DAERAHPARIGI MOUTONGPERISTIWASULTENG

Pemerintah Desa Aedan Raya Parigi Moutong Disoroti

Agris Raintama (FOTO: MUCHSIN SIRADJUDIN/RADAR SULTENG)
Dilihat

PARIMO-Masyarakat kini menyoroti keberadaan pemerintahan Desa Aedan Raya Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah. Menurut salah seorang tokoh masyarakat, yang juga Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Aedan Raya, Agris Raintama, desa ini menjadi sorotan lantaran begitu banyak terjadi pungutan liar (Pungli), dan proyek-proyek pembangunan yang bermasalah, diduga dilakukan oleh Pemerintah Desa Aedan Raya.

Dia menyoroti mulai dari persoalan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang digelar di Desa Aedan Raya, yang proses Pilkadesnya janggal dan improsedural. Dijelaskan Agris, biasanya dalam aturan itu, enam bulan sebelum berakhirnya masa jabatan itu harus memasukan Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa (LPPD). Nah itu tidak terjadi, tidak dilakukan.

Selaku Ketua BPD, Agris Raintama menyurat kepada Pemerintah Kecamatan kemudian kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parimo, mengenai dugaan berbagai kasus penyelewengan keuangan desa dan permasalahan pembangunan desa. “ Karena kami dari lembaga BPD Desa Aedan Raya berhak untuk meminta keterangan LPPD tersebut dari Pemerintah Desa, “ tutur Agris Raintama.

Hal itu ternyata tidak terjadi. Itupun kalau terjadi dia harus menggelar rapat pleno LPPD-nya. “ Harus ada rapat pleno. Itupun tidak terjadi. Tidak dilakukan, “ ungkapnya.

Yang terjadi justeru sekarang LPPD-nya itu masuk setelah masa jabatan berakhir dua bulan. Sudah kedaluarsa. Dimasukkan pada jam-jam krusial. Pemasukan berkas, sekitar dua jam mau ditutup baru memasukan berkas.

Dikatakan Agris, incumbent punya kelebihan kalau mau maju kembali dia harus memasukan LPPD-nya. Sebab Ridwan Yusuf adalah Kepala Desa yang maju kembali sebagai calon Kepala Desa (Kades), atau disebut dengan incumbent.

“ Yang lebih krusial lagi. Oleh pihak kecamatan mengatakan bahwa yang penting persyaratannya sudah masuk. Masalah isinya bukan menjadi persyaratan. Ini sangat memprihatinkan pernyataan dari Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan Kecamatan. Panitia tidak tegas, tidak membatasi waktu dan tidak memperhatikan kualitas dari seorang calon Kepala Desa. Harusnya beretika. Kalau disuruh memasukan berkas jam sekian, berarti segera memasukan berkas, jangan masih ditunggu lagi.

Agris menilai, Pemerintah Kecamatan tidak memiliki ketegasan melihat seorang calon yang terlambat, dan berkompromi dengan berkas yang tidak diperiksa apakan memenuhi syarat atau tidak. Misalnya syarat KTP, KK, atau pendidikannya.

“ Pemerintah kecamatan terkesan begitu gampang memberikan peluang kepada seorang calon yang kami nilai bermasalah, “ bebernya.

Ditanyakan soal batas waktu, berapa lama batas waktu pemasukan berkas calon. Dikatakan oleh Agris sudah diatur oleh Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD). Pemilihan memang punya batas waktu. Juga syarat-syarat untuk menjadi calon Kades dari sisi administrasi dan kesehatan, pendidikan, catatan kepolisian, dan sebagainya.

Ridwan Yusuf, sebagai incumbent untuk maju kembali. Diprotes oleh Kepala BPD, Agris Raintama, mengatakan kenapa syarat memasukan LPPD seperti gampang saja. Tidak dievaluasi LPPD-nya oleh warga desa.

“ Karena itu saya menyurat ke kabupaten melalui Camat. Dalam surat itu, setelah saya terima LPPD-nya saya evaluasi dua hari. Ternyata dalam LPPD terdapat pembohongan publik, “ ujarnya.

