PARIMO-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng), dilaporkan ke Ombudsman RI. Dalam laporan yang disampaikan oleh Mohammad Thahir Alwi itu, Kepala Dinas (Kadis) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atas nama Gubernur Sulteng diduga melakukan maladministrasi pada tahun 2018 dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) Perubahan Kesatu atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. Kemilau Nusantara Khatulistiwa (PT.KNK), sebuah perusahaan tambang emas yang beroperasi di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
SK tersebut dinilai janggal, karena terbit hanya berjarak satu hari dari surat telaah Dinas ESDM Sulteng, yang umumnya membutuhkan waktu hingga hitungan bulan bahkan setahun. Selain itu, SK tersebut juga disebut melanggar sejumlah prosedur dan dikeluarkan tanpa melibatkan pihak investor selaku pemegang dokumen asli tambang dan perusahaan.
“Perlu kami sampaikan, bahwa telah terjadi perbuatan maladministrasi oleh Kepala Dinas PTSP Sulteng atas nama Gubernur Sulteng pada tahun 2018. Kami memohon pencabutan SK Perubahan Kesatu IUP operasi produksi PT Kemilau Nusantara Khatulistiwa, ” ungkap Thahir melalui Kuasa Hukumnya, Alfonsus Atu Kota di Jakarta, Senin (31/1).
Menurut Alfonsus, Thahir dan rekannya menggelontorkan investasi di Kemilau Nusantara mencapai puluhan miliaran rupiah sejak tahun 2014 silam. Saat itu, perusahaan sedang terlilit hutang, dan menghadapi ancaman pencabutan izin sebanyak dua kali karena menunggak pajak serta setoran jaminan reklamasi.
Setelah melunasi tunggakan perusahaan sampai diberlakukannya tax amnesty pada tahun 2017, Thahir mengantongi dokumen asli tambang dan perusahaan
Namun pada tahun 2018, ia dikagetkan dengan terbitnya SK Perubahan Kesatu Gubernur Sulteng, yang isinya mengalihkan kepemilikan IUP secara sepihak, dan mengesahkan Direktur Utama baru bernama Aziz Wellang.
“Dokumen asli tambang dan perusahaan masih kami pegang, mestinya kepemilikan IUP tidak boleh dialihkan dan disahkan oleh Gubernur melalui SK tersebut,” jelas Alfonsus.
Tanpa dokumen asli, sambungnya, Kemilau Nusantara saat ini semestinya tidak bisa membayar pajak dan mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Tahunan (RKAB), yang menjadi acuan legalitas operasional oleh Kementerian ESDM.
“Bisa dibilang Kemilau Nusantara melakukan penambangan ilegal karena tidak bisa memenuhi syarat-syarat administrasi untuk melakukan operasional secara sah. Dokumen asli tambang dan perusahaan dipegang pihak kami, ” tutup Alfonsus.
Dikonfirmasi, mantan Gubernur Sulteng, H. Longki Djanggola, yang saat itu menjadi Gubernur Sulteng tatkala dilakukan pengajuan perizinan usaha oleh perusahaan ini pada tahun 2018, mengatakan silakan saja melapor ke Ombudsman.
Menurutnya, yang mengkaji soal perizinan itu adalah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah dan Badan Perizinan Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tengah.
“ Silakan saja melapor ke Ombudsman. Semua perizinan tambang di jaman saya melalui DInas ESDM dan kantor Perizinan Satu Pintu ibu Sandra Tobondo, “ ucap Longki Djanggola kepada Radar Sulteng, yang dihubungi kemarin, Selasa (1/2).(iwn/mch)