TULISAN ini sebagai catatan dalam upaya mengurai pandangan Hasyim Asy’ari berkenaan dengan pemilu yang dilaksanakan secara konstitusional. Dalam pidato lounching tahapan pemilu serentak 2024 pada tanggal 14 Juni 2022 di halaman kantor KPU Imam Bonjol, Hasyim Asy’ari selaku ketua KPU di hadapan undangan yang hadir menyampaikan pandangan tentang mendefinisikan kembali makna pemilu. Pandangan nya secara teoritik melahirkan pemaknaan baru bagi defenisi pemilu di Indonesia.
Dalam konteks kajian tokoh Hasyim Asy’ari adalah seoramg penyelenggara pemilu dan seorang akademisi yang mendalami keilmuan hukum tata negara. Sebagai penyelenggara pemilu, Hasyim telah banyak berkiprah dan memiliki pengalaman yang luas dibidang teknis kepemiluan mulai dari KPU Provinsi dan KPU Republik Indonesia. Sebagai ilmuan dan intelektual Hasyim adalah akademisi ahli hukum tata negara dari Universitas Diponegoro Semarang. Latar bekakang sebagai penyelenggara pemilu dan intelektual mengilhami pandangan Hasyim terhadap Pemilu di Indonesia.
Pandangan Hasyim Asy’ari selanjutnya, saya ingin menganalisis untuk memaknai kembali defenisi pemilu di Indonesia sebagai kerja kerja demokrasi.
Pemilu Reguler 5 (lima) Tahunan Sebagai Simbol Demokrasi
Setelah diundangkannya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Program, Tahapan dan Jadwal Pemilu serentak 2024, maka KPU selajutnya melakukan peluncuran tahapan Pemilu pada hari Rabu, 14 Juni 2022, pukul 20.00 di Kantor KPU.
Hasyim Asy’ari tampil di hadapan ratusan undangan baik pejabat negara maupun KPU Provinsi se Indonesia untuk menyampaikan pidato dan orasi demokrasinya. Di tengah desain panggung yang indah dan megah beliau menyampaikan pidato memaknai kembali defenisi pemilu. Salah satu makna pemilu sebagaimana diatur dalam konstitusi pasal 22E UUD 1945 ayat (1) menyebutkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
Pasal konsitusional ini dimaknai bahwa asas pemilu tidak saja Luber dan Jurdil akan tetapi pemilu dilaksanakan secara regular lima tahun sekali. Bahwa pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan lima tahun sekali itu sebagai suatu peristiwa ketatanegaraan yang konstitusional harus dilaksanakan beriringan dengan asas Pemilu Luber dan Jurdil. Dalam pandangan ini, Hasyim ingin menguraikan bahwa asas pemilu tidak saja berkaitan dengan Luber dan Jurdil akan tetapi beriringan dengan pemilu yang dilaksanakan secara reguler dengan waktu yang disediakan sebagaimana dalam konstitusi.
Salah satu prasyarat negara demokrasi adalah adanya Pemilu yang
dilakukan secara reguler guna membentuk pemerintahan yang demokratis, bukan hanya demokratis dalam pembentukannya tetapl juga demokratis dalam menjalankan tugas- tugasnya. Standar minimal demokrasi biasanya adalah adanya pemilu regular yang bebas untuk menjamin terjadinya rotasi pemegang kendali negara tanpa adanya penyingkiran terhadap suatu kelompok politik manapun, adanya partisipasi aktif dari warga negara dalam pemilu itu dan dalam proses penentuan kebijakan, terjaminnya pelaksanaan hak asasi manusia yang memberikan kebebasan bagi para warga negara untuk mengorganisasi diri dalam organisasi sipil yang bebas atau dalam partai politik, dan mengekspresikan pendapat dalam forum-forum publik maupun media massa.
Pemerintahan demokratis, tidak saja pemerintahan yang secara prosedural dibentuk melalui mekanisme demokrasi seperti Pemilu, tetapi pemerintahan demokratis sebagaimana dikatakan oleh Robert Dahl adalah pemerintahan yang demokratis terhadap preverensi-preverensi kepentingan-kepentingan rakyat, atau sebagaimana yang dikemukakan Diamond, Linzdan Upset, sistem pemerintahan yang memenuhi tiga syarat, yakni Kempetisi, PartisipasI politik dan Kebebasan sipil dan politik. Oleh karenanya, Pemllihan umum menjadi satu hal yang rutin bagi sebuah negara yang mengklaim sebagai sebuah negara demokrasi.