Pertanyaannya, kata Agris, peraturan hanya menyebut bahwa yang penting so kase masuk LPPD itu. Apakah ada aturannya seperti itu. Apakah betul aturan ini? Apakah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) atau bagaimana. Seperti yang dikatakan pantia, bahwa yang penting masuk pesyaratannya, tidak penting isinya.

“Surat laporan evaluasi sudah saya masukkan ke Kabupaten, dan Inspektorat, “ ucap Agris. “ Kami tidak terima LPPD Desa Aedan Raya, “ tegasnya.

Agris juga mengungkapkan, warga Desa Aedan Raya bukan dianggap sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Lihat saja enam tahun LPPD-nya hanya model begini. LLPD Desa enam tahun. Sepertinya kami warga Desa Aedan Raya dianggap bukan warga desa, karena semua ditulis nol besar.

“ Kenapa saya bilang LPPD tahun 2021, coba lihat kita WNI nol semua dalam laporan. Juga, dalam LPPD disebut ada pemuda-pemuda beragama Budha dan Hindu. Nah di Desa Aedan Raya cuma ada agama nasrani dengan muslim. Tetapi di LPPD dilaporkan ada penduduk beragama Budha, Hindu, dan Tionghoa. Dia tulis di laporan ada, ada, dan ada. Padahal tidak ada warga desa kita beragama Budha, Hindu, atau Tionghoa, “ paparnya.

Dijelaskannya, kenapa dikatakan terjadi pembohongan publik. Bahwa Desa Aedan Raya punya potensi yang sudah ada dan masih perlu dikembangkan lagi. “Berarti potensi itu sudah ada. Nah pertanyaannya apa semua potensi yang sudah ada itu. Ditulis di situ ada Pasar Desa. Nah desa kita inikan tidak punya Pasar Desa. “ Tidak ada Pasar di Desa Aedan Raya, “ sebutnya.

Kemudian, dia (Kades, red) bilang dalam LPPD, selain penanaman padi dan jagung, masyarakat juga menanam sayur-sayuran. Begitu dicek, kita tidak punya sawah disana.

“ Makanya saya dalam situasi begini, saya tidak mau sia-siakan ini, perjuangannya masyarakat ini, “ tegasnya.

Kemudian, Agris juga membuka laporan tahun 2021, ada hubungannya semua. Sesudah dirubah, laporan LDPP sebelum dirubah. Setelah dirubah.

“Mengapa saya tulis sebelum dirubah. Pertama, mereka kasih ke saya, itu ada di dalam sini pembangunan rumah ditulis 100 persen. Padahal begitu kita cek masih ada yang dipondasi. Belum kelar semua. Bahkan di kuitansi ada rokok dan segala macam. Ini yang dibilang 100 persen pak. Setelah diantar, saya cek dan saya foto. Rehab rumah tidak layak huni. Begitu dicek, baru dipondasi. Kemudian mereka bikin (setelah dirubah) 79 persen, “ ujarnya.

Kalau dikatakan sebelum dia rubah, kemudian satu angka saja dia rubah pasti saldonya sama. Tapi ini tidak, yang diganti cuma persentase pembangunan rumah layak huni itu.

Pembuatan jamban desa, MCK, masing-masing item ada yang beranggaran Rp 50 juta, dan bervariasi. Tidak ada papan proyeknya. Pembangunan bak air bersih 5×5 meter yang mubasir tidak digunakan lagi, hanya dibiarkan terbengkalai dipenuhi semak-semak.

Selanjutnya, Agris juga mengungkapkan kasus pungutan liar (Pungli) di Desa Aedan Raya. Pungli itu masuk di pengadaan bantuan sapi. Dua tahap. Tahun Anggaran (TA) 2019 dan TA 2020. Tetapi di tahun 2020 tidak dilanjutkan karena ada pandemik Covid-19. “ Jadi disini, semua dialihkan ke penanganan bencana Covid-19, “ ujarnya.

Diungkapkan Agris, setahu dirinya bantuan pemerintah kepada masyarakat itu ful tidak ada potong memotong. Tapi tetap masih lagi diminta. Ada yang diminta Rp 30 ribu, Rp 40 ribu, Rp 60 ribu, katanya untuk biaya adminsitrasi. “ Masyarakat diminta uang dulu supaya dapat bantuan sapi, “ bebernya.

