DONGGALA-Dalam memperingati Hari Mangrove Sedunia yang jatuh pada 26 Juli 2022, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) bersama Komunitas Sahabat Mangrove Tanjung Batu, Pejuang Mangrove Kabonga Kecil Donggala, melakukan aksi penanaman dua ribu pohon mangrove di perairan teluk Palu Donggala.
Selain pada acara inti, yakni penanaman pohon mangrove, Yayasan KEHATI juga memperkenalkan kepada para siswa Sekolah Dasar (SD) 15 Banawa bagaimana cara menanam dan melestarikan pohon mangrove. Ternyata mangrove memiliki salah satu keunggulan untuk bisa diproduksi buahnya menjadi produk makanan yang dapat dikonsumsi oleh manusia, seperti menjadi tepung yang kemudian diolah menjadi berbagai bahan makanan.
Itulah yang dilakukan oleh kelompok ibu-ibu pejuang mangrove Kabonga Kecil dan komunitas Sahabat Mangrov. Kedua kelompok tersebut membuat berbagai macam olahan makanan dari buah mangrove dengan berbagai macam jenis buah mangrove yang dihasilkan, seperti menjadi olahan kripik, peyek, kue tradisonal, dan kopi mangrove.
Diketahui, ada banyak kajian menyatakan bahwa selain mencegah abrasi, mangrove sangat efektif dalam meredam terjangan tsunami. Hal ini terbukti pada bencana tsunami yang menimpa Teluk Palu di tahun 2018. Daerah yang ditanami mangrove terlindungi dari terjangan tsunami sehingga tidak mengalami kerusakan yang berarti dibandingkan daerah lain.
Tercatat, terjangan tsunami memang beberapa kali menerjang teluk Palu pada tahun 1927, 1930, 1938, dan terakhir di tahun 1966. Fakta tersebut menggerakan kepedulian Yayasan KEHATI untuk merestorasi ekosistem mangrove yang telah rusak. Selain sebagai peredam tsunami, keberadaan mangrove diharapkan dapat mengembalikan keanekaragaman hayati di sana.
“Walaupun berangkat dari mitigasi bencana, program konservasi mangrove ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat lain bagi keberlangsungan makhluk hidup terutama masyarakat sekitar,” ujar Manajer Program Ekosistem Kelautan Yayasan KEHATI, Toufik Alansar, disela kegiatan yang dilaksanakan di sekitar pesisir pantai Goneganti Donggala.
Toufik menambahkan bahwa banyak manfaat yang dapat dirasakan dari program ini di beberapa tahun ke depan. Secara fisik, keberadaan hutan mangrove di pesisir merupakan sabuk hijau yang melindungi daratan dari bahaya erosi, abrasi, mengurangi aktivitas pasang surut air laut, dan menahan gelombang air laut dan tiupan angin.
“ Secara ekologi dapat mengembalikan fungsi-fungsi ekosistem hutan mangrove sebagai daerah pembiakan (spawning ground) dan daerah pembesaran (nursery ground) bagi sejumlah biota laut seperti udang, ikan, kepiting dan kerang–kerangan. Hal terpenting, program konservasi mangrove merupakan bagian dari program mitigasi perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon,”katanya.
Secara sosial, terbangunnya kesadaran kolektif masyarakat dapat dimulai dari kegiatan penanaman. Kemudian, semangat untuk tinggal di daerah tahan bencana dan terbukanya akses ekonomi diharapkan dapat menjadi stimulus pelestarian dan eskpansi kawasan mangrove di Teluk Palu Kabupaten Donggala. Yayasan KEHATI juga akan mendorong ketersediaan bibit plasma nutfah perikanan agar dapat dikelola sebagai pendapatan masyarakat.
Namun, KEHATI menyadari terdapat beberapa masalah dan tantangan dari program konservasi yang tengah dihadapi. Saat ini, laju perusakan luasan ekosistem mangrove yang ada jauh lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan dan rehabilitasi yang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh degradasi dan alih fungsi lahan. Selain itu, KEHATI melihat kesadaran masyarakat dalam melestarikan dan mengelola pemanfaatan mangrove masih rendah. Kebijakan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan mangrove walaupun sudah ada, pelaksanaannya dianggap masih belum maksimal.
“Berdasarkan pengalaman kami, program konservasi tidak akan berhasil jika tidak ada keterlibatan dan kesungguhan dari semua pihak. Mulai dari masyarakat sampai pemerintah daerah harus memiliki kesadaran dan kemauan dalam menjaga kelestarian mangrove di Teluk Palu Donggala. Harus dibangun mindset bahwa mangrove bukan sekadar obyek, namun subyek seperti manusia yang hidup berdampingan dengan masyarakat. Kita jaga mangrove, mangrove jaga kita,” jelas Toufik.
Untuk membangun kesadaran masyarakat terutama generasi muda, KEHATI berencana akan membangun laboratoirum alam sebagai pusat pembelajaran bagi siswa sekolah dan umum. Selain mangrove pusat informasi nantinya akan menyediakan informasi dan pengetahuan tentang biodiversitas laut khususnya yang berada di ekosistem mangrove. “ Sebelumnya, sudah terdapat fasilitas serupa yang dibangun oleh KEHATI bersama mitra di Kabupaten Majene, yaitu Mangrove Learning Center (MLC). Selain sebagai pusat edukasi, MLC digunakan untuk mengembangkan ekowisata dan pemberdayaan masyarakat,”tutup Taufik.
Sementara Direktur Yayasan Bonebula, Andi Anwar menjelaskan dalam rehabilitasi mangrov yang dilakukan mulai dari memetakan faktor gangguan, kemudian menyusun desain rehbilitasi mangrov, sebab tidak semua kawasan akan cocok dengan tanaman mangrov. “Seperti yang dilakukan saat ini dari 10 kawasan rehabilitasi yang ada, kalau disini gangguannya adalah sampah dan gelombang, sehingga kami gunakan dua metode penanaman dengan cara menanam langsung dari bibit dan menggunakan metode rumpun berjarak atau guludan,” terangnya.(who)