
Oleh: Dr. RAHMAT BAKRI, S.H., M.H. *)
PERNYATAAN Ridwan H Basatu, anggota DPRD Palu perihal rumah kontrakan wakil walikota Palu, kini telah bergulir ke ranah hukum. Sebagaimana diberitakan sejumlah media, pekan lalu Wakil Walikota Sigit Purnomo Said telah melapor ke Polda Sulteng. Ridwan H Basatu yang berasal dari Fraksi Hanura dilaporkan dalam perkara pencemaran nama baik.
Konon laporan Sigit Purnomo Said bukan atas nama pribadi tapi atas nama institusi Pemkot Palu. Jika ini benar, mungkin ahli hukum pidana dapat menjelaskan relevansi pasal pencemaran nama baik yang diatur dalam KUHP dengan Pemkot sebagai institusi. Penjelasan itu penting, jika pencemaran nama baik dimaknai sebagai menyerang kehormatan dan nama baik seseorang .
Sebenarnya, tersedia instrumen hukum lain yang dapat dijadikan pilihan. Yakni Pasal 55 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik. Pasal ini memberikan ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak lima juta rupiah.
Namun pertanyaannya, apakah pernyataan Ridwan H Basatu sebagai anggota DPRD dapat dipidanakan kaitannya dengan Pasal 388 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah? Bagaimana dengan hak imunitas sebagai anggota DPRD? Hemat saya, baik pasal pencemaran nama baik dalam KUHP maupun tindak pidana informasi dalam UU KIP, tidak didesain untuk memidanakan seorang anggota parlemen karena pernyataannya.
Dalam Pasal 388 ayat (2) UU MD3 ditegaskan bahwa Anggota DPRD kabupaten/kota tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tulisan di dalam rapat DPRD kabupaten/kota ataupun di luar rapat DPRD kabupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD kabupaten/kota.
Terkait pernyataan tentang rumah kontrakan, masih merupakan bagian dari pelaksanaan wewenang dan tugas DPRD. Khususnya wewenang dan tugas dalam melaksanakan pengawasan. Lantas bagaimana jika pernyataan yang disampaikan tidak kredibel atau tidak berdasarkan fakta? Tanggung jawab yang bersangkutan adalah memberi koreksi dan klarifikasi, baik diminta atau tidak. Secara sosial dan politik yang bersangkutan juga akan terhukum.
Seandainya informasi yang disampaikan Ridwan Basatu tidak benar dan tidak dapat dipertangungjawabkan, sebetulnya ada problem lebih mendasar yang perlu dicermati Pemkot Palu. Terlepas dari penggunaan hak pihak-pihak yang merasa telah dirugikan untuk menempuh jalur hukum, ke depan, Pemkot mesti lebih proaktif dalam membuka informasi kepada publik. Jika anggota DPRD saja dapat keliru memperoleh atau menyampaikan informasi yang cukup penting, bagaimana dengan rakyat yang tidak punya akses langsung terhadap anggaran?
Karena itu, sepanjang menyangkut urusan-urusan dan fasilitas yang diberikan kepada pejabat publik sebaiknya diinformasikan sejak awal. Agar publik tidak menduga-duga. Termasuk besarnya biaya perjalanan, biaya rumah dinas, dan fasilitas-fasilitasnya lainnya perlu diungkap secara luas kepada publik setiap tahun anggaran. Penting agar publik punya filter terhadap informasi yang tidak kredibel dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Informasi yang salah atau potensial salah diatasi atau didahului dengan informasi yang benar dan akurat.
(Penulis adalah Dosen pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Tadulako)