Dalam proses bantuan itu, masyarakat tidak minta bukti. Karena tidak ada sapi Rp 30 ribu. Jadi hanya dikasih saja begitu, tanpa kuitansi.

“ Makanya karena mereka tidak minta bukti, saya buatlah pertemuan rapat. Inilah hasilnya ini. Berita Acara. Ada tanda tangan warga. Sampai mengungkap dana itu diberikan kepada siapa, semisal kepada Kepala Dusun (Kadus), ada semua, “ ucapnya.

Ditanya, apakah semua kasus ini, terutama pungli ini sudah diklarifikasi kepada Kades? Menurut Agris, sudah ditanyakan langsung kepada para Kadus dan mengakui ada pungutan seperti itu.

“ Menurut kepala Dusun, tindakan meminta uang itu diperintahkan oleh Kepala Desa, “ sebutnya.

Dikonfirmasi media ini, Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan Desa Aedan Raya, Istanil, di nomor kontak selulernya 085256185xxx, menjelaskan, dirinya tidak mengetahui apa yang dilaporkan oleh Ketua BPD Agris Raintama dan anggota Desa Aedan Raya. Dirinya mengatakan dia memangku jabatan itu masih baru, yaitu sejak awal tahun 2022.

“ Mohon maaf pak, saya tidak tahu itu soal laporan yang disampaikan oleh Ketua BPD kepada Inspektorat Kabupaten Parigi Moutong. Sebab, saya baru bertugas sebagai Kaur Pemerintahan di awal tahun 2022, “ ucapnya.

Istanil juga tidak memiliki nomor kontak seluler (Handpone) dengan Kadesnya. Dimana media ini akan berupaya melakukan konfirmasi soal temuan dan laporan BPD Desa Aedan Raya yang telah disampaikan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parimo.

“ Wah, tidak ada nomor kontaknya pak Kades sama saya. Beliau, pak Kades lagi ke Kecamatan katanya ada rapat disana. Nantilah pak, kalau pak Kades sudah ada di kantor ini, nanti saya kasih bicara dengan bapak, “ jelas Istanil.

Media inipun lalu mengontak Sekretaris Desa (Sekdes) Aedan Raya, Ariyani, untuk konfirmasi di nomor 085398747xxx tetapi tidak diangkat, hingga tiga kali. Demikan pula keesokan harinya, tidak mengangkat dan tidak menjawab WA media ini.

Menanggapi keterangan Kaur Pemerintahan Istanil, Ketua BPD Agris Raintama, mengatakan Istanil sudah lama jadi Kaur Pemerintahan di Desa Aedan Raya, sejak tahun 2020 yang lalu. “ Sudah lama dia itu jadi Kaur Pemerintahan, “ sebut Agris.

Kades Desa Aedan Raya, Kecamatan Moutong Kabupaten Parimo, Ridwan Yusuf, yang ditunggu konfirmasinya tidak terjadi. Hingga berita ini ditayangkan, Kaur Pemerintahan, Istanil, yang berjanji akan menyambungkan dengan Kadesnya tidak pernah mengontak lagi seperti yang dia janjikan.

Sementara itu, laporan resmi Agris kepada pemerintah daerah ditanggapi oleh Inspektorat, dengan saran agar Agris selaku Ketua BPD Desa Aedan Raya mengirim surat kepada Bupati dan tembusannya ke Inspektorat.

Berikut ini, laporan BPD Desa Aedan Raya kepada Bupati Parimo melalui Inspektorat Parimo, tentang dugaan penyalahgunaan anggaran negara terhadap pembangunan desa selama enam tahun baik fisik maupun non fisik, menggunakan anggran negara cukup besar tetapi tidak mengalami kemajuan.

Pertama pembangunan fisik, yaitu satu unit bak air bersih pembangunannya tidak selesai dikerjakan dan tidak berfungsi, menggunakan dana sebesar Rp 100 juta. Kemudian, dua unit MCK masing-masing menggunakan dana Rp 50 juta. Ada dugaan anggaran besar tersebut tidak sesuai dengan bentuk fisik bangunan yang ada. Tidak memiliki papan proyek.

