NEGARA saat ini tengah diuji dengan adanya Pandemi Covid-19. Seluruh lini terdampak adanya pandemi yang sudah setahun lebih melanda. Termasuk perekonomian negara. Meski demikian, pengelolaan keuangan negara harus tetap berjalan dengan baik.
Guna menjaga konsistensi pengelola keuangan negara di tengah pandemi ini, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tengah, tetap memberikan pelayanan terbaik berupa pendampingan kepada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah yang mengelola APBN.
Kepala Kanwil DJPb Sulawesi Tengah, Irfa Amri, Ak, M.A,.Ph.D, Rabu (14/7) pekan kemarin di ruang kerjanya, secara gamblang menjelaskan, terkait kondisi pengelolaan keuangan negara di Sulawesi Tengah, khususnya di tengah pandemi saat ini. Berikut petikan wawancara khusus wartawan Radar Sulteng, Agung Sumandjaya bersama Irfa Amri, yang juga Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Sulawesi Tengah ini.
Selama Pandemi Covid-19 ini, bagaimana bentuk pelayanan yang diberikan DJPb Sulteng melalui KPPN-KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) di sejumlah daerah kepada mitra kerja dalam hal ini Satuan Kerja yang mengelola APBN?
Pelayanannya tetap sama, hanya saja untuk pelayanan tatap muka dibatasi. Kami lebih mengedepankan pelayanan berbasis IT, atau lewat internet. Kami juga mempermudah dengan mengurangi sejumlah persyaratan. Hikmah positifnya yang kami dapatkan dengan pelayan berbasi IT ini, berdampak pada kinerja lebih bagus lagi dari sisi penyerapan anggaran, dibanding tahun lalu.
Kinerja lebih baik itu, apakah juga terkait Penyerapan anggaran di Semester Pertama 2021 yang mendekati target ?
Targetnya serapan anggaran di Semester pertama 40 persen. Saat ini realisasinya sudah sekitar 37,5 persen dari PAGU anggaran senilai Rp11,7 triliun atau senilai Rp4,3 triliun. Realisasi belanja semester I tahun 2021 ini naik 10,5 persen dibandingkan realisasi belanja semeseter I tahun 2020 yakni sebesar Rp3,9 triliun.
Meski demikian, kini penilaiannya tidak hanya besar serapan saja seperti dulu, tapi diukur dari perencanaan, ketaatan, efisiensi dan efektifitas pengelolaa keuangan Satker. Dari keempat unsur itu, ada lagi 13 komponen penilaian, termasuk diantaranya laporan pertanggungjawaban, jika kerap terjadi kesalahan maka akan mengurangi nilai pengelolaan keuangan. Dan yang terpenting, realisasi anggaran harus sejalan dengan output (capaian sasaran). Jika realisasi anggaran 40 persen, maka outputnya pun harus 40 persen. Dan di akhir tahun, realisasi 90 persen, outputnya harus 100 persen. Jika tidak sejalan, itu nanti jadi pertimbangan kami untuk review nanti.
Dari hasil evaluasi, apa kendala yang dihadapi Satker pengelola keuangan, terkait dengan realisasi anggaran?
Contohnya di 2020, masih banyak Satker yang membiayai kegiatannya di luar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), sehingga belanja modalnya (pembangunan gedung) tidak terlaksana. Namun kendala tersebut bisa diatasi, karena sudah dianggarkan, dan dananya baru tersedia tahun ini.
Belum lagi adanya recofusing anggaran. Di mana, ada beberapa kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan di masa pandemi ini, dialihkan untuk penanganan covid-19. Seperti kegiatan meeting dan belanja non operasional.
Adanya pandemi, apakah juga berdampak kepada realisasi Dana Desa di kabupaten-kabupaten?
Ada beberapa daerah yang masih jauh dari target realisasi 40 persen penyerapan anggaran di semeseter pertama, dan ada juga yang sudah sampai 40 persen, seperti Kabupaten Tolitoli. Adanya pandemi ini memang sedikit menjadi kendala pihak pemerintah desa berkoordinasi dengan Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa) masing-masing kabupaten, apalagi daerah yang cukup jauh.
