FEATURE

Menelusuri Peliknya Distribusi Elpiji Subsidi di Kota Palu

GAGAL CETAK GOL: Andry Sudianto, meminta maaf kepada pendukungnya di pinggir lapangan, karena gagal mencetak gol di laga perdannya bersama FCBI Palu, Kamis (23/2) kemarin. (Foto: Sugianto)
Dilihat

Elpiji tabung 3 kilogram saat ini, menjadi salah satu kebutuhan yang paling dicari-cari masyarakat. Gas subsidi tersbut, kalaupun ada langsung diserbu oleh masyarakat. Radar Sulteng pun, mencoba menelusuri permasalahan yang menyebabkan gas 3 kilogram terkesan langka di pasaran.

Laporan : Kartika Kumala Sari – Safrudin

Truk milik salah satu agen saat sedang melakukan penyaluran di pangkalan belum lama ini. (Foto: Kartika)

PANAS yang terik tidak menyurutkan langkah Nova (26), warga Jalan Yojokodi untuk “berburu” elpiji 3 kilogram. Sejumlah pangkalan pun disambangi, namun papan bertuliskan “gas habis” sudah terlebih dahulu menyambut Nova.

Ibu rumah tangga ini mengaku, kalau pun ada gas yang dijumpai, pastilah harganya di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp16ribu. Paling murah Rp20 ribu yang didapat. Penjualan di atas HET ini, kata dia, diduga karena banyak pula warga yang membeli elpiji 4 hingga 5 tabung di pangkalan.

“Tetap juga dilayani biar sampai lebih dari dua tabung gas, dan itu harganya sampai Rp20 ribu, itu malah yang jual pangkalan,” kata Nova.

Guna membuktikan hal itu, salah satu pangkalan di wilayah Palu Barat pun coba disambangi. Secara terang-terangan, pemilik pangkalan, yang meminta namanya tidak dikorankan itu, mengaku terpaksa mengambil untung jauh dari HET Rp16 ribu. Sebab, pangkalan tidak bisa menjual tabung setiap hari, karena telah dijatah oleh agen, yang datang memasukan elpiji 3 kilogram hanya seminggu sekali.

“Sebenarnya memang yang dijual itu Rp16 ribu, saya jujur memang jual Rp18 ribu. Kalau jual sesuai HET, saya tidak ada untung, karena penyaluran ke pangkalan hanya seminggu sekali, kecuali tadi lancar disalurkan ke kami. Bahkan kami menunggu hingga setengah bulan baru masuk pasokan, mana biasa tabung hilang,” tuturnya.

Pemilik pangkalan lainnya, membenarkan, jika jadwal pengantaran dari agen ke pangkalan, tidak menentu. Bahkan menunggu hingga berminggu-minggu, barulah ada penyaluran dari agen. Hasna, pemilik pangkalan di Jalan Kelor, bahkan mengatakan, sempat berniat berhenti menjadi pangkalan, sebab jika ada penyaluran, warga langsung datang menyerbu, dan bahkan beberapa tabung miliknya ikut hilang.

“Saat penyaluran ke pangkalan, pembeli sudah tidak terkontrol karena banyak yang mau membeli,” tuturnya.

Dia pun mengakui, sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang warga benar-benar menggunakan untuk rumah tangga dan mana yang untuk dijual kembali. Karena dirinya juga melayani pembelian lebih dari satu tabung.

“Kita ini serba salah mau melarang, mereka bilang untuk rumah tangga, tapi ada beberapa orang yang bilang satu rumah dikasih turun di ujung jalan kemudian gantian membeli satu orang dua tabung, kita tidak tahu sudah mungkin dia mau jual ulang atau tidak,” ungkapnya.

Didapat fakta, bahwa sejumlah kios berani menjadi pengecer elpiji dengan harga berkisar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu. Seperti salah satu kios di wilayah Pasar Inpres Manonda, yang mengaku hanya dititipi oleh orang yang tidak dikenalnya. Dia pun menjual elpiji 3 kilogram itu hingga Rp25 ribu.

Berbeda dengan Zulmida pemilik pangkalan di jalan RE Martadinata yang mengaku lebih mengutamakan tetangga di sekitar rumahnya. Dia juga mendata pembeli sesuai intruksi agen tempatnya berlangganan. “Saya kan hafal muka, jadi saya utamakan warga sini, kalau ada yang butuh sekali tapi warga luar terpaksa saya layani kan namanya orang butuh kasian,” tuturnya.

