SULAWESI TENGAH sebagai salah satu daerah investasi masa kini dan masa depan di Indonesia, saat ini tengah menghadapi sebuah masalah yang cukup serius yaitu tingginya angka kemiskinan. Hal ini jelas tergambar dalam rilis yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) medio Juli 2022 yang lalu. Tingkat kemiskinan di Sulteng berdasarkan pengukuran Susenas Maret 2022 sebesar 12,33 persen atau naik 0,15 persen poin dari periode September 2021 yang sebesar 12,18 persen. Kemiskinan di Sulawesi Tengah merupakan yang tertinggi kedua di Pulau Sulawesi setelah Gorontalo yang tercatat memiliki angka kemiskinan tertinggi dengan nilai sebesar 15,42 persen.
Tingginya angka kemiskinan di Sulawesi tak luput dari perhatian pemerintah pusat yang saat ini fokus dalam memberantas kemiskinan ekstrim di Indonesia. Keseriusan Pemerintah ditandai dengan keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan kemiskinan Ekstrim yang diharapkan menjadi payung hukum sekaligus panduan dalam mengentaskan kemiskinan ekstrim di Indonesia yang cukup memperihatinkan.
Pemerintah Pusat menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrim dari 4 persen atau 10,86 juta jiwa ditahun 2022 menjadi 0 persen pada tahun 2024. Sulteng termasuk daerah yang menjadi sasaran penurunan kemisikinan ekstrem bersama 24 Provinsi lainnya di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya bukan hanya menjadi tugas pemerintah saat ini, akan tetapi dapat diperluas lagi cakupannya ke seluruh lapisan masyarakat baik itu swasta, Lembaga perguruan tinggi maupun masyarakat luas lainnya.
Kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah beberapa waktu lalu setidaknya dapat berimplikasi pada inflasi yang akan naik, dan jika inflasi naik kemudian tidak diantisipasi oleh pemerintah, maka akan meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tengah, hal ini diakibatkan oleh semakin melemahnya daya beli masyarakat di tingkat bawah. Kemiskinan di Indonesia menurut BPS pada pengukuran Maret 2022 sebesar 9,54 persen atau setara dengan 26,16 juta orang miskin, dan khusus sulteng sebesar 388,35 ribu pada Maret 2022.
Publik tentu bertanya, mengapa pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi ditengah kondisi masyarakat indonesia yang belum sepenuhnya pulih akibat hantaman badai Covid-19. Paling tidak terdapat satu alasan rasional oleh pemerintah sehingga menaikkan harga BBM bersubsidi, yaitu karena ketidak pastian harga minyak dunia yang terus fluktuatif akibat perang Rusia Ukraina dan terus membengkaknya subsidi di bidang energi oleh pemerintah. Tercatat 502,4 triliun subsidi energi yang ditanggung oleh pemerintah ditahun 2022, angka ini naik tiga kali lipat dari asumsi awal yang sebesar 152 triliun.
Olehnya pemerintah beranggapan bahwa subsidi BBM harus dialihkan dan diperuntukkan bagi para masyarakat yang benar-benar berhak mendapatkan, melalui program pemberdayaan maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selama ini yang menikmati subsidi Solar dan Pertalite sekitar 80 persen masyarakat kaya, hanya sekitar 20 persen dinikmati oleh masyarakat tidak mampu. Hal inilah yang menjadi pertimbangan khusus bagi pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi sehingga selisih harga akan digunakan oleh pemerintah untuk kompensi kepada masyarakat yang berhak menerima, termasuk yang ada di Sulawei Tengah.
Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah penyangga Ibu Kota Negara (IKN) harus berbenah dalam segala hal, termasuk mengantisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan memukul daya beli masyarakat, utamanya masyarakat berpenghasilan rendah, olehnya pemerintah daerah sulteng perlu melakukan langkah-langkah antisipatif dan sistematis serta tepat sehingga dampak dari kenaikan BBM bersubsidi ini tidak serta merta membuat orang miskin di daerah ini semakin bertambah, termasuk membuat program yang realistis dan terukur dalam melakukan penanganan kemiskinan yang masih tergolong tinggi daerah ini.
Wilayah Sulawesi Tengah ini punya segalanya, di dalam perut bumi Sulteng terdapat kandungan Nikel dan Emas, belum lagi kekayaan laut sulteng yang menghasilkan produksi perikanan tangkap sebesar 196.519,3 ton pada tahun 2019. di samping itu Sulteng juga merupakan surganya pertanian, utamanya untuk kakao. Pada tahun 2021 tercatat produksi kakao indonesia sebesar 706.500 ton, dan penyumbang terbesar kakao indonesia adalah Sulteng, yaitu sebesar 130.600 ton.
Jika melihat data diatas seharusnya kita bertanya, mengapa kemiskinan sulteng masih tinggji? Apakah ada anomali antara pendapatan dan distribusinya sehingga mengakibatkan uang hasil pendapatan tidak dinikmati oleh masyarakat sulteng secara luas.
Hehehe, saya tidak akan membahas itu, biarlah publik yang melihat secara umum, tapi yang ingin saya sampaikan adalah bagaimana pemerintah daerah dapat merespon tingginya angka kemiskinan sulteng dengan program pro rakyat yang dapat meningkatkan serta memeratakan pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat dapat keluar dari garis kemiskinan yang tercatat di sulteng sebesar Rp. 530.251,- per kapita per bulan.
Perlu kerja keras, adaptasi dan kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat itu sendiri, sehingga kemiskinan yang menjadi momok saat ini dapat diturunkan. Seluruh pihak, baik itu Perguruan Tinggi, organisasi kemasyarakatan dan Pemuda (OKP), Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), organisasi Profesi maupun organisasi paguyuban lainnya diharapkan sumbangsihnya dalam membantu pemerintah sulteng menurunkan angka kemiskinannya yang memang tergolong tinggi di tengah pertumbuhannya yang juga tinggi.
Kerja sama yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah sulteng bisa berupa sharing program, atupun program pemberdayaan masyarakat yang ditangani oleh para pihak seperti Perguruan Tinggi, organisasi profesi semisal Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo), organisasi kemasyarakatan sejenis seperti Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), organisasi Kontak Tani dan Nelayan Indonesia (KTNI) maupun organisasi paguyuban semisal Ikatan Keluarga Alumni Universtas Tadulako (IKA Untad) dan masih banyak lagi, karena organisasi tersebut punya basic dan pengalaman dalam membantu pemerintah di bidangnya masing-masing sehingga tidak salah jika dilibatkan dalam pembangunan di daerah ini termasuk menurunkan angka kemiskinan di sulteng yang saat ini sudah cukup mengkhawatirkan.
*) Penulis adalah Pemerhati masalah Sosial, Ekonomi dan Politik Sulawesi Tengah.