sumandjaya, Sombori
BELUM habis lelah menempuh perjalanan darat 12 jam, sejumlah jurnalis dari Kota Palu termasuk Radar Sulteng, sudah harus merasakan perjalanan laut kurang lebih 3 jam. Bayangan awal tentang tumpangan berupa kapal besar, tiba-tiba hilang ketika dua perahu sandar di dermaga. Perahu berbahan fiberglass itu, menjadi tumpangan ke Pulau Sombori dari Pelabuhan Bete-bete.
Dermaga yang terletak di Desa Bete-bete, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali itu, merupakan pelabuhan terdekat dari Morowali untuk menjangkau Pulau Sombori. Beberapa jurnalis, sempat ragu melihat perahu yang akan ditumpangi tanpa penyeimbang di kanan dan kiri.
Pihak tour guide yang membawa rombongan jurnalis bersama Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulteng pun memberikan jaminan, bahwa perahu yang bakal ditumpangi aman. Ditambah lagi, jaket pelampung juga telah disediakan.
Perahu yang bergerak menggunakan dua mesin berkekuatan 30 PK, akhirnya bertolak menuju Pulau Sombori. Gelombang laut perairan Morowali saat itu lumayan membuat perahu bergoyang ke kanan dan ke kiri. Ketegangan penumpang perahu saat itu, sedikit mencair usai kurang lebih satu setengah jam tiba di pulau kecil berpasir putih.
Pulau yang timbul ketika air surut ini, menjadi tempat peristirahatan sementara nelayan ketika melaut. Oleh mereka juga, pulau tersebut diberinama Sapabungina. Sekitar lima belas menit menyinggahi pasir timbul itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan.
Setelah satu setengah jam perjalanan, dari kejauhan gugusan pulau karang seolah menyambut kedatangan di Kepulauan Sombori. Mesin perahu pun dipelankan ketika masuk ke sela-sela pulau. Pemandu wisata terlebih dahulu mengarahkan untuk melihat sejumlah objek wisata di Sombori.
Air Kiri menjadi kunjungan awal. Dinamakan Air Kiri, karena lokasi tersebut terdapat satu lubang di antara dinding karang berisi air laut, yang hanya dapat diambil dengan tangan kiri. Pemandangan di Air Kiri juga sangat indah, dengan dikelilingi tebing batu dan di tengahnya terdapat genangan air laut menyerupai danau.
Tidak jauh dari Air Kiri, adapula objek wisata Goa Berlian. Di goa ini, wisatawan bisa melihat keindahan stalaknit dan stalagmit yang terbentuk secara alami di dalam goa. Goa ini dahulu di masa prasejarah, juga sempat didiami oleh manusia. Terbtkti dari bekas telapak tangan yang sengaja ditempelkan di dinding-dinding goa, serta adanya tumpukan cangkang kerang di goa itu.
Dari Goa berlian, rombongan bergerak ke tujuan utama. Kayangan Resort. Di sini lah pusat wisata dari Kepulauan Sombori. Dari atas puncak Kayangan Resort ini pula wisatawan dapat melihat gugusan pulau karang secara utuh, yang sepintas menyerupai Raja Ampat, Papua.
Namun, saat itu akses naik ke puncak Kayangan Resort masih ditutup. Akibat adanya salah satu wisatawan yang terjatuh dari tebing ketika berfoto. Pihak Pemerintah Desa bersama pengelola menutup sementara akses di spot foto tersebut, untuk membenahi keamanan dan keselamatan wisatawan yang berkunjung. “Kita tutup dulu, untuk menghindari kejadian serupa, sambil kita benahi pagar yang ada di atas (puncak),” kata Pengelola Kayangan Resort, H Ruslimin.
Ruslimin dan keluarganya sejak 2017 lalu sudah menetap tinggal di Sombori, Desa Mbokita, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali. Dan hanya mereka yang tinggal di Pulau Kayangan. Dahulu untuk operasional pengelolaan resort tersebut dirinya menggunakan uang pribadi.
Tapi, sejak 2019 lalu, Pemerintah Kabupaten Morowali mulai menaruh perhatian terkait keberadaan Pulau Sombori. Sehingga untuk operasional Kayangan Resort, kini dibantu oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Morowali.
“Dulu pulau ini (Kayangan) tidak ada orang yang mau tinggal, karena katanya berhantu. Tapi saya beranikan diri tinggal di sini dan kelola, sekarang keluarga juga sudah ikut tinggal di sini,” ujar mantan Kepala Desa Dongkalan, Menui Kepulauan ini.