Demokrasi selalu identik dengan Pemilu, sebagai perwujudan kebebasan dan keadaulatan rakyat. Pemilu dianggap sebagai bentuk dan sistem demokrasi yang dianut oleh negara negara moderen. Di Indonesia Pemilu yang dilaksanakan secara berkala 5 (lima) tahunan sebagai simbol demokrasi dalam membentuk pemerintahan. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat yang menjalankannya baik langsung maupun tidak langsung. Sistem Demokrasi dilaksanakan melalui mekanisme perwakilan melalui pemilu yang dilaksanakan secara berkala, adil dan demokratis.
Pemilu Arena Konflik yang Sah dan Legal
Pandangan selajutrnya dari Hasyim Asy’ari adalah pemilu sebagai arena konflik yang sah dan legal untuk meraih kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan. Hal dimaknai bahwa pemilu sebagai arena konstetasi dan arena konflik yang terlembagakan di Indonesia. Salah satu pilar pemilu adalah partai politik dan kandidat. Partai politik sebagai peserta pemilu Lebih dari itu, pemilu sendiri lazim diikuti oleh partai politik.
Pemilu 2024 nanti, partai politik tengah mempersiapkan diri untuk berkontestasi dalam pemilu 2024 guna mendapat suara di parlemen. Baik partai politik peserta pemilu yang memiliki kursi di parlemen, partai politik yang tidak mencapai ambang batas parlemen 4 persen pada pemilu 2019 maupun partai politik baru yang dibentuk untuk menjadi peserta pemilu 2024.
Konstitusi kita mengamanatkan partai politik untuk mengisi pos kekuasaan dalam pemerintahan. Misalnya dalam mengisi kursi DPR dan DPRD, hal itu diatur dalam Pasal 22E ayat. (2), (3) dan (4) UUD 1945. Pasal ini dimaknai bahwa peserta pemilu adalah partai politik, DPD sebagai perseorangan serta Calon Presiden dan Wakil Presiden. Peserta pemilu calon Presiden dan Wakil Presiden sebagimana ketentuan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 221 bahwa Calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pada ketentuan pasal 222 menyatakan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memnuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya. Ketentuan ini mengamanakan bahwa peserta pemilu selain partai politik juga calon Presiden dan Wakil Presiden yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
Dalam memilih pos pos kekuasaan tersebut, berpotensi adanya konflik legal yang terlembagakan dimana konstitusi menyiapkan sarana tersebut melalui badan badan peradilan dimana peserta pemilu dapat menyelesaikan sengketa hukum. Ada Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, ada Bawaslu untuk menyelesaikan sengketa administrasi dan sengketa proses pemilu. Ada Peradilan Pidana untuk menyelesaikan adanya dugaan kejahatan pidana pemilu, ada pengadilan Tata Usaha Negara untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara pemilu. Badan badan peradilan ini disiapkan oleh negara sesuai ketentuan Undang Undang 7 Tahun 2017 tentang pemilu untuk penegakan hukum pemilu agar konflik pemilu dapat terlembagakan dan diselsaikan sesuai kerangka hukum pemilu.
Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila pemilu bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom. Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah.
Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan daerah melalui pemilu membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi. Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik.
Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.
Pemilu sebagai arena konflik yang sah dan legal itu, maka KPU berperan sebagai manajer konflik dan dilarang menjadi penyebab konflik. Pemilu sebagai arena kontestasi dan arena konflik menurut Hasyim Asy’ari, maka KPU harus berperan menjadi manajer konflik yang berintegritas. Karena pemilu adalah konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan, maka sesungguhnya KPU sebagai penyelenggara adalah manager konflik. Oleh karena itu, dilarang anggota KPU menjadi bagian faktor penyebab konflik.