Terpisah, pihak agen resmi elpiji 3 kilogram yang ditemui, mengakui, bahwa terpaksa melakukan pengurangan jatah elpiji 3 kilogram ke pangkalan-pangkalan. Hal itu dilakukan, untuk pemerataan suplay gas ke pangkalan dan meminimalisir terjadinya penjualan eceran di kios-kios oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Strateginya adalah mengurangi jatah, karena beberapa kita temukan, ada pangkalan masih melayani pengecer sehingga dilakukan teguran hingga pemutusan usaha,” ungkap Manager Pemasara PT Firmada Akui Utama, Abdul Razak, sebagai salah satu agen resmi.

Agen lain mengaku, pengurangan dilakukan karena ada beberapa pangkalan memiliki jatah hingga ratusan tabung.  “Imbauan dari Pertamina 50 tabung per hari, karena kita pengantaran per hari per kelurahan jadi disiasati seperti itu,” ungkap Admin PT Vista Gas, Agoestar Korompot.

Suplay tabung gas 3 kilogram ke pangkalan, kata dia, sejauh ini normal. Jika pun mengalami keterlambatan, hal itu karena adanya antrean yang panjang saat melakukan pengisian di SPBE yang melayani pengisian dari seluruh daerah di Sulawesi Tengah, atau keterlambatan dari Makassar ke Sulawesi Tengah. Beberapa agen yang melayani hingga ratusan pangkalan tersebut memiliki strategi pengantaran yang berbeda-beda untuk memenuhi ketersediaan tabung elpiji 3 kilogram.

Sementara itu, ditemui di Kantor Hiswana Migas, Sales Eksekutif (SE) V Elpiji Sulteng, Bastian Wibowo menjelaskan, pihaknya tidak melakukan pengurangan jatah, melainkan pemerataan distribusi elpiji ke pangkalan-pangkalan.

“Jangan diliat per pengirimannya. Tapi per bulannya. Misalnya dialokasi 200 tabung dalam satu bulan. Dia dikirimi 50 tabung per minggu. Tapi sekarang dikirimi hanya 40 tabung per pengiriman. Tapi jumlah pengirimannya ditambah. Totalnya tetap 200 tabung,” jelas Bastian.

Bastian menambahkan, saat ini agen tidak dibolehkan lagi mendistribusikan ke pangkalan sekaligus banyak. Karena dengan jumlah tabung yang sekaligus banyak itu lanjut pria berkacamata itu, untuk mengawasi akan lebih sulit serta lebih membuka peluang pemilik pangkalan untuk berbuat hal-hal yang tidak dibenarkan.

“Sekarang 50 tabung maksimal per pengiriman. Kalau banyak, makin susah ngontrolnya. Jualannya kemana juga susah dikontrol. Makanya kita ratakan mas. Kan biasanya, 100, 200 tabung sudah selesai. Nah ini biar lebih rata, 50 tabung,” tandasnya.

Sementara data yang diperoleh Radar Sulteng menyebutkan, sejatinya kebutuhan gas 3 kg bersubsidi  untuk Kota Palu maupun Sulteng secara umum, bila semua pihak punya komitmen untuk melayani masyarakat kurang mampu atau berhak menerimanya tidak pernah kurang.

Saatnya tidak saling menyalahkan dan dimulai dari pangkalan yang diberi amanat terakhir menyalurkan gas bersubsidi kepada masyarakat harus selektif. Artinya, pangkalan yang lebih tahu dan paham masyarakat sekitarnya, mana warganya yang berhak membeli gas melon bersubsidi.

Demikian pula dengan agen yang merupakan mitra Pertamina, harus punya komitmen tinggi memberikan pelayanan terhadap pangkalan yang benar-benar melaksanakan amanah atau tidak hanya mengejar provit semata. Agen juga harus selektif memilih karyawan bagian distribusi. Jangan mudah diberi iming-iming yang akhirnya  menyalahgunakan tugasnya. Pertamina yang diberi mandat pemerintah, harus tegas terhadap agen maupun pangkalan yang nakal alias berbuat curang.   (**)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.