PALU – Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Sulteng mulai melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pada pembangunan gedung baru DPRD Morowali Utara (Morut). Tidak main-main, kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini ditaksir hingga mencapai belasan miliar rupiah.

Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, kasus yang tengah disidik Tipikor Polda Sulteng ini, mulai dari perencanaan, pengadaan lahan hingga pelaksanaan proyek pembangunan gedung baru kantor DPRD Morut itu, sarat dugaan korupsi. Dimulai dari proses perencanaan yang dianggarkan pada tahun 2015, senilai Rp290jutaan seluruhnya dianggap merugikan negara, sebab proyek perencanaan dilaksanakan sebelum adanya lahan yang disiapkan sebagai gedung baru kantor DPRD Morut. Temuan kerugian negara yakni seluruhnya dari anggaran tersebut atau total loss.
Tidak berhenti hanya di perencanaan saja, pada proses pengadaan lahan gedung juga tercium aroma korupsi. Di mana dalam pengadaan lahan yang dianggarkan senilai Rp580jutaan, dengan luas 9.800 m2 tidak layak dibangun gedung dengan empat lantai, seperti yang direncanakan di awal pembangunan gedung baru kantor DPRD Morut. Yang lebih aneh lagi, lahan yang digunakan untuk gedung tersebut dibeli dari oknum pimpinan DPRD Morut. Dalam pengadaan lahan ini, didapati kelebihan bayar, senilai Rp89 juta.
Saat pembangunan gedung pada 2016 lalu, yang menghabiskan anggaran senilai hampir Rp15 miliar, untuk tahap pertama, juga ditemukan adanya kerugian negara. Proyek yang dikerjakan PT Multi Global Konstrindo tersebut, juga terjadi kelebihan bayar senilai hampir Rp2 miliar. Beberapa item pekerjaan pun juga diketahui terdapat kekurangan volume.
Proyek pembangunan gedung baru DPRD Morut ini, juga tidak dapat dilanjutkan, karena daya dukung tanah tidak dapat menopang gedung setinggi empat lantai. Alahasil, proyek gedung tersebut mangkrak, karena tidak dilanjutkan ke tahap kedua. Tanah di bawah bangunan pun juga sudah terlihat mengalami keretakan, akibat hanya dilakukan penimbunan. Sejak awal, menurut sumber, pembangunan gedung baru DPRD Morowali Utara itu, memang terkesan dipaksakan oleh sejumlah pihak. “Awalnya gedung itu diusulkan pembangunannya senilai Rp35 miliar, tapi akhirnya yang disanggupi Pemerintah Daerah hanya Rp15 miliar. Yang usulkan dulu yah orang-orang dalam DPRD Morut sendiri,” sebut sumber.
Dikonfirmasi terkait penyidikan kasus tersebut, Kapolda Sulteng, Brigjen Pol I Ketut Argawa melalui Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hery Murwanto membenarkan telah dinaikkannya status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Meski begitu, kata Hery, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. “Prosesnya ini meski sudah penyidikan tetapi untuk tersangkanya masih dilidik,” tutur Hery. Rencananya, lanjut Hery, awal pekan depan, sejumlah saksi-saksi dalam kasus ini bakal kembali dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan.
Lebih lanjut disampaikan Hery, Kapolda Sulteng sejak pertamakali bertugas di Sulawesi Tengah, sudah menyatakan komitmennya untuk benar-benar menindak tegas segala bentuk tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara. Penyidik pun kata Hery, telah diperintahkan Kapolda untuk serius dalam penanganan masalah korupsi yang ada di daerah. “Anggota juga diminta jangan berani untuk main-main dalam menangani kasus korupsi, karena ini pertanggungjawabannya tidak hanya kepada masyarakat tetap kepada Tuhan Yang Maha Esa,” ungkap Kabid Humas.
Terpisah, dihubungi via telepon tadi malam, Kasubdit Tipikor Polda Sulteng, AKBP Teddy Salawati mengakui, pihaknya telah selesai melakukan gelar perkara terkait kasus ini pada beberapa hari lalu. Setelah dinyatakan naik ke penyidikan, penyidik Tipikor kata dia, langsung mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke pihak Kejaksaan Tinggi Sulteng. “Kami jadwalkan Senin ini langsung kembali ke Morowali Utara untuk mengumpulkan bukti-bukti di lapangan,” terang Teddy, sembari mengungkapkan telah mengantongi sejumlah nama calon tersangka. (agg)