Pemilu Mubes Rakyat Indonesia
Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk menjembatani kepentingan rakyat disatu sisi dan kepentingan negara disisi yang lain. Dalam konteks demikian, timbul gagasan Hasyim bahwa pemilu sebagai musyawarah besar rakyat Indonesia. Jika di analogikan ke dalam organisasi bahwa Musyawarah Besar (Mubes) bagi sebuah organisasi merupakan momentum untuk mengevaluasi kegiatan organisasi sebelumnya dan juga merupakan momentum bagi terbentuknya kepengurusan yang selanjutnya dan akan menjalankan organisasi periode berikutnya.
Dalam konteks kenegaraan, bahwa negara yang dalam mengorganisasikan pemerintahan tergantung dan taat kepada seperangkat hukum dan prinsip-prinsip fundamental yang telah digariskan dalam konstitusi. Konstitusionalisme merupakan sebagian prasyarat dari demokrasi, karena demokrasi mengandaikan adanya sebuah pembatasan kewenangan dari kekuasaan yang diatur dalam sebuah perangkat hukum yang jelas.
Pemilu sebagai musyawarah besar rakyat Indonesia dapat ditafsirkan sebagai sarana kedaulatan rakyat dalam memilih jabatan pemerintahan. Rakyat dengan pemilu mengevaluasi kinerja pemerintahan sebelumnya dan dengan pemilu membentuk serta menjalankan pemerintahan berikutnya.
Penyelenggaraan pemilu di Indonesia merupakan pemilu terbesar di dunia.
KPU sebagai penyelenggara pemilu pada pemilu 2019 telah mengelolah 187.781.884 pemilih, menata daerah pemilihan DPR 80 Dapil, DPD 34 Dapil, DPRD Provinsi 272 Dapil, DPRD Kab/kota 2,206 Dapil. Peserta pemilu 16 Partai Politik nasional dan 4 Partai Politik Lokal, dengan calon DPR berjumlah 8.068, Calon DPD 811. Dengan keadaan geografis wilayah Indonesia yang luas KPU menyelenggarakan hari pemungutan suara serentak di Indonesia pada hari yang sama untuk memilih calon DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pemilu serentak 2019 dengan 5 kotak suara dan 5 surat suara telah memberikan dinamika politik dan demokrasi bagi berlangsungnya pemerintahan di Indonesia. Disinilah lahirnya gagasan pemilu itu merupakan musyawarah besar rakyat Indonesia sebab selurah warga negara ikut serta berpartisipasi pada hari pemungutan suara pemilu. tercatat pada pemilu 2019 tingkat partisipasi pemilih untuk pemilihan legislatif berjumlah 81,69 persen sedangkan untuk pemilihan Presiden dan wakil Presiden berjumlah 81,97 persen.
Munculnya pemikiran Pemilu sebagai musyawarah besar masyarakat Indonesia dari Hasyim Asy’ari dengan melihat bahwa pemilu serentak 2024 melibatkan jutaan pemilih, luasnya wilayah Indonesia yang tersebar di 33 Provinsi, banyaknya daerah pemilihan, besarnya jumlah calon dan diikuti oleh peserta pemilu. Pemilu melibatkan jutaan masyarakat Indonesia dengan durasi waktu selama 20 bulan dengan berbagai tahapan pemilu yang dilaksanakan penuh tantangan dan kompleks. Pemilu serentak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pemilu 2024, KPU Melayani dengan Senyuman
Gagasan berikutnya dari Hasyim Asy’ari yakni karakter KPU sebagai lembaga layanan kepemiluan harus selalu tersenyum dalam melayani pemilih dan peserta pemilu. Tahapan pemilu serentak sesuai dengan ketentuan Peratiran KPU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Program, Tahapan dan Jadwal Pemilu serentak 2024, hari pemungutan suara ditetapkan pada tanggal 14 Februari 2024. Ketentuan ini sebagai amanah dalam kewenangan atrbusi yang diberikan oleh KPU sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 167, ayat (2) bahwa hari, tanggal dan pemungutan suara pemilu ditetapkan denga keputusan KPU. Frasa kenetuan dalam Undang Undang ini mengamanahkan bahwa KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu diberi kewenangan untuk menetapkan waktu pelaksanaan Pemilu.