Di Kayangan Resort, ada 8 bangunan rumah kayu, yang masing-masingnya terdapat dua kamar. Satu kamarnya disewakan seharga Rp600 ribu. Uang hasil sewa tersebut, sebagian dibagi untuk pemerintah daerah, sebagian lagi untuk biaya operasional. Khusus di Kepulauan Sombori, hanya Kayangan Resort lah tempat wisatawan bisa menginap. “Kalau dulu, rumah-rumah warga di Desa Mbokita jadi tempat menginap. Sekarang di Sombori hanya di sini (Kahyangan),” tutur Ruslimin.
Namun kata dia, sangat jarang wisatawan yang berkunjung ke Kayangan Resort sekaligus menginap. Karena mereka yang datang kebanyakan menginap di Pulau Labengki, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Wisatawan yang datang dari Labengki menggunakan kapal-kapal kecil. “Mereka biasa puas lihat-lihat keindahan Sombori, langsung pulang lagi ke Labengki, karena menginapnya di sana,” ungkapnya.
Lebih jauh Ruslimin mengungkapkan, bahwa dalam sebulan rata-rata wisatawan yang datang sekitar 30an orang. Dan didominasi wisatawan yang menginap di Pulau Labengki. Begitu juga dengan wisatawan mancanegara, belum pernah ada yang menginap di Kayangan Resort. “Kalau bule (WNA) yang datang ke sini sudah ada beberapa, tapi tidak ada yang nginap,” katanya.
Hal yang sama juga diakui Acca, selaku tour guide. Agen perjalanan wisata miliknya, sangat jarang melayani wisatawan yang datang menggunakan jalur darat dari Kota Palu atau jalur udara dari Bandara Maleo Morowali. Kebanyakan memang wisatawan dari Labengki, Sulawesi Tenggara.
Jasa tour guide yang menjual Pulau Sombori kata dia, cukup banyak. Namun didominasi oleh agen-agen wisata yang berkedudukan di Sulawesi Tenggara. Sombori menjadi salah satu destinasi dalam paket wisata Labengki. Akses transportasi ke Pulau Sombori, memang lebih mudah didapat jika masuk melalui Sulawesi Tenggara.
Wisatawan dari bandara manapun saja, bisa turun di Kendari. Dari Kota Kendari ke Konawe Utara, hanya memerlukan waktu kurang lebih 3 jam. Kemudian dari Ibukota Konawe Utara ke Pulau Labengki menggunakan kapal hanya memakan waktu dua jam, sedangan dari Pulau Labengki ke Pulau Sombori ditempuh hanya satu jam dengan kapal.
Padahal, Kabupaten Morowali sendiri, memiliki bandara yang juga dapat dimaksimalkan jadi pintu masuk wisatawan ke Pulau Sombori. Meski memang harus diakui, fasilitas penunjang lainnya seperti angkutan laut, seperti kapal cepat atau kapal penumpang yang melayani warga Menui Kepulauan masih sangat minim. Hal ini lah, yang membuat wisatawan dari luar Sulawesi Tengah lebih memilih Sulawesi Tenggara sebagai pintu masuk ke Pulau Sombori.
Untuk jasa trip ke Sombori, biaya yang dipatok Acca lewat agen perjalanan wisata Journey_Morut miliknya, masih terbilang lebih murah ketimbang agen wisatan dari Sulawesi Tenggara. Untuk trip dua hari satu malam, dia mematok tariff Rp850ribu per orang, dengan minimal rombongan 8 orang. “Itu sudah termasuk sewa perahu, penginapan, makan dan juga trip ke sejumlah objek wisata di Sombori,” sebutnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulteng, Abdul Madjid Ikram yang baru pertama kali ke Sombori, memuji keindahan alam yang dimiliki Sulawesi Tengah ini. Kepulauan Sombori kata dia, memiliki nilai jual tinggi, dan berpotensi mendorong peningkatan ekonomi daerah. Meski demikian, potensi yang ada, harus dibarengi dengan keseriusan pemerintah daerah setempat untuk membuka diri, bekerjasama dengan berbagai pihak dalam pengembangan potensi di Sombori.
Dia pun membandingkan Sombori dengan Kepulauan Togean di Tojo Una-una.Yang dari segi fasilitas termasuk aksebilitasnya lebih siap Togean. Meski, di Togean memiliki bandara yang dekat, namun sudah tidak lagi disinggahi oleh maskapai. Harusnya, Morowali juga bisa lebih siap, karena adanya bandara yang masih melayani penumpang umum.
Memang diakui Abdul Madjid, diperlukan keseriusan kepala daerah, untuk mengembangkan objek wisata Kepulauan Sombori secara all out. All out yang dimaksud, bukan bekerja sendiri, melainkan bersinergi dengan semua pihak.
“Ini yang memang harus diupayakan terus oleh kita semua dan BI siap membantu. Kalaupun nantinya saya tidak menjabat lagi di Sulteng, tapi yang jelas BI pasti selalu open untuk mengembangkan perekonomian di daerah. Harapan saya kepada bupati di sini, ayo sama-sama kita membangun,” tuturnya. (**)