
Kota Palu dan Kabupaten Donggala kembali dipercayakan untuk menjadi lokasi syuting film. Kali ini, sineas muda, kelahiran Kota Palu, Sarah Adillah, yang menjadi sutradara dalam produksi filmnya, turut melibatkan sejumlah anak lokal yang ada di dua daerah ini.
Laporan: WAHONO, Watusampu
MESS Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Palu, di Kelurahan Watusampu, Kecamatan Ulujadi, siang itu nampak ramai dengan sejumlah bocah-bocah. Tumpeng berukuran sedang, juga terlihat sedang disantap para bocah tersebut.
Ternyata, siang itu, sejumlah crew dan pemain film pendek berjudul “Gula dan Pasir”, baru saja usai melakukan sukuran dengan memotong tumpeng di Mess Lanal Palu. Untuk beberapa hari kedepan, Mess Lanal Palu ini, dipakai oleh para crew dan pemain untuk dijadikan base camp sementara, dalam rangka produksi film tersebut.
Radar Sulteng pun, berkesempatan bertemu langsung dengan sutradara film ini, yakni Sarah Adillah. Mahasiswa semester IV (empat) di Universitas Multimedia Nusantara Serpong, Tanggerang, Banten itu, berbagi cerita terkait rencana produksi film pendek garapannya, yang sengaja memilih wilayah Kota Palu, tepatnya di Kelurahan Watusampu serta Banawa, Kabupaten Donggala. “Ini film pendek, durasinya juga hanya sekitar 15 menit, lokasi yang kami pilih memang Watusampu serta Banawa. Sengaja pilih di sini, karena daerah pesisir dan dikelilingi oleh tambang,” sebut dara kelahiran Kota Palu, 21 Juli 1998 ini.
Sarah yang memang mengambil konsentrasi kuliah jurusan Film dan Televisi ini, tertarik memilih pesisir Watusampu hingga Banawa, dikarenakan karakteristik daerah ini sejalan dengan pesan dalam film yang ingin dibuat. Dalam film ini, sarat pesan tentang bagaimana seorang anak yang bertahan hidup dalam kondisi orang tua yang ekonomi lemah, namun hidup di tengah-tengah lokasi pertambangan. “Dalam film ini, seluruh pemain kita pakai pemain lokal, melibatkan anak-anak dari Sikola Pomore yang ada di Pantai Barat, kita datangkan untuk ikut bermain dalam film ini, jumlahnya ada sembilan anak,” sebutnya.
Film non komersil ini, lanjut dia, nantinya akan diperlombakan pada sejumlah Festival Film, baik di kancah nasional maupun Internasional. Dalam menggarap film ini, Sarah tidak sendiri, dia dibantu oleh rekannya dari Jakarta, Dhira Farsya, sebagai produser. Turut pula 15 crew film dari Jakarta, yang ikut dalam produksi film ini.
Film Gula dan Pasir, selain mengangkat isu sosial dan ekonomi, juga memang bergenre anak. Dia pun membocorkan sepenggal cerita dari film ini, di mana pemeran utama, yakni Iko dan Ila diminta oleh orang tuanya membeli gula, dan dalam perjalanan memperebutkan uang kembalian dari pembelian gula. Meski merupakan film anak, namun cocok untuk dinonton semua kalangan. “Di Indonesia memang masih kurang adanya film anak-anak sehingga saya memilih untuk menceritakan aktivitas anak asli Sulteng,” tuturnya.
Dia pun mengaku, jadwal syutingnya sendiri akan berlangsung selama tiga hari, mengambil tempat di Kelurahan Watusampu Kota Palu dan Banawa, Kabupaten Donggala. Sarah pun berharap, lewat film ini, dirinya bisa pula memperkenalkan Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu dan Donggala. Baik itu objek wisatanya, maupun budaya masyarakat lokal yang ada di Sulawesi Tengah. (**)