
PALU- Kegiatan dalam rangka memperingati Hari Ibu ke-89 masih digelar. Kemarin (15/12), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng menggelar Talk Show Gerakan Stop Perkawinan Anak.
Acara itu dibuka Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat, Rusdi Bachtiar Rioeh mewakili gubernur. Talk show menghadirkan Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rohika Kurniadi Sari.
Staf ahli mengatakan, berdasarkan data profil anak dari DP3A Sulteng tahun 2016, bahwa secara total persentase anak umur 15-19 tahun sebesar 6,64 persen berstatus kawin dan pernah kawin. ‘’Hal ini sangat menjadi perhatian bagi pemerintah daerah dan masyarakat Sulteng untuk mewujudkan anak sebagai generasi muda berkualitas, dan melakukan pemberian perlindungan khusus dan pemenuhan hak yang dimiliki anak,’’ kata Rusdi.
“Untuk itu, diperlukan komitmen bersama dalam mencegah pernikahan anak melalui pemahaman terhadap isu-isu yang merugikan tumbuh kembang anak, melalui interfensi pencegahan pernikahan anak oleh orang tua, pengasuh, atau orang yang bertanggung jawab atas anak yang menjadi salah satu kunci untuk memutuskan mata rantai praktek perkawinan anak,” katanya.
Dia mengatakan, dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan perkawinan hanya di izinkan bila pihak pria mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun. Sangat jelas tertulis dalam UU Perkawinan tersebut, umur menjadi salah satu syarat mutlak melakukan perkawinan.
Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak perkawinan yang telah dilakukan sebelum mencapai batas umur yang ditentukan yang lebih sering dikenal dengan istilah perkawinan dini atau perkawinan anak.
Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan, baik fisik maupun psikologi anak yang menikah diusia muda, organ reproduksinya belum berfungsi secara optimal selain itu, secara psikologi belum siap untuk menjadi ibu dalam arti kemampuan mengasuh anak.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan, Rohika Kurniadi Sari mengungkapkan, sebanyak 34 persen jumlah penduduk Indonesia atau 87 juta orang adalah anak, yang harus mendapatkan pemenuhan hak anak dan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi termasuk dari praktik perkawinan anak. Perkawinan anak merupakan pelanggaran atas hak anak yang merupakan bagian dari hak anak manusia.
Berdasarkan data bahwa perkawinan anak saat ini sangat memprihatinkan. Perkawinan usia anak masih banyak terjadi di Indonesia, 1 dari 6 atau 17 persen anak perempuan menikah pada usia anak, yaitu sebelum mencapai 18 tahun.
“KPP-PA sebagai kementerian yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan terkait pemenuhan hak anak dan perlindungan anak akan melakukan kegiatan yang bersifat strategis yang diwujudkan melalui ‘’Gerakan Bersama untuk Stop Perkawinan Anak’’ yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dunia usaha dan media secara serentak mulai bulan November 2017 di lima wilayah, salah satu diantaranya adalah Provinsi Sulawesi Tengah,” kata Rohika Kurniadi Sari.(sya)