Menurut Hasyim bahwa KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu adalah pelayan pada dua pihak, melayani pemilih dan melayani peserta pemilu. Oleh karena karakter KPU sebagai lembaga layanan publik,maka para komisioner KPU sehari-hari harus selalu latihan tersenyum. Karena, Salah satu quality control sebagai bentuk kualitas bekerja sebagai lembaga layanan itu selalu tersenyum walaupun mungkin partai politik sebagai peserta pemilu dan pemilih sering minta dokumen kepada KPU yang itu akan dijadikan gugatan kepada KPU tetap juga wajib dilayani.
Sebuah pelayanan tanpa senyum menjadikan pelayanan itu kehilangan makna. Senyum adalah bahasa universal. Senyum adalah alat komunikasi yang paling menyatukan hati. Senyum adalah kekuatan yang sangat menentukan keberhasilan sebuah pelayanan. Senyum yang berkualitas dihasilkan dari hati yang ikhlas dan tulus melayani. Demikian filosofi senyuman yang wajib dimiliki oleh para pelayan publik untuk memastikan kinerja pelayanan kepemiluan dapat berjalan lancar, efektif, dan efisien.
Pemilu serentak 2024 dengan berbagai problem kompleksitas setiap tahapannya ditemui akan banyak tantangan, maka pelayanan dengan senyuman menjadi parameter pelayanan publik dibidang kepemiluan untuk memastikan penyelenggaraan pemilu berjalan dengan baik yang dilandasi nilai dasar organisasi KPU sebagai penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, mandiri dan Independen.
KPU, Pemilu Serentak 2024 dan Wujud Electoral Integrity
Kehadiran organ organ baru negara dengan masing masing tugas dan kewenangannya setidaknya pasca amandemen konstitusi UUD 1945 tahu 2001, tidak terlpas dari ide dasar tentang pembatasan dan pembagian keuasaan dalam pelaksanaan tugas kekuasaan negara. Gagasan ini lahir dari gagasan demokrasi konstitusional bagi negara negara moderen yang menganut demokrasi sebagai suatu sistem penyelenggaraan pemerintahannya. Dalam konteks struktur ketatanegaraan KPU sebagai komisi negara disebut sebagai kembaga negara bantu (Auxilary State Organ) yang memabantu lembaga negara utama atau (Primary Organ Constitutional State) yakni Presiden dalam menjalankan tugas dan kewenangan dibidang demokrasi dan penyelenggaraan pemilu. namun demikian karekter kelembagaan KPU sebagai penyelenggara pemilu bersifat nasional, mandiri dan independen.
Sebagaimana dalam UUD 1945 pasal 22E ayat (5) bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, mandiri dan independen. Pembentukan KPU merupakan bentuk restorasi lembaga independen dalam mewujdukan pemilu yang bebas dan adil (Free and fair election) di Indonesia.
Meskipun KPU bersifat mandiri dan independen dalam penyelenggaraan pemilu juga tidak terlepas dati tantangan yang dihadapi dalam meujudkan demokrasi electoral yang berintegritas. Lembaga lembaga negara independen menurit Phlips J. Cooper (1998) telah mengingatkan besarnya tantangan yang akan dihadapi oleh negara dalam kaitan pemerintahannya seiring dengan perkembangan yang ada. Misalnya saja diversity, decentralitation, democratitation, civil Socaety, accountability, transparency dan hi tech.
Pemilu serentak 2024 dengan berbagai kompleksitas tantangan, mulai dari pengelolaan anggaran, menghadirkan kualitas data pemilih yang vaild dan komprehensif, verifikasi partai politik, pencalonan, tahapan kampanye, beratnya beban penyelenggara pemilu terutama badan adhoc pada hari pemungutan suara, adanya tahapan yang beririsan antara Pemilu dan Pilkada serentak serta etika penyelenggara pemilu.
KPU harus menghadirkan pemilu serentak 2024 yang berintegritas dalam demokrasi electoral sebagai wujud lembaga penyelenggara pemilu yang mandiri dan independen. Pemilu serentak 2024 yang demokratis dan berintegritas setidaknya harus dihadirkan pada beberapa hal, yaitu, pertama, Kerangka hukum yang beirsi penjabaran hukum pemilu yang demokratis. KPU harus memastikan bahwa regulasi yang dibuat dapat menjamin adanya keadilan electoral untuk melayni peserta pemilu dan pemilih. Adanya kesetaraan bagi warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan. Hukum pemilu melalui Peraturan KPU dan regulasi lainnya dipastikan mengandung asas asas pemilu demokratis dan pemilu beritegritas.
