MOROWALI UTARA

Proyek Jalan Lingkar Bahoue – Kolonodale Disorot

Dilihat
Proyek jalan lingkar Bahoue – Kolonodale kembali disorot. Warga menyayangkan pekerjaan senilai Rp7 miliar lebih bersumber APBD 2017 ini berjalan lamban. (foto: Ilham Nusi)

MORUT – Masyarakat Kolonodale, Morowali Utara kembali menyorot lambatnya progres pengerjaan proyek peningkatan mutu jalan lingkar Bahoue – Kolonodale.

Semula, masyarakat optimis PT Telaga Pasir Kuta dapat menyelesaikan proyek tersebut sebelum masa kontraknya selesai, pekan ketiga Oktober 2017. Namun hingga kini belum terlihat perubahan signifikan, kecuali penambahan tinggi tanggul dan separuh timbunan jalan sepanjang 800 meter.

“Padahal jalan itu sudah dibiayai miliaran rupiah oleh daerah,” kata Adi kepada Radar Sulteng di Kolonodale baru-baru ini.

Hal yang janggal dalam proyek tersebut menurut Adi lengangnya aktifitas di lokasi pekerjaan. Bahkan peralatan kerja seperti molen tak sampai 3 unit. Sementara dua alat berat lebih banyak parkir ketimbang beroperasi.

“Masa proyek miliaran pekerjanya bisa dihitung dengan jari,” tandasnya.

Rian Moningka, saat ditemui Radar Sulteng beberapa waktu lalu mengakui pekerjaan itu memang berjalan lambat. Namun sebagai pihak ketiga yang menerima sub kontrak alat berat, mereka hanya bekerja sesuai tugasnya.

“Greder dan Vibro ini milik PT Catrindo di Jalan Veteran Palu yang disewa kontraktor jalan ini. Soal lainnya saya tidak paham,” ujar operator alat vibro itu.

Rian mengaku bekerja bersama Nonong, operator Greder dan Christofel selaku pengawas perusahaan. “Kami disini (Kolonodale) belum lama. Pokoknya kalau sudah selesai pekerjaan ya pulang,” tandas warga Poso itu.

Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Daerah (DPUPRD) Morut Irwan A Ibon membenarkan progres proyek tersebut berjalan lambat. Padahal kontraktor telah menerima uang muka pekerjaan sekian persen.

“Benar pekerjaannya lambat. Soal apa kendalanya nanti kontraktor yang jelaskan,” kata Irwan saat dikonfirmasi Radar Sulteng pekan kemarin

Akibat keterlambatan dimaksud, pihak kontraktor tidak bisa menambah pencairan dana tahap kedua. Bahkan anggaran proyek di atas dipotong saat dana transfer pusat untuk Morut dipotong hampir Rp23 miliar.

“Waktu dihitung progresnya pekerjaan masih 5 persen. Jadi mereka tidak bisa cairkan termin kedua. Kita anggap dana masih ada sesuai volume pekerjaan,” jelas Irwan.

Dia memastikan daerah akan membayar pekerjaan itu sesuai hasil pekerjaan. Langkah ini diambil agar uang negara tidak menguap percuma di proyek tersebut.

“Kalau memang tidak selesai ya tidak akan dibayar penuh. Sanksi berupa denda harian juga pasti diberlakukan sebagai konsekwensi dari keterlambatan pekerjaan,” tegas Irwan.

Di hari yang sama, Radar Sulteng coba menghubungi seseorang bernama Ical yang disebut-sebut sebagai kontraktor pelaksana proyek dengan Nomor Kontrak 620/01/KONT-PNKT.J/BM/DPUPRD/MU/VI/2017 yang ditandangani 8 Juni 2017 dan berakhir selama 180 hari.

Sayangnya, Ical kurang merespon pertanyaan wartawan yang meminta penjelasan terkait persentase pekerjaan.

Ical yang coba ditemui kemudian tidak bersedia dengan alasan sedang menuju Beteleme.

“Proyeknya masih jalan. Kenapa, biar saja begitu,” jawab Ical via telepon.

Berdasarkan informasi di papan proyek, pekerjaan ini bernilai Rp7,07 miliar. Dari pantauan juga tampak plesteran tanggul itu tidak rata bahkan lubang-lubang tanggul ada yang dicor semen ada pula hanya diisi batu tanpa cor. (ham)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.