DAERAHDONGGALASULTENG

Polsek Labuan Lakukan Peninjauan Dugaan Penyerobotan Lahan di Tanah Bersertifikat

PENINJAUAN : Kapolsek Labuan, IPTU Moh. Fikri, saat memintai keterangan Sahar (kaos merah) disaksikan H. Hasanuddin Atjo (paling kanan), di Desa Labuan Kabupaten Donggala, Rabu (12/1). (FOTO : MUCHSIN SIRADJUDIN/RADAR SULTENG)
Dilihat

DONGGALA-Polsek Labuan Kabupaten Donggala, melakukan kunjungan atau peninjauan lokasi di tanah bersertifikat milik H. Hasanuddin Atjo, yang berada di pesisir pantai Roto Desa Labuan Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Rabu (12/1).

Peninjauan lokasi itu dipimpin Kapolsek Labuan, IPTU Moh Fikri, bersama pemilik lahan H. Hasanuddin Atjo, personel Polsek Labuan, Amir warga Labuan, dan Sahar warga yang membuka bisnis kuliner di lokasi bersertifikat milik H. Hasanuddin Atjo, tanpa izin.

Konfrontir objek lahan bersertifikatpun dilakukan Polsek Labuan, dan menghadirkan langsung warga yang telah menduduki lahan bersertifikat milik H. Hasanuddin Atjo, S dan rekannya P. Awalnya S begitu ngotot mempertahankan argumennya di hadapan Kapolsek, bahwa lahan adalah milik negara, apalagi lahan pantai. “ Ini lahan (maksudnya pantai) negara punya, “kata S saat itu.

Dia tetap ngotot, dan berargumen lahan negara siapa saja bisa menempati. Dia membuka tempat wisata semacam Café, dengan alasan untuk memperindah pantai, padahal dia lupa atau tidak tahu kalau lahan itu sudah ada pemiliknya yang sah yaitu H. Hasanuddin Atjo.

Perdebatan S baru terhenti, setelah pemilik tanah dekat pantai Roto itu H. Hassanuddin Atjo memperlihatkan sertifikat 00779 seluas 2.998 meter persegi, dan 00780 seluas 1.229 meter persegi BPN Donggala dibebaskan 5 tahun lalu. Bukti ini menegaskan, bahwa tanah atau lahan yang ditempati oleh S adalah milik sah dari H. Hasanuddin Atjo, yang dibelinya dari keluarga Amir (sekarang orang yang diberi tanggungjawab oleh H. Hasanuddin Atjo sebagai penjaga dan pengawas lahan di pantai Roto).

Kepada Radar Sulteng, Amir juga membenarkan bahwa lahan itu dibeli oleh H. Hasanuddin Atjo, dengan menunjukkan batas-batasnya, yaitu pohon kayu Jawa yang ada di pinggiran pantai, yang pemilik sahnya adalah H. Hasanuddin Atjo.

“ Ini sertifikat saya, “ tutur H. Hasanuddin Atjo, seraya memperlihatkan isi sertifikat miliknya di hadapan Kapolsek Labuan Moh. Fikri dan S, serta seorang kawannya yang hadir saat itu. Teman S lalu mengambil foto sertifikat itu dengan handphone-nya.

Setelah diperlihatkan sertifikat, terlihat S tidak lagi ngotot seperti diawal pertemuan. Mungkin saja dia menyadari kekeliruannya dan kengototannya dia bahwa tanah dan pantai adalah milik negara tidak ada yang punya.

Kapolsek pun lalu menanyakan kepada H. Hasanuddin Atjo apakah kasus “penyerobotan” ini dilanjutkan, atau ada kebijakan lain dari H. Hasanuddin Atjo. Misalnya memaafkan atas perbuatan S dan P yang tidak pamit minta izin untuk membuka usaha kuliner di lokasi tersebut.

Namun H. Hasanuddin Atjo yang sudah kecewa karena sempat dipermalukan S dan kawannya P, tetap melanjutkan perkara ini. Dengan perkara perbuatan tidak menyenangkan, dan penyerobotan lahan atau tanah milik orang yang berkekuatan hukum, memiliki alas hak berupa sertifikat tanah sah dari Kantor Pertanahan.

“ Saya akan melanjutkan perkara ini. Agar ada efek jera. Apalagi diduga ada penumpang gelap yang memperkeruh situasi, “ ucap H. Hasanuddin Atjo. Menurutnya, ini banyak yang jadi modus di tempat-tempat yang sudah ada prospek, seperti di pantai Roto ini.

Sebelumnya diberitakan, dua warga berinisial S dan P warga Desa Labuan Induk Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala dinilai pemilik lahan bersertifikat H. Hasanuddin Atjo menyerobot lahan miliknya untuk membangun cafe di areal sekitar wisata pantai Roto Desa Labuan induk, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala.

Karena saat itu tidak ada akses ke tempat wisata tersebut. Dan atas permintaan Pemerintah Desa (Pemdes) Labuan induk, maka tanah miliknya sekitar 400 meter dihibahkan untuk menjadi jalan menuju ke pantai Roto. Jadi saya kira ini sebagai bentuk kepedulian.

Menurut pemilik lahan tersebut pembangunan cafe itu sudah menyalahi prosedur, pertama membangun di atas lahan bersertifikat, kedua tidak ada izin dari pemilik yang sah. Kalau hanya sekedar memarkir perahu mungkin tidak jadi soal, tetapi ini sudah membangun untuk bisnis lain.

Sebenarnya keduanya sudah ditegur oleh yang diberi tanggung jawab mengawasi lokasi tersebut tetapi tidak diindahkan, bahkan pada saat pemilik berkunjung di hari minggu, 9 Januari 2022 yang bersangkutan mendapat tekanan mengarah kepada hal hal yang tidak menyenangkan.

Menutup pembicaraan yang dilakukan per telepon pemilik lahan akan membawa ke ranah hukum bila kedua oknum berinisial S dan P tidak segera menghentikan kegiatannya. Dan meminta pemdes meninjau aktifitas warganya yang dinilai sudah tidak prosedural.(mch)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.