Tapi lewat sistem IT (informasi dan Teknologi) sebenarnya antara PMD dan Pemerintah desa bisa berkoordinasi. Seperti kelengkapan dokumen dana desa, cukup di-upload lewat aplikasi yang ada. Ini memang menjadi tantangan bagi Dinas PMD di masing-masing daerah, untuk bagaimana menggalang pemerintah desa dalam melengkapi apa saja yang menjadi syarat untuk pencaian dana desa. Seperti Kabupaten Touna, itu juga cukup bagus menjemput bola, mereka yang turun hingga ke desa-desa.
Selain Dana Desa, ada pula Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang juga menjadi salah satu bentuk perhatian pemerintah pusat terhdap pembangunan daerah. Khusus Sulawesi Tengah, berapa alokasi DAK Fisik tahun 2021 ?
Setiap tahunnya seluruh daerah di Sulawesi Tengah, mendapat DAK Fisik, sebagai upaya desentralisasi pemerataan pembangunan di daerah. Untuk tahun ini, alokasi DAK Fisik di Provinsi Sulawesi Tengah total senilai Rp2,01 Triliun. Naik sekitar 18,4 persen dibanding tahun 2020, yang berada di angka Rp1,70 Triliun.
Dengan penyaluran persentase terbesar yakni Pemerintah Kabupaten Donggala, senilai Rp44 miliar atau sekitar 22,14 persen dari Pagu DAK yang diterima senilai Rp199 miliar, kemudian diikuti Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dengan capaian penyaluran 22,13 persen atau senilai Rp88 miliar dari Pagu Rp397 miliar dan Kabupaten Touna dengan capaian penyaluran 20,70 persen atau senilai Rp24 miliar dari Pagu senilai Rp119 miliar. Adapun Kabupaten yang belum terealisasi sama sekali DAK Fisik (nol persen), yakni Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Banggai Laut.
Mengapa masih ada Kabupaten yang nol persen realisasi DAK Fisiknya di Tahun ini?
Kabupaten Banggai Kepulauan dari Pagu awal Rp129 miliar dan Kabupaten Banggai Laut Pagu awal Rp41 miliar memang hingga Triwulan II tahun ini masih nol persen realisasinya. Hal itu biasanya disebabkan, masih terkendalanya Pemerintah Kabupaten dalam memasukn dokumen persyaratan pencairan anggaran. Salah satunya terkait review APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah) atas DAK Fisik di tahun lalu oleh Inspektorat yang harus dikoordinasikan dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), termsuk melaporkan pertanggungjawaban DAK Fisik tahun sebelumnya.
Saat ini sebenarnya, Pemda bila dokumen-dokumennya sudah siap, tidak perlu menyerahkan hardcopy, tinggal upload saja di aplikasi onlie monitoring SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara).
Seberapa penting percepatan penyerapan DAK Fisik bagi daerah?
Percepatan penyerapan anggaran DAK Fisik merupaan kunci bagi pemulihan ekonomi di tengah pandemi. Semakin cepat dana tersebut disalurkan maka semakin cepat pula bagi pemerintah daerah menggunakan dana tersebut bagi pembangunan fisik daerah. Dengan bergeraknya proyek fisik yang didanai dari DAK Fisik maka tentu juga akan menggerakan ekonomi sektor lain.
Selaku Regional Chief Economist, apa peran DJPb Sulteng dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)?
Dalam PEN kami berperan agar dana-dana tersebut benar-benar tersalurkan kepada masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan. Kami berupaya agar masyarakat Sulteng bisa mendapatkan porsi besar dari program ini, salah satunya mendorong Pemda memperbaii data penerima agar bisa benar-benar tepat sasaran.
Contohnya BPUM (Bantuan Produktif Usaha Mikro), banyak usaha kecil yang seharusnya menerima, namun karena data kurang lengkap, hanya sedikit yang bisa merasakan. Itu kami dorong datanya, dari awalnya 30 ribuan penerima, saat sudah sekitar 200 ribu penerima.
Kami juga berhasil meyakinkan Pemerintah Pusat, di mana BPD (Bank Pembangunan Daerah) mendapat penyertaan dana senilai Rp200 miliar dengan bunga ringan, yang kemudian bisa dimanfaatkan para pelaku usaha untuk bangkit juga dengan bunga yang ringan. (**)