Kedua, peserta pemilu yang patuh terhadap hukum pemilu. dalam pemilu prinsip bebas adil harus melingkupi praktek persaingan dari peserta pemilu yang demokartis dalam mendapatkan suara pemilih. Cara yang ditempuh peserta pemilu dalam mendapatkan suara pemilih tidak dengan cara intimidasi, ancaman kekerasan atau politik uang dengan cara jual beli suara pemilih. Peserta pemilu memiliki kebebasan dan kesempatan yang sama untuk meyakinkan pemilih melalui kampanye diseluruh daerah pemilihan.
Ketiga, penyelenggara pemilu yang professional, kompoten, mandiri dan independen. KPU sebagai penyelenggara pemilu harus menghadirkan kinerja kepemiluan yang professional seuai dengan peraturan perundang undangan. KPU adalah lembaga negara yang diberikan wewenang untuk menyelenggarakan pemilu dengan bebrbagai tahapan proses pemilu. KPU memastikan dan menentukan siapa yang memenuhi syarat untuk menjadi pemilih dan memasukan kedalam Daftar Pemilih Tetap, menentukan peserta pemilu, menata daerah pemilihan sebagai arena kontestasi peserta pemilu, memastikan jaminan tahapan kampanye yang adil dan setara, melakukan pemungutan dan penghitunag suara, pengadaan dan distribusi logistik, penetapan hasil pemilu. Proses tahapan pemilu ini wajib dipastikan oleh KPU untuk dilaksaakan secara professional, mandiri dan independen.
Tahapan pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu merupakan tahapan krusial sebab disinilah makna pemilu dihadirkan. Sebab suara pemilih akan dikonversikan menjadi kursi di parlemen untuk menghitung siapa yang akan duduk menjadi anggaota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabuoaten Kota serta siapa yang akan terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang membentuk pemerintahan berikutnya. Dalam tahapan pemungutan suara KPU harus menjamin dan memastikan pengaturan pemberian suara yang aman dan nyaman, menjamin TPS aksesibel, pemilih difabel, pemilih di Rumah Sakit, Pemilih di Tahanan dan Lapas dapat memilih tanpa halangan. Tidak ada pemilih yang memberikan suara lebih dari satu kali, menjamin rendahnya suara tidak sah dalam pemugutan suara pemilu serta menjamin pemungutan suara dilakukan secara rahasia tanpa diketahui oleh orang lain.
Keempat, pemilih merupakan salah satu komponen pilar pemilu yang demokartis. Setidaknya pemilih yang beribtegritas memastikan dalam ikut berpatisipasi dalam pemilu menjamin pemilih yang berdaulat dan bermartabat. Pemilih yang berintegritas adalah pemilih yang otonom dan mandiri dalam menentukan pilihannya tanpa adanya ancaman dan suap politik.
Belajar dari pengalaman pemilu 2019, maka pemilu 2024 hendaknya dapat dilakukan dengan meminimalisir terhadap hambatan dan tantangan kompleksitas pemilu sehingga KPU memastikan dan menjamin bahwa pemilu 2024 diselenggarakan secara demokratis, berkualitas dari sisi proses dan hasil pemilu. sehingga KPU, Bawaslu DKPP serta komponen pemangku kepentingan lainnya termasuk peserta pemilu dan pemilih dapat memberikan jaminan bahwa penyelenggaraan pemilu yang beritegritas dan bermartabat dapat diwujudkan.
Pandangan Hasyim Asy’ari telah memberikan kontribusi terhadap makna substansi pemilu dalam kerangka aspek demokrasi konstitusional dan demokrasi subtansial tanpa meninggalkan prosedural demokrasi melalui pemilu. Pemilu bukan saja sebagai pesta demokrasi di Indonesia akan tetapi pemilu sebagai kerja kerja demokrasi.
*) Penulis adalah Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2018-2023.