PALU KOTA

Proyek Fisik “Makan” 56 Hektar Lahan THK

Dilihat
DOK. RADAR SULTENG/MUGNI SUPARDI
HUTAN KOTA : Tampak kondisi taman hutan kota dari kejauhan. Taman hutan kota sendiri berfungsi ekologis. Seperti, memperbaiki dan menjaga iklim mikro, menekan dan mengurangi pencemaraan udara serta suhu udara, mendukung kelestarian keanegaragaman hayati dan fungsi ekologis lainnya.

PALU – Lebih separuh dari taman hutan kota (THK) akan dipakai untuk proyek fisik. Berbagai proyek tersebut, tidak hanya tempat pertunjukan seni, namun ada pula pembangunan lapangan olahraga. Nilai proyek keseluruhan sendiri mencapai Rp20 miliar.

Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pengendalian Ruang, Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu, Irvan ST Msi. Menurutnya, ada sekitar 56 hektar lahan THK yang akan dipakai untuk pembangunan fisik di THK. “Luas taman hutan kota ada 65 hektar dan secara fisiknya yang akan dikerjakan hanya sekitar 56 hektar saja,” ungkap Irvan.

Sementara untuk penganggaran yang dikeluarkan oleh Pemkot Palu pada tahun anggaran 2018 saat ini, yakni terdiri atas anggaran untuk pengerjaan fisik dan pengawasan. “Pengerjaan fisik dianggarkan sebanyak Rp 19 miliar, dan sekitar Rp 1 miliar untuk pengawasan di lokasi, sehingga total anggaran yang disediakan oleh Pemkot Palu sebanyak Rp20 miliar tahun ini,” sebutnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, Abd Haris menyampaikan, jika memang harus ada pembangunan atau penambahan fasilitas di dalam hutan kota, cukup toilet, tempat sampah maupun tempat untuk duduk pengunjung.

“Kalau ada penambahan-penambahan bangunan untuk kepentingan pengunjung menurut saya itu tidak ada masalah tapi jangan sampai lebih besar porsinya untuk yang buatan  dibandingkan dengan yang alami, mungkin minimal 10 sampai 20 persen lah dari luas THK,” tutur Aris.

Masih kata Aris, pembangunan fasilitas pun seharusnya tidak boleh melebihi dari 20 persen atau lebih banyak yang buatan daripada yang alamiah karena akan menganggu dan berakibat hilangnya serta menurunya satwa-satwa endemik yang ada di wilayah THK. Walhi Sulteng pun meminta Ombudsman untuk melihat proses-proses dalam pembangunan-pembangunan di THK tersebut apakah dalam proses perencanaan terjadi maladministrasi dan sebagaianya.

“Orang datang ke THK bukan melihat buatannya melainkan melihat kealamian tempat itu sebagai ruang hijau dan tempat penelitian bagi para akademisi untuk burung dan satwa endemik lain yang khas ada di Kota Palu,” tambahnya. (zal)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.