PALU – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan sebuah putusan penting, Senin (22/7), yaitu menanggapi gugatan dari salah seorang warga bernama Muhammad Hafidz, yang meminta MK untuk menguji secara materil (judicial review) pasal 182 huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Gugatan Hafidz dipenuhi MK, dengan putusan pengurus partai politik (parpol) dilarang menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)/senator.
Putusan itu dibacakan Senin siang kemarin di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Sembilan hakim konstitusi memutus dengan suara bulat. Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 menegaskan fungsionaris parpol tidak bisa mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI.
“Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang pleno putusan di kantor MK, Jakarta. Hafidz mengajukan pengujian norma sepanjang frasa “pekerjaan lain” pada pasal 128 huruf l Undang-undang Pemilu.
Menurut MK, menanggapi gugatan Hafidz, pasal 182 huruf l bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Pasal 182 huruf l bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik,”putus majelis MK.
Dikonfirmasi, Ketua Bawaslu Sulteng, Ruslan Husen menjelaskan, Bawaslu akan mengawasi pelaksanaan PKPU a quo, dengan berpedoman pada Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) tentang pengawasan pencalonan legislatif yang dapat juga menyesuaikan dengan putusan MK.
“Intinya, dampak atas putusan MK harus segera disesuaikan dengan kebijakan penyelenggara Pemilu. Secara teknis menunggu arahan dan kebijakan Bawaslu RI,”papar Ruslan.
Demikian pula pimpinan Bawaslu Sulteng lainnya, Zatriawati, yang diminta tanggapannya, menjelaskan lebih detail inti dan akibat putusan MK tersebut adalah, perseorangan warga negara Indonesia yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD, tidak boleh merangkap sebagai pengurus parpol.
“Yang dimaksud dengan pengurus parpol dalam putusan ini adalah pengurus mulai dari tingkat pusat sampai tingkat paling rendah, sesuai dengan struktur organisasi parpol yang bersangkutan,”katanya.
Kemudian untuk Pemilu 2019, karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulakan, dalam hal terdapat bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus parpol, terkena dampak oleh putusan ini, KPU dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan parpol yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang bernilai hukum perihal pengunduran diri dimaksud.
“Untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan Pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus parpol adalah bertentangan dengan UUD 1945,”katanya lagi.
Sedangkan komisioner KPU Sulteng, Naharudin, mengatakan, teknisnya tentu saja menunggu kebijakan KPU. “Bahwa putusan MK tersebut akan dijabarkan oleh KPU mengenai prosedurnya,”tegas Naharudin dihubungi terpisah. (mch)