PALU – Penyalahgunaan Narkoba di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu semakin menakutkan. Sulawesi Tengah ternyata masuk 5 besar provinsi dengan tingkat penyalahgunaan narkotika tertinggi. Hal itu merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh LIPI bersama Bapppenas RI, dengan lokasi penelitian Kota Palu dan Kabupaten Sigi.
Ini pula yang membuat tim dari Bappenas mendengarkan langsung permasalahan yang terjadi, sehingga Sulawesi Tengah bisa masuk 5 besar provinsi dengan penyalahguna narkotika tertinggi. Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tengah, Brigjen Pol Suyono menyampaikan, tim Bappenas yang datang melakukan pertemuan di kantor BNNP, turun setelah adanya hasil penelitian.
Tidak hanya BNNP, pihak Pemerintah Daerah yang diwakili Badan Kesbangpol, Bappeda Sulteng dan sejumlah instansi lainnya dimintai keterangannya. Menurut Suyono, tim Bappenas pun sangat kaget, ketika mengetahui peringkat penyalahgunaan narkotika di Sulawesi Tengah naik signifikan. “Dulu Sulteng berada di posisi 18 pada penelitian tahun 2015 lalu. Dan tahun 2019 ternyata sudah masuk lima besar,” ungkap Kepala BNNP dalam keterangan persnya, Jumat (20/12).
Hasil penelitian ini, memang secara resmi belum diumumkan Bappenass. Artinya, peringkat Sulawesi Tengah ini, belum diketahui secara pasti ada di peringkat ke berapa. Namun yang jelas Sulawesi Tengah, masuk dalam 5 besar daerah dengan tingkat penyalahgunaan narkotika. “Ini yang belum kita ketahui, apakah Sulteng ada di peringkat 5 atau bahkan di atasnya. Karena semestinya yang masuk 5 besar itu, provinsi-provinsi dengan kota besar,” kata Suyono.
Apa yang terjadi ini kata Suyono, seharusnya menjadi tamparan bagi seluruh stake holder yang ada di daerah ini. Tidak hanya, BNNP saja. Sebab, kata dia, pencegahan dan pemberantasan Narkoba di Sulawesi Tengah, terkesan hanya dibebankan kepada BNN semata, tanpa ada campur tangan pihak lain, seperti Pemerintah Daerah. “Padahal sudah sangat jelas dalam Instruksi Presiden tentang pencegahan Narkoba, seluruh stake holder, utamanya Pemerintah Daerah dapat terlibat aktif dalam pencegahannya. Namun, itu kami lihat masih setengah hati,” sebut Suyono.
Khusus untuk Pemerintah Provinsi, lanjut Suyono, sudah ada sedikit upaya, melalui Gubernur Sulteng untuk membuat Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pencegahan Narkoba. Sayangnya, tindak lanjut sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk menindaklanjuti Pergub tersebut, belum terlihat. “Padahal Pergub sudah ada, minimal pencegahan di internal saja dengan melakukan tes urine kepada ASN secara berkala. Tapi itu belum terlihat,” katanya.
Kota Palu sendiri, yang notabenenya merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat peredaran Narkoba, belum ada upaya nyata dari Pemerintah Kota, membuat rencana aksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, serta Prekursor Narkotika (P4GN). Disampaikan Suyono, dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2018, sudah dijelaskan bahwa Kepala Daerah, memiliki tanggungjawab dalam pencegahan terhadap Narkotika. “Ini yang kami pertanyakan, tanggungjawabnya sudah sampai di mana?. Kalau mau melihat keseriusan para kepala daerah dalam pencegahan Narkoba, lihat saja berapa porsi anggaran mereka untuk pencegahan Narkoba,” sindir Suyono.
Suyono sendiri mengaku berbagai upaya untuk menggugah keterlibatan para pejabat ini, sudah sering di lakukan. Dia pun sudah menawarkan berbagai konsep pemberantasan serta pencegahan di sejumlah daerah yang rawan Narkoba, namun masih minim dukungan. “Saya sudah ajak ayo bersama, alasannya tidak ada anggaran. Padahal, bukan kami yang minta anggarannya, silahkan kasih ke OPD yang berwenang,” tegasnya.
Dia mencontohkan, seperti wilayah Tatanga, Kayumalue dan Anoa, tidak hanya pemberantasan saja yang dikedepankan, harus ada upaya pencegahan yang berjalan bersama. Khusus pemberantasan BNN maupun kepolisian sudah kerap menangkap para bandar-bandar di tempat itu, tetapi karena minimnya pekerjaan, membuat warga yang menjadi pengedar terus saja bermunculan. “Ini kan memang harus jalan bersama, kami menindak, Pemda yang berikan pemberdayaan ke masyarakat, itu baru namanya sinergitas,” sebut Kepala BNN Provinsi.
Permasalahan Narkoba diakui Suyono, memang tidak bisa ditangani sendiri-sendiri perlu sinergitas. BNN Provinsi Sulawesi Tengah, yang memang memiliki tugas penuh dalam pemberantasan dan pencegahan Narkoba, tidak bisa bekerja sendiri. Sebab sumber daya yang ada juga sangat kurang. “Kami hanya miliki 29 pegawai dan 18 orang anggota Polri, yang harus mengurus se Sulawesi Tengah. Belum lagi anggaran yang kami miliki juga terbatas,” ungkapnya.
Regulasi keterlibatan Pemerintah Daerah bersama elemen masyarakat lain, memang sudah ada. Para Kepala Daerah pun, sudah paham dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2018. Tinggal saat ini yang dipertanyakan, kata Suyono, apakah para kepala daerah peduli atau tidak dengan ancaman Narkoba yang semakin mengkhawatirkan ini. “Sekarang korban penyalahguna Narkoba sudah bukan pekerja lagi, tapi para pelajar generasi muda kita. Jika tidak cepat diselamatkan, maka kelangsungan masa depan bangsa ini terancam pula,” tandasnya. (agg)