TAJUK

Menakar Integritas Kejati Sulteng

Gedung Wanita Bidarawasia yang dialihfungsikan sebagai Kantor Kejati Sulteng.
Dilihat

INTEGRITAS korps Adhyaksa Sulawesi Tengah sedang dipertanyakan. Sebabnya, hanya karena Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng menempati Gedung Wanita yang sudah dirombak dan berganti nama menjadi Gedung Wanita Bidarawasia (GWB).
Gedung yang dibangun di era kepemimpinan Gubernur Longki Djanggola itu, April lalu sudah diresmikan. Namun belum difungsikan, karena ada beberapa bagian yang harus dilengkapi. Pertengahan bulan Agustus 2021, plang papan nama GWB ditutup dengan spanduk besar bertuliskan KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI TENGAH.

Ini menandakan bahwa Gedung yang berada di Jalan Moh Yamin, Kota Palu tersebut untuk sementara dialihfungsikan oleh para pegawai Kejaksaan Tinggi Sulteng berkantor. Gedung Kejati Sulteng yang terletak di Jalan Sam Ratulangi, memang sejak awal tahun tengah direnovasi total. Kejati Sulteng, juga diketahui sempat berkantor di aset Pemerintah Provinsi, yang ada di Jalan Pramuka, yakni Eks Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Namun karena dirasa kurang luas, hanya beberapa bagian saja yang tetap tinggal di kantor tersebut. Sementara Kepala Kejati dan sejumlah Asisten dan stafnya yang lain, boyongan ke Gedung Wanita Bidarawasia. Sebenarnya, sudah menjadi hal yang lumrah, ketika Pemda meminjamkan atau bahkan memberikan asetnya kepada instansi lain.

Tapi menjadi tanda tanya, karena GWB yang merupakan aset anyar dari Pemda, justru dipakai lebih dulu oleh Kejaksaan Tinggi Sulteng. Apalagi masa perawatan dari kontraktor belum selesai. Ibarat rumah baru, si pemilik yang membeli, namun yang lebih dulu menempati adalah orang lain.

Sejumlah pihak pun bertanya-tanya, apakah Kejati menganggarkan sewa tempat ataukah hanya pinjam pakai. Jika memiliki anggaran khusus sewa atau pinjam pakai, bisa mencari gedung yang memang posisinya bukan gedung baru apalagi yang belum selesai dikerjakan.

Berbagai pertanyaan ini harusnya cepat diluruskan oleh Kejati Sulteng, yang notabenenya adalah aparat penegak hukum. Jangan sampai integritas Kejati Sulteng kian diragukan oleh masyarakat. Atau dibanding-bandingkan integritasnya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana pegawainya ketika ditawari air putih pun oleh pihak lain mereka tak mau.

Jaksa Agung, Burhanudin dalam Tujuh Perintahnya untuk seluruh insan kejaksaan di Indonesia, salah satunya juga sudah menegaskan, agar para pegawai Kejaksaan menjaga marwah institusi dengan bekerja secara cerdas, integritas, profesional, dan berhati nurani. Integritas sendiri, Menurut Butler dan Cantrell (1984, di dalam Hosmer, 1995) mengartikannya sebagai reputasi dapat dipercaya dan jujur dari seseorang untuk menjelaskan istilah “kepercayaan” di dalam konteks organisasi.

Selain terbuka kepada publik, bagaimana proses hingga memilih GWB sebagai tempat berkantor, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng pun harus membuktikan penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi tidak pandang bulu. Sekalipun yang terlibat adalah oknum-oknum yang berkaitan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Hal ini penting untuk menjawab keragu-raguan publik terhadap intergitas yang dimiliki Kejaksaan Tinggi Sulteng, di balik peminjaman Gedung Wanita Bidarawasia. (*)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.