BENCANABERITA PILIHANDAERAHNASIONALPOSOSENI BUDAYA

PT. Poso Energi Dinilai Akan Hancurkan Kebudayaan Poso

TOLAK KERAS : Komunitas APDP saat menghadiri Hearing di DPRD Poso./FOTO. BUDIYANTO WIHARTO
Dilihat

POSO-Warga Tentena kecamatan Pamona Puselemba kabupaten Poso menolak keras rencana PT Poso Energi melakukan pengerukan wilayah muara danau Poso. Sebagai bagian dari upaya protes dan penolakan, warga Tentena yang tergabung dalam Aliansi Penjaga Danau Poso (APDP) mendatangi DPRD Poso sekaligus menggelar hearing (dengar pendapat) dengan wakil rakyat di gedung putih tersebut.
APDP yang datang dengan sekitar 15 orang ini diterima 12 anggota DPRD Poso. Informasi yang diperoleh, aksi massa APDP digedung Dewan ini merupakan lanjutan dari aksi-aksi protes sebelumnya yang telah dilakukan di kawasan danau Kota Tentena. “DPRD jangan tidur, jangan diam, lihat dan awasilah rencana pembangunan jangan sampai menghancurkan kebudayaan orang Poso,” kata Dj Nyolo-Nyolo.
Anggota APDP mengingatkan wakil rakyat di DPRD jangan menutup diri terkait rencana pengerukan dan pembangunan kawasan agro wisata oleh PT Poso Energi di mulut/muara danau Poso. Pesan DJ Nyolo Nyolo ini disampaikan dalam bentuk kayori berbahasa Pamona.
Dengar pendapat dengan anggota DPRD dilakukan oleh anggota aliansi guna mengingatkan ulang DPRD agar menjalankan fungsi pengawasan yang benar dalam semua perencanaan dan pengawasan pembangunan di Kabupaten Poso. Dengar pendapat dilatarbelakangi kegelisahan atas rencana PT. Poso Energy melakukan pengerukan dasar sungai Danau Poso. Pengerukan dasar sungai Danau Poso ini dilakukan untuk menambah debit air menggerakkan turbin PLTA. Proyek pengerukan dasar sungai ini akan dilakukan sepanjang 12,8 km, selebar 40 meter dan kedalaman antara 2 – 4 meter. Pengerukan sungai Danau Poso ini disertai dengan reklamasi di wilayah Kompo Dongi. “Rencana ini akan menghancurkan kebudayaan yang ada di Danau Poso seperti Mosango, Monyilo, dan Wayamasapi,“ sebut Kristian Bontinge, anggota Aliansi yang juga tokoh adat di kelurahan Pamona. Budaya Mosango lanjut Kristian berupa menangkap ikan dengan menggunakan alat Sango serta dilakukan oleh ratusan orang. Ini merupakan tradisi warga di sekitar Danau Poso yang sudah dilakukan secara turun-temurun. Demikian pula Wayamasapi, menurut Kristian memiliki prinsip dan nilai yang menggambarkan identitas budaya orang Poso yaitu kebersamaan, solidaritas dan kesederhanaan.
Sementara itu Monyilo, adalah tradisi menangkap ikan dengan tombak di atas perahu yang sedang berjalan bermodalkan satu lampu petromaks. Monyilo di Danau Poso dilakukan antara lain di wilayah di bawah jembatan beton Pamona. Saat ini terdapat 100 nelayan yang menangkap ikan dengan cara monyilo. Untuk monyilo, dibutuhkan arus air dan kedalaman tertentu.
Oleh karena itu, Kristian mewakili APDP mengatakan rencana pengerukan sungai Danau Poso oleh PT. Poso Energi akan menghilangkan kebudayaan masyarakat yang sudah ada sejak ratusan tahun di Danau Poso.
Hal lain yang juga dikhwatirkan anggota APDP adalah lokasi pengerukan yang akan terjadi di wilayah Kompo Dongi. “Kompo Donggi adalah wilayah adat, dimana ada tradisi menangkap ikan yang sudah dilakukan ratusan tahun yang lalu oleh orang Sawidago dan orang-orang lain di sekitarnya,” ungkap Hajai Ancura, seorang nelayan Toposango. Hajai menjelaskan, di Danau Poso termasuk di Kompo Dongi, adalah tempat berkembang-biaknya ikan-ikan endemik Danau Poso. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim Ekspedisi Poso, Danau Poso memiliki ikan-ikan endemik yang membutuhkan ekosistem khusus untuk berlindung dan berkembangbiak. Seperti ikan gobi, bungu masiwu yang membutuhkan batu-batuan untuk berlindung, tinggal dan bertelur. Ada juga ikan-Ikan jenis Oryzias Nigrimas, membutuhkan rerumputan.
Dalam skema rencana pengerukan sungai Danau Poso, wilayah Kompo Dongi akan direklamasi untuk kebutuhan bekerjanya alat berat. Di wilayah Kompo Dongi ini juga akan dibangun taman wisata air yang lengkap dengan area jogging, taman burung, dan tempat bermain anak. Jika reklamasi dan pengerukan dilakukan di wilayah ini bisa dipastikan ekosistem Kompo Dongi Danau Poso akan hancur, sehingga ikan-ikan akan punah atau bermigrasi.
Terkait rencana pengerukan yang disertai dengan reklamasi wilayah Kompo Dongi untuk kepentingan taman wisata air, R Kabaya, anggota Aliansi lainnya menyampaikan, usulan agar wilayah Danau Poso dijadikan kawasan Geopark dan wisata budaya, sehingga dapat mengembangkan wisata yang menghargai kebudayaan dan melindungi lingkungan. Kabaya berujar bahwa Mosango, Monyilo dan Wayamasapi adalah wisata budaya yang bisa dikembangkan tanpa merusak wilayah Kompo Dongi.
Sementara anggota DPRD Poso, Iskandar Lamuka merespon positif kedatangan APDP di kantornya. Ia pun ikut mendukung sikap kuat masyarakat yang menolak pembangunan yang merusak ekosistem, kearifan lokal, dan merusak sumber hidup masyarakat.
“Bapak-bapak Aliansi yang datang bertemu kita hari ini, mereka tidak menolak pembangunan, tapi menolak pembangunan yang merusak,” ujar Iskandar.
Sementara itu Fredrik Torunde, anggota DPRD lainnya merespon dengan mengatakan pentingnya memperhatikan aspirasi masyarakat, terutama para orang tua. “Kita harus perhatikan betul aspirasi yang disampaikan oleh orang-orang tua, karena ini sudah sangat penting. Yang kita prihatin juga sekarang adalah jangan sampai budaya kita hilang karena pembangunan,” ucapnya. Bram Badilo, anggota DPRD lain mengusulkan adanya moratorium. Pada akhir dengar pendapat, anggota DPRD menyatakan bahwa mereka akan melakukan kunjungan langsung ke wilayah Kompo Dongi dalam minggu ini, dan memanggil PT. Poso Energy untuk memberikan penjelasan. (bud)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.