PALU – Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong punya potensi tinggi bencana gempa, tsunami dan likuefaksi. Itu terjadi sejak dulu, bencana yang melanda Kota Palu dan sekitarnya adalah perulangan.
Literasi Mitigasi bencana kemudian diperlukan sebagai langkah mengurangi risiko kebencanaan bagi generasi kedepan dalam bentuk kurikulum yang seharusnya sudah diajarkan di sekolah-sekolah.
Arkeolog, Iksam dalam penjelasannya dalam webinar yang digagas AJI dan Google News Initiative tentang mis dan disinformasi tentang fenomena kebencanaan di wilayah Pasigala, Kamis (22/4) mengatakan, saat ini data ilmiah tentang kebencanaan, khususnya terkait kebencanaan yang pernah terjadi di wilayah Palu, Sigi, Donggala sudah ada.
Hanya saja masih kurang dimanfaatkan pihak terkait untuk menjadi acuan untuk memberi pemahaman terhadap mitigasi bencana. “Buku dan kurikulum mitigasi bencana berbasis kearifan lokal sudah ada. Hal ini atau informasi terkait literasi mitigasi kebencanaan juga ternyata tidak sampai ke masyarakat. “Informasi kebencanaan melalui kurikulum kebijakan yang perlu segera dilakukan oleh pihak terkait,” kata Iksam.
Sampai saat ini lanjut iksam, walaupun informasi dan kurikulum mitigasi bencana sudah ada, tapi tenaga pengajar juga belum ada disiapkan. “Ini kan semuanya belum siap dan sampai saat ini belum jelas,” terangnya.
Senada dengan itu, Sekjen SKP-HAM, Nurlela Lamasitudju, mengungkapkan pemerintah harus serius memikirkan melahirkan agar kurikulum kebencanaan sudah masuk ke sekolah-sekolah dan tidak harus menunggu tapi segera.
Pemerintah Provinsi yang pas menggagas dan melahirkan kebijakan kurikulum mitigasi bencana agar kurikulum bisa menyeluruh diajarkan di sekolah-sekolah di Kabupaten dan Kota. “Pertanyaannya adalah apakah pemerintah mau membuat kurikulum yang kemudian bisa masuk ke sekolah-sekolah,” kata Nurlaela. (ron)