Selanjutnya, 10 unit jamban beranggaran Rp 10 juta, setiap unitnya. Juga tidak sesuai dengan bentuk fisiknya. Pada laporan realisasi Dana Desa (DD) tahap I dan II tahun anggaran 2021 terdapat 10 unit jamban. Tetapi pada LPPD periode 2016-2022 pada BAB IV PRESTASI disebutkan terdapat 12 unit jamban telah terealisasi 100 persen.

Kedua, pembangunan non fisik dilaporkan, mengenai pengadaan bantuan bibit sapi sebanyak 144 ekor. Di LPPD periode 2016-2022 BAB IV PRESTASI, dinyatakan telah terlaksana 144 ekor bibit sapi, atau terlaksana 100 persen. Namun, pada kenyataannya baru terlaksana 116 ekor bibit sapi, masih ada 28 ekor bibit sapi yang belum dibelanjakan. Dalam program ini diduga terjadi pungli di dalamnya. Penerima manfaat (warga desa yang berhak menerima) dimintakan dana administrasi yang bervariasi.
Kemudian, bantuan meter listrik tahan I. Pada awalnya setelah pemasangan meter listrik yang kami tidak ketahui berapa jumlahnya, tiba-tiba ada lima unit yang tidak berfungsi lagi. Diduga, biaya pemasangan meter listrik tidak sepenuhnya dibayarkan oleh pemerintah desa kepada pemasang. Sehingga lima penerima manfaat tadi menderita satu tahun tidak menikmati penerangan listrik.

Bantuan meter listrik tahap I tidak tercantum di dalam LPPD periode 2016-2022 BAB IV PRESTASI. Ada dugaan, lima pemanfaat meter listrik tadi dimasukan kembali pada bantuan meter listrik tahap II. Sebab pada saat bantuan meter listrik tahap II dilaksanakan, kelima penerima manfaat tadi sudah menikmati penerangan.

Berikutnya, bantuan meter tahap II sebanyak 20 unit dengan anggaran Rp 70 juta diduga ada kelebihan pembayaran (anggaran) yang tidak diketahui penggunaannya dari 20 unit bantuan meter listrik. Hanya 19 unit yang dilaksanakan, anggaran satu unit dialihkan pada pembelian bahan bangunan untuk rumah ibadah. Dari 19 unit yang dilaksanakan ada tiga unit meter listrik yang dicabut oleh pihak PLN yang bukan kesalahan penerima manfaat. Sampai sekarang ketiga penerima manfaat tadi menderita tidak menikmati penerangan. Pengadaan 20 unit meter listrik ini, tidak tercantum dalam LPPD periode 2016-2022 BAB IV PRESTASI.

Selanjutnya, bantuan perahu untuk dua kelompok nelayan. Terdiri dari bantuan perahu yang diberikan oleh pemerintah desa kepada nelayan bukan perahu yang siap pakai. Bantuan pukat yang diberikan oleh pemerintah desa kepada nelayan bukan berbentuk bahan tetapi berbentuk dana yang diduga tidak sesuai dengan harga satu paket pukat.

Pengadaan bendera umbul-umbul yang tidak diketahui berapa jumlahnya diduga tidak dibelanjakan. Sebab, menurut keterangan pemerintah desa bendera umbul-umbul tersebut sudah dipesan dan sudah dibayarkan tetapi pihak penerima pesanan sudah tidak diketahui dimana keberadaannya. Sekarang ada pengadaan bendera umbul-umbul yang menurut keterangan Kaur Pemerintahan Desa Aedan Raya bahwa anggaran bendera umbul-umbul ini menggunakan anggaran 2023.

Program pengadaan satu paket bahan bangunan untuk 30 penerima manfaat yang menurut kami program yang tidak efisien. Sebab, banyak bahan bangunan berupa kayu yang sudah rusak dan dijual oleh penerima manfaat. Itu disebabkan, penerima manfaat tidak mempunyai biaya untuk mendirikan rumahnya, dan diduga dalam pengadaan bahan bangunan berupa kayu ada kelebihan anggaran yang tidak diketahui penggunaannya.

Anggaran dana Covid-19 tahun 2020 yang diduga ada beberapa barang yang tidak dibelanjakan, diantaranya wastavel untuk ditempatkan di tempat-tempat umum, dan obat-obatan berupa vitamin tidak dibagikan ke masyarakat.